Gelembung wisata menjadi terobosan untuk menggerakkan kembali ekonomi. Tetapi, langkah ini bisa menjadi kontraproduktif jika setiap negara anggota belum bisa mengendalikan laju infeksi Covid-19.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
Kunci utama pembentukan gelembung pariwisata adalah investasi kesehatan secara benar oleh negara dalam gelembung. Namun, negara-negara itu juga harus terlebih dulu merapikan semua pekerjaan rumahnya.
Pandemi Covid-19 telah mengubah mobilitas manusia. Pandemi seperti mesin waktu yang membawa kita ke akhir tahun 1970-an, di mana dalam setahun jumlah penumpang pesawat terbang di seluruh dunia tidak sampai 50 juta orang. Ekonomi dunia terpukul, dengan sektor pariwisata juga terpuruk.
Berdasarkan data Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO), pandemi Covid-19 telah menyebabkan penurunan kunjungan wisatawan internasional secara global sebesar 22 persen (67 juta wisatawan dengan nilai kehilangan 80 miliar dollar AS) pada kuartal pertama 2020.
Krisis ini bahkan bisa menyebabkan penurunan sekitar 60-80 persen dibandingkan dengan tahun 2019 (tidak disebutkan berapa jumlah total wisatawan internasional itu), bergantung pada kecepatan pengendalian pandemi, pembatasan perjalanan, dan karantina wilayah yang diterapkan di setiap negara.
Karantina wilayah atau bahkan penutupan wilayah menjadi kebijakan yang populer di dunia setelah China menutup Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei, pada 23 Januari 2020 untuk mencegah Covid-19 meluas. Setiap negara menutup perbatasannya, tidak memungkinkan warga asing untuk masuk. Industri pariwisata pun terkena dampaknya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) UNWTO Zurab Pololikashvili mengatakan, ”Dunia menghadapi krisis kesehatan dan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pariwisata yang menyerap banyak tenaga kerja terdampak hebat, jutaan pekerja sektor ini terancam.”
Koridor pariwisata
Kini, dalam sebulan terakhir, seiring dengan semakin terkendalinya penyebaran Covid-19 di sejumlah negara, muncul ide untuk menciptakan gelembung perjalanan wisata agar perekonomian bisa berputar kembali.
Secara umum, konsep gelembung pariwisata antarnegara merupakan sebuah koridor pariwisata beberapa negara yang memungkinkan setiap warganya keluar masuk negara dalam gelembung dengan bebas tanpa harus menjalani karantina. Harapannya, cara ini bisa menggerakkan kembali pelaku usaha wisata di negara dalam gelembung tersebut.
Pada 15 Mei 2020, misalnya, tiga negara Balkan, yaitu Latvia, Lituania, dan Estonia, membuka perbatasan mereka dan menciptakan gelembung pariwisata pertama di Uni Eropa.
Gelembung pariwisata menjadi harapan tiga negara termiskin di Uni Eropa tersebut untuk menyelamatkan perekonomiannya yang diperkirakan turun 7-8 persen akibat pandemi.
”Gelembung wisata Balkan adalah peluang bagi pelaku usaha untuk beroperasi kembali sekaligus harapan bagi masyarakat bahwa kehidupan sedang normal kembali,” kata Perdana Menteri Lituania Saulius Skvernelis, seperti dikutip Reuters, Jumat (15/5/2020).
Berikutnya adalah gelembung trans-Tasman yang mengikat Selandia Baru dengan Australia. Kemudian dua negara Skandinavia, yakni Norwegia dan Denmark, juga menciptakan gelembung wisata. Negara Skandinavia lainnya, Swedia, tidak dimasukkan dalam gelembung ini karena memiliki kasus Covid-19 yang tinggi dan mengkhawatirkan.
Di Asia, Vietnam kini sedang melakukan pembicaraan dengan China, Korea Selatan, dan Jepang untuk saling membuka perbatasannya demi menggerakkan kembali sektor pariwisata.
”Dimulainya kembali pariwisata harus berdasarkan tindakan pencegahan penyakit yang ketat,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam, Le Thi Thu Hang.
Selama pandemi Covid-19 berlangsung hampir enam bulan, Vietnam hanya melaporkan 335 kasus Covid-19 dan tidak ada kasus meninggal. Dalam dua bulan terakhir tidak ada lagi kasus baru di Vietnam.
Namun, negara Asia Tenggara lain yang dinilai berhasil mengendalikan pandemi, yaitu Thailand, tidak ingin terburu-buru membuat gelembung pariwisata.
”Tidak perlu buru-buru. Prioritasnya adalah menciptakan dan mempertahankan keselamatan,” ujar Pornpipat Benyasari, salah seorang pejabat tinggi di Gugus Tugas Covid-19 Thailand kepada Bangkok Post.
Investasi kesehatan
Menurut The Economist, ada dua kawasan yang potensial menciptakan gelembung, yakni Asia Pasifik dan Eropa. Beberapa negara di dua kawasan ini telah menekan laju penyebaran Covid-19. Mau tidak mau, kunci utama pembentukan gelembung adalah intervensi kesehatan yang dilakukan dengan benar oleh setiap negara dalam gelembung tersebut.
Dekan Saw Swee Hock School of Public Health National University of Singapore Teo Yik Ying mengatakan, gelembung pariwisata yang ideal adalah gelembung yang ”bersih”. Agar ini bisa terwujud, pertama setiap negara yang berada dalam gelembung harus mampu mengendalikan penyebaran Covid-19 di dalam negerinya masing-masing.
Selanjutnya, setiap negara harus terbuka dengan negara mitra dalam gelembung. Mereka harus saling berbagi data penyebaran kasus, data tes yang dilakukan, dan membuka informasi tentang cara melacak kasus dan mengisolasi pasien positif.
”Ini semua harus didasari prinsip kepercayaan antarpemerintah,” ujar Teo kepada The Economist.
Ketika berbicara soal kepercayaan, potensi gelembung besar di Asia Pasifik menjadi agak sulit direalisasikan. Hubungan China dan Australia, misalnya, tidak harmonis setelah Australia mendorong penyelidikan kasus Covid-19 di China.
Negara berkembang lain, seperti Laos dan Kamboja, yang, meski memiliki 19 dan 129 kasus, tidak akan dipercaya oleh negara-negara kaya untuk membentuk gelembung.
Defisit kepercayaan yang jadi ganjalan ini sebenarnya bisa diatasi dengan melakukan tes yang masif. Contohnya, China dan Korea Selatan yang telah melakukan tes massal dan memiliki jalur cepat bagi pelaku usaha yang bepergian antarkedua negara.
Sepanjang pelancong bisnis itu negatif sebelum berangkat, ia cukup menjalani karantina satu atau dua hari dan perlu menjalani satu kali tes lagi sebelum pulang ke negara asalnya.
Namun, jalur cepat itu rumit dalam praktiknya. Itu sebabnya, China mengizinkan hanya 210 warga Korea Selatan dalam 10 hari pertama kesepakatan mereka.
Satu pelajaran yang bisa dipetik dari penciptaan gelembung wisata ini adalah setiap negara harus mengerjakan ”pekerjaan rumahnya” terlebih dulu sebelum membuat gelembung.
Artinya, pandemi Covid-19 di dalam negeri harus terkendali dulu sebelum membuka perbatasan untuk warga asing masuk jika tidak ingin gelembung ”tercemar” dengan penyebaran kasus baru.