Sekolah di AS Butuh Biaya Besar untuk Terapkan Protokol Kesehatan
Mengaktifkan kembali kegiatan belajar-mengajar di tengah pandemi tidaklah mudah. Protokol kesehatan harus dijalankan untuk mencegah penyebaran Covid-19 di sekolah.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
Kompas
Murid sekolah menggunakan masker saat mengantre untuk diperiksa suhu tubuhnya sebelum memasuki lingkungan sekolah di Ulsan, Korea Selatan, 3 Juni 2020.
CONNECTICUT, SELASA — Sekolah akan membutuhkan banyak biaya tambahan yang besar ketika aktif kembali setelah kebijakan pembatasan sosial dilonggarkan. Biaya itu diperlukan agar protokol kesehatan bisa dijalankan dengan baik untuk mencegah munculnya kasus baru Covid-19 dari sekolah.
Protokol kesehatan yang perlu dilakukan sekolah di antaranya untuk alat pelindung, tambahan pengajar untuk kelas yang lebih kecil, dan tambahan biaya transportasi bus sekolah untuk mengangkut siswa. Beban keuangan itu terutama dirasakan oleh distrik perkotaan yang kekurangan anggaran.
Berdasarkan perkiraan yang dipublikasikan AASA, Asosiasi Pengawas Sekolah dan Association of Business Officials (ASBO) International, ketika dibuka kembali, sekolah membutuhkan rata-rata 1,8 juta dollar AS untuk bisa menerapkan pembatasan sosial.
Kebutuhan anggaran ini akan membebani distrik yang anggarannya justu dikurangi karena dialihkan pada program pemulihan ekonomi. Tambahan anggaran dari pemerintah federal menjadi tumpuan harapan.
”Peningkatan biaya bisa signifikan bagi sekolah distrik saat mereka tidak memiliki banyak anggaran. Ini disebabkan semua anggaran negara bagian berkurang,” kata Direktur Eksekutif AASA Ben Domenech.
Di Hartford, Connecticut, pengawas sekolah Leslie Torres-Rodriguez tak bisa membayangkan bagaimana sekolah menjalankan skenario belajar-mengajar dengan jumlah siswa yang lebih sedikit per kelasnya. Untuk beberapa kelas, satu guru kelas bisa mengajar hingga 27 murid. ”Anggaran saya tidak cukup,” ujarnya.
REUTERS/TATSIANA CHYPSANAVA
Orang dewasa mengawasi anak-anak sekolah bermain pada hari pertama sekolah setelah karantina wilayah di Selandia Baru, 9 Juni 2020.
Di kota Greenwich yang kaya di Connecticut, sekolah memiliki sistem di mana satu kelas berisi seorang guru dan 12 murid. Pengawas sekolah, Toni Jones, mengatakan, untuk tetap menjaga jarak fisik saat sekolah aktif kembali, sekolah bisa memanfaatkan ruangan lain, seperti kantin, sebagai ruang kelas.
Mayoritas sekolah pemerintah di distrik-distrik di Amerika Serikat belum mengumumkan kapan akan aktif kembali. Prediksi wabah Covid-19 tetap belum jelas dan banyak yang masih menunggu arahan dari negara bagian. Sejumlah sekolah merencanakan pembelajaran jarak jauh.
Di Camden, salah satu kota termiskin di New Jersey, pengawas sekolah Katrina McCombs mengatakan, biaya untuk membersihkan ruang kelas, alat pelindung, dan biaya pengeluaran lain terkait pencegahan Covid-19 menjadi masalah.
Sebab, kota itu mengandalkan suntikan anggaran dari negara bagian yang kini menghadapi defisit 10 miliar dollar AS pada tahun anggaran berjalan sampai tahun depan.
Sampai saat ini New Jersey belum mengeluarkan panduan operasional sekolah. Namun, McCombs berharap gubernur memberikan keleluasaan bagi distrik perkotaan yang memiliki risiko penularan tinggi.
”Persoalan besar yang jadi terlintas... memikirkan logistik untuk kota kami, saya berharap ketika negara bagian mengeluarkan rekomendasi, gubernur juga mempertimbangkan faktor-faktor unik, terutama bagi distrik yang luas,” tutur McCombs.
REUTERS/LUC GNAGO
Murid mengenakan masker ketika mempraktikkan jaga jarak saat pembukaan kembali sekolah setelah karantina wilayah untuk melawan Covid-19 di Abidjan, Pantai Gading, Senin (25/5/2020).
Di kota Stonington, Connecticut, Ketua Dewan Sekolah Alexa Garvey menyebutkan, akan sangat membantu jika negara bagian juga membantu keuangan jika menerapkan protokol satu bangku bus sekolah hanya boleh diduduki oleh satu murid.
Selain itu, soal penggunaan masker juga belum jelas. ”Apakah setiap anak perlu memakai masker?” kata Alexa. ”Apakah kewajiban kita juga menyediakan masker untuk murid?” ujarnya.v(AP)