Rencana Aneksasi Israel Mengancam Akses Warga Palestina ke Laut Mati
Rencana aneksasi Israel atas wilayah Palestina terus menuai protes dan kecaman. Jika rencana ini benar-benar dilakukan, maka akan merugikan pelaku usaha wisata Israel sendiri.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
TEPI BARAT, SENIN — Warga Palestina khawatir akses mereka yang terbatas ke Laut Mati dan pantainya yang kaya akan mineral akan terputus jika Israel menganeksasi dataran yang ditempati saat ini di Tepi Barat, Senin (22/6/2020).
Israel yang menyebut telah mendapat dukungan dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengumumkan rencananya untuk memperluas kedaulatannya ke beberapa bagian di Tepi Barat, termasuk Lembah Jordan yang berbatasan dengan Laut Mati. Pemerintah Israel menyampaikan rencana aneksasi itu bisa dimulai 1 Juli mendatang. Warga Palestina pun marah terhadap rencana ini.
Mayoritas negara melihat permukiman Israel di wilayah yang diduduki ilegal. Akan tetapi, Israel membantahnya.
Selama lawatannya ke wilayah Palestina, Kamis (18/6/2020), Menteri Luar Negeri Jordania Ayman Safadi menyebutkan rencana aneksasi Israel terhadap wilayah Tepi Barat memunculkan ”bahaya baru”.
Ayman tiba di Ramallah untuk bertemu dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. ”Isu aneksasi muncul. Ini akan membunuh solusi dua negara dan menghancurkan semua fondasi yang mendasari proses perdamaian,” kata Ayman kepada para wartawan seusai pertemuan itu.
Ayman mengatakan, pihaknya akan terus mendukung warga Palestina dan siap melindungi kawasan itu dari konsekuensi yang panjang dan menyakitkan jika Israel menganeksasi permukiman ketiga di Tepi Barat tersebut.
Jordania dan Mesir adalah negara Arab yang memiliki perjanjian damai dengan Israel. Kunjungan Ayman ke Ramallah menjadi kunjungan yang pertama dilakukan oleh pejabat tinggi negara sejak pandemi Covid-19 terjadi.
Pejabat senior Palestina, Saeb Erekat, mengatakan, delegasi Jordania berbagi posisi dengan Abbas. ”Prakarsa damai Arab, mengakhiri okupasi, mewujudkan kemerdekaan Palestina dengan Jerusalem Timur sebagai ibu kotanya, di batas tahun 1967,” tulis Saeb di Twitter.
Israel mengokupasi Tepi Barat dan Jerusalem Timur tahun 1967 dalam Perang Enam Hari. Kemudian mereka menganeksasi kota itu dalam sebuah keputusan yang tidak pernah diakui komunitas internasional.
Rencana perdamaian Washington meramalkan bahwa negara Palestina pada akhirnya terbentuk, tetapi dengan mengabaikan tuntutan warga Palestina, termasuk menjadikan Jerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Raja Jordania Abdullah II telah menentang Kongres AS dengan mengatakan bahwa aneksasi itu tidak dapat diterima dan merusak peluang perdamaian dan stabilitas di kawasan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memperingatkan bahwa aneksasi bisa memicu reaksi kekerasan. Uni Eropa juga telah menyuarakan hal yang sama.
Laut Mati merupakan tujuan wisata populer bagi wisatawan yang ingin menikmati mandi mengapung di laut dengan tingkat salinitas tinggi dan memanfaatkan lumpurnya yang kaya nutrisi untuk luluran. Pesisir Laut Mati berbatasan dengan Israel, Jordania, dan Tepi Barat.
”Tempat ini merupakan berkah bagi warga Palestina. Tetapi, jika nanti ada aneksasi, akan sulit bagi mereka untuk sampai ke sini. Mereka pasti butuh izin,” kata Musa Farah, seorang penjaga pantai di salah satu resor milik Israel dekat dengan pesisir Laut Mati di Tepi Barat.
Sejumlah warga Israel pemilik resor juga khawatir mereka akan kehilangan pengunjung jika rencana aneksasi dijalankan. ”Usaha saya akan sangat terdampak,” ujar Dina Dagan, pemilik Biankini Village Resort. ”Pemerintah Israel harus tahu bahwa usaha saya bergantung pada warga Palestina yang berkunjung ke sini. Tempat ini terbuka bagi warga Yahudi dan Arab.”
Selama pembicaraan damai yang terhenti sejak tahun 2014, warga Palestina telah berusaha mendapatkan kendali atas sebagian garis pantai Laut Mati dan mendirikan resor yang berpotensi menggerakkan ekonomi. Warga Palestina telah lama memperjuangkan sebuah negara di Tepi Barat dan Gaza dengan Jerusalem Timur sebagai ibu kotanya.(REUTERS/AFP)