Pandemi Covid-19 belum berakhir meski sebagian negara mencatat penurunan kasus. WHO memperingatkan, virus korona penyebab Covid-19 masih menyebar dengan cepat, dan mayoritas orang masih berisiko tertular penyakit itu.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
GENEVA, SELASA — Virus korona baru penyebab Covid-19 telah menginfeksi lebih dari sembilan juta orang di dunia, Senin (22/6/2020). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberikan peringatan bahwa pandemi ini menyebar semakin cepat.
Ketika negara-negara di Eropa melonggarkan pembatasan yang diberlakukan untuk menekan penyebaran Covid-19, kasus Covid-19 secara global masih meningkat, terutama di kawasan Amerika Latin. Di kawasan ini, Brasil mencatat lebih dari 50.000 kasus kematian akibat penyakit tersebut.
Pada saat yang sama, kluster penularan baru bermunculan di banyak tempat, seperti Melbourne (Australia), Lisabon (Portugal), dan Beijing (China). ”Pandemi ini masih menyebar dengan cepat,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam forum virtual yang digelar Uni Emirat Arab.
Tedros mengatakan bahwa ketakutan terbesar dunia saat ini bukanlah virus itu sendiri, melainkan pada ”kurangnya solidaritas global dan kepemimpinan global”. Hingga saat ini, pandemi Covid-19 telah menewaskan lebih dari 465.000 orang di seluruh dunia. ”Kita tidak bisa mengalahkan pandemi ini dengan dunia yang terpecah,” ujar Tedros. ”Politisasi pandemi kian memperparah pandemi ini.”
Dalam jumpa pers pekan lalu, Tedros juga menyebutkan bahwa dunia kini berada dalam fase baru dan berbahaya. Virus korona masih menyebar cepat, dan kebanyakan orang masih rentan tertular. Untuk itu, tindakan pencegahan seperti memakai masker, jaga jarak fisik, dan sering mencuci tangan harus terus dijalankan.
Terkait peningkatan kasus Covid-19 secara global, WHO antara lain menyoroti kawasan Amerika Latin. Di Brasil, meski negaranya menjadi negara kedua paling parah terdampak pandemi setelah AS, Presiden Brasil Jair Bolsonaro berulang kali meremehkan virus korona ini dengan menyebutnya sebagai ”flu ringan”. Ia juga berdalih bahwa dampak ekonomi akibat karantina wilayah justru lebih besar daripada dampak virus itu sendiri.
Hingga Selasa (23/6/2020), Basil melaporkan 1,1 juta kasus Covid-19 dengan kasus kematian mencapai 51.228 orang. Angka kasus Covid-19 di negara itu menempati urutan kedua terbanyak setelah Amerika Serikat, yang kini membukukan total 2,3 juta kasus, dengan 120.384 kasus kematian. Sekitar 12 persen dari kasus Covid-19 di Brasil itu merupakan kasus pada tenaga kesehatan.
Meksiko, Peru, dan Chile juga kini bergelut dengan pandemi yang kian parah. Seiring dengan kasus kematian yang menyentuh angka 20.000 orang, otoritas Meksiko didesak untuk menunda rencana pembukaan kembali aktivitas ekonominya.
Sementara di Eropa, negara-negara tetap meneruskan kebijakan pelonggaran dari pembatasan sosial. Di Perancis, misalnya, ribuan orang berdansa dan berpesta dalam sebuah festival musik yang untuk pertama kalinya digelar sejak karantina wilayah diberlakukan. Orang-orang yang bersuka ria memadati jalanan kota Paris serta menikmati konser di kafe dan sudut-sudut jalanan.
Kolam renang dan bioskop juga mulai dibuka kembali Senin (22/6/2020). Anak-anak usia di bawah 15 tahun di negara itu juga kembali bersekolah.
Perdana Menteri Portugal Antonio Costa menyebutkan bahwa risiko penularan tetap ada. Itu sebabnya pembatasan kerumunan lebih dari 10 orang akan kembali diberlakukan. Selain itu, kafe-kafe serta toko di Lisabon hanya boleh buka hingga pukul 20.00.
Sementara itu, warga Australia dilarang bepergian ke Melbourne setelah munculnya kluster penularan baru di sana. Otoritas Melbourne pun kembali memperketat pembatasannya. Adapun China, Jerman, dan Jepang juga kini berupaya keras mengendalikan kasus baru yang bermunculan.
Terkait penanganan pasien Covid-19, mengingat produksi vaksin masih membutuhkan waktu berbulan-bulan, WHO menyerukan agar produksi deksametason (dexamethasone) ditingkatkan. Obat ini telah menunjukkan efektivitasnya pada pasien Covid-19 yang parah.