WHO Susun Rencana Prioritas Pemberian Vaksin Covid-19
Pengembangan vaksin Covid-19 adalah satu hal krusial. Namun, akses terhadap vaksin itu jika sudah tersedia adalah masalah tersendiri. Beberapa negara kaya sudah mengamankan kebutuhan pasokan vaksin masing-masing.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
GENEVA, JUMAT — Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sedang menyusun rencana prioritas pemberian vaksin Covid-19 yang ”adil dan merata” jika sudah tersedia nantinya. Salah satu yang akan diprioritaskan adalah tenaga medis.
Hal itu disampaikan Kepala Ilmuwan WHO Soumya Swaminathan dalam jumpa pers, Kamis (17/6/2020) di Geneva, Swiss. Menurut Soumya, yang menjadi prioritas pemberian vaksin adalah petugas di garda depan pelayanan, seperti tenaga medis, mereka yang berisiko besar karena usia atau penyakit penyerta, dan mereka yang berada di tempat dengan risiko penularan tinggi, seperti penjara dan panti jompo.
”Saya berharap, saya optimistis. Namun, pengembangan vaksin adalah sesuatu yang kompleks, penuh dengan ketidakpastian,” ujarnya. “Kabar baiknya adalah kita memiliki banyak calon dan cara mengembangkan vaksin sehingga jika yang pertama atau kedua gagal, kita tidak boleh putus asa, kita tidak boleh menyerah.”
Soumya optimistis, ratusan juta dosis vaksin Covid-19 sudah tersedia pada tahun ini dan ia berharap dua miliar dosis lagi tersedia pada akhir 2021. Ia menambahkan, sejauh ini data analisis genetika yang ada menunjukkan bahwa mutasi virus korona baru penyebab Covid-19 tidak mengubah tingkat keparahan Covid-19.
Saat ini, sekitar 10 calon vaksin sudah memasuki tahap uji klinis. Dari jumlah itu, lima di antaranya dikembangkan lembaga riset di China.
Meski belum ada satu pun calon vaksin berhasil dikembangkan dan tersedia, sejumlah negara sudah mengamankan kebutuhan vaksinnya dengan berinvestasi pada perusahaan farmasi.
Komisi Eropa, misalnya, kini sedang dalam tahap pembicaraan dengan perusahaan farmasi Johnson & Johnson untuk membeli di muka calon vaksin Covid-19 yang masih dalam pengembangan.
Langkah tersebut diambil Komisi Eropa setelah mendapat mandat dari 27 negara Uni Eropa untuk menggunakan dana darurat lebih dari 2 miliar euro atau sekitar 2,3 miliar juta dollar AS untuk mengamankan kesepakatan pembelian di muka dengan enam perusahaan vaksin.
Seorang pejabat tinggi dari salah satu negara Uni Eropa yang enggan disebutkan namanya menyebutkan bahwa kesepakatan Komisi Eropa dengan Johnson & Johnson sudah jadi ”rencana strategis bisnis”.
Kesepakatan Komisi Eropa dengan Johnson & Johnson sudah jadi ”rencana strategis bisnis”.
Sumber kedua dari Uni Eropa menginformasikan bahwa Komisi Eropa telah memanggil Johnson & Johnson pada Selasa (16/6/2020) untuk membahas kemungkinan kesepakatan. Tidak jelas apakah kesepakatan dengan Johnson & Johnson termasuk pembelian calon vaksin atau tidak.
Juru bicara Komisi Eropa tidak memberikan komentar atas informasi ini, sementara pihak Johnson & Johnson tidak bisa memberikan tanggapan di luar jam kerja AS. Johnson & Johnson sendiri berencana melakukan uji klinis calon vaksin Covid-19 buatannya bulan depan.
Minggu lalu, Jerman, Perancis, Italia, dan Belanda menyatakan telah mengamankan 400 juta dosis calon vaksin Covid-19 potensial dari perusahaan asal Inggris, AstraZeneca, yang mengembangkan vaksin Covid-19 bersama dengan Oxford University. AstraZeneca juga melakukan perjanjian yang sama dengan AS pada Mei lalu.
Upaya negara kaya mengamankan kebutuhan pasokan vaksinnya itu menimbulkan tanda tanya, apakah negara miskin dan berkembang akan memiliki akses terhadap vaksin Covid-19 sebelum pandemi berakhir untuk menyelamatkan ribuan nyawa warganya.
Pada awal bulan Juni ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Palang Merah Internasional, dan Bulan Sabit Merah, serta beberapa organisasi lain menyatakan bahwa adalah ”kewajiban moral” setiap orang memiliki akses terhadap ”vaksin rakyat”. Namun, tanpa rencana dan strategi yang baik distribusi vaksin akan tidak merata dan sangat kacau. (REUTERS/AP)