Lolos dari Hadangan Trump di Pengadilan, Buku Bolton Marak Beredar secara Daring
Pengadilan Federal AS menolak gugatan Pemerintah AS terhadap buku memoar mantan Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton. Penggugat tak bisa memberikan bukti yang meyakinkan mengenai dampak buku itu bagi keamanan AS.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Pengadilan federal Amerika Serikat menolak gugatan yang diajukan oleh Departemen Kehakiman AS, mewakili pemerintahan Presiden Donald Trump, untuk menghadang peluncuran buku memoar John Bolton, mantan Penasihat Keamanan Nasional AS. Keputusan itu memberikan lampu hijau bagi penerbit buku tersebut untuk mendistribusikannya kepada publik. Namun, penerbit tersebut kini dipusingkan oleh maraknya peredaran buku Bolton dalam format PDF secara daring.
Keputusan hakim federal AS disampaikan hakim senior di Pengadilan Distrik Columbia, Royce Charles Lamberth, Sabtu (20/6/2020). Menurut dia, penggugat dinilai gagal meyakinkan pengadilan bahwa substansi buku tersebut akan memberi dampak yang merusak bagi Amerika Serikat dan rakyatnya.
”Tergugat, Bolton, telah berjudi dengan keamanan nasional Amerika Serikat. Dia membuat negaranya terbuka dan memiliki kemungkinan untuk dilukai. Namun, fakta-fakta yang ada tidak mengendalikan mosi di pengadilan. Pemerintah telah gagal untuk menyodorkan bukti-bukti yang bisa meyakinkan pengadilan bahwa perintah pengadilan itu akan mencegah kerusakan yang tidak bisa diperbaiki,” tulis Lamberth di dalam keputusannya.
Dalam buku berjudul The Room Where It Happened: A White House Memoir itu, Bolton mengungkap informasi-informasi ”di balik layar” saat menjadi bagian dari pemerintahan Trump sebagai penasihat keamanan nasional. Trump disebutkan, misalnya, pernah meminta bantuan Presiden China Xi Jinping agar ia terpilih kembali sebagai presiden. Bahkan, ia pernah bersedia menghentikan penyelidikan kejahatan apa pun terhadap ”diktator-diktator yang disukai” sebagai bentuk ”bantuan pribadi”.
Menurut rencana, buku terbitan Simon & Schuster itu akan resmi beredar di toko buku-toko buku pada Selasa besok. Namun, sejak akhir pekan lalu, penerbit tersebut dipusingkan dengan maraknya peredaran salinan buku itu dalam format PDF secara daring. ”Kami bekerja dengan tekun untuk menghapus contoh-contoh pelanggaran hak cipta yang jelas-jelas ilegal itu,” kata Adam Rothberg, juru bicara penerbit Simon & Schuster.
Pembajakan dan pelanggaran hak cipta menjadi keprihatinan utama banyak penerbit, terutama pada era digital seperti sekarang, kendati dampak nyata pada penjualan belum bisa dipastikan. Buku Bolton dalam beberapa hari terakhir ini nangkring di peringkat teratas daftar buku terlaris di Amazon.com.
Keputusan pengadilan itu dinilai sebagai kemenangan bagi Bolton dan upaya menegakkan Amendemen Pertama konstitusi Amerika Serikat, yang salah satu substansinya adalah kebebasan berpendapat dan kemerdekaan pers. Pengacara Bolton, Chuck Cooper, memuji putusan tersebut.
Simon & Schuster, penerbit memoar tersebut, menyatakan, keputusan itu membuktikan perlindungan Amendemen Pertama atas tindakan sensor dan pengekangan sebuah publikasi oleh pemerintah. Simon & Schuster dalam laman resminya menyatakan bahwa naskah final yang naik cetak telah mengalami beberapa perubahan setelah pemeriksaan menyeluruh oleh Dewan Keamanan Nasional AS. Perusahaan penerbitan itu juga mendukung sepenuhnya hak Bolton untuk menceritakan dan menuliskan pengalaman serta pengetahuannya, yang dilindungi oleh Amendemen Pertama konstitusi Amerika Serikat.
Gedung Putih sendiri mengisyaratkan bahwa mereka tidak akan menghentikan upaya untuk melarang peredaran buku tersebut. Gedung Putih menyatakan akan berusaha mencegah agar Bolton tidak bisa mengambil keuntungan dari peredaran buku tersebut.
Tidak mengejutkan
Bagi anggota kongres, buku yang telah dikirimkan ke berbagai toko di seluruh dunia itu dinilai tidak mengejutkan. Partai Demokrat menilai substansi buku seharusnya bisa didengarkan langsung oleh rakyat AS ketika Kongres memanggilnya pada Januari lalu, ketika ada upaya memakzulkan Trump. Namun, Bolton dan Trump menolaknya.
”Saya tidak membayar uang untuk buku yang merupakan pengganti kesaksian di depan Kongres,” kata Nancy Pelosi, Ketua DPR AS dan politisi Partai Demokrat. Dia menyatakan, Presiden Trump tidak etis dan secara intelektual tidak siap untuk menjadi presiden AS. Namun, kata Pelosi, tampaknya hal itu tidak menjadi masalah bagi Partai Republik.
Namun, meski tidak akan meminta kesaksian Bolton lagi, Demokrat tengah berancang-ancang untuk melakukan langkah yang diperlukan terkait informasi yang bisa didapat dari buku setebal 600 halaman itu. Ketua Komite Intelijen DPR AS Adam Schiff (Demokrat) mengaku dirinya tengah berdiskusi dengan Pelosi tentang langkah lanjutan. Senator asal California ini tidak memberikan detail tentang substansi langkah yang akan dilakukan oleh pihaknya.
Adapun sebagian anggota kongres yang berasal dari Partai Republik memilih bungkam ketika ditanya mengenai buku tersebut. Senator Mike Braun asal Indiana mengatakan, partainya kini tengah memfokuskan diri pada pemilihan presiden yang tinggal 4,5 bulan lagi. Selain itu, partai juga tengah memfokuskan diri pada masalah lain yang lebih penting, seperti reformasi kepolisian dan masalah kesehatan.
Senator Lisa Murkowski asal Alaska menyatakan, dia tengah berjuang untuk memahami cara Trump menjelaskan penanganan pandemi Covid-19 di AS dan juga penanganan masalah kerusuhan rasial dibandingkan masalah buku Bolton. Ia menambahkan, tidak menyesali keputusannya untuk menolak pemanggilan Bolton agar bersaksi di depan anggota kongres beberapa waktu lalu. (AP/AFP)