Pengusaha Kaya Diduga Ada di Balik Rencana Aneksasi Tepi Barat
Seorang pengusaha kaya keturunan Yahudi diduga berada di balik dukungan Presiden AS Donald Trump terkait rencana aneksasi Israel atas wilayah Palestina di Tepi Barat.
Oleh
Musthafa Abd. Rahman, dari Kairo – Mesir
·3 menit baca
KAIRO, KOMPAS — Siapa yang berperan di balik isu panas rencana Israel menganeksasi wilayah di Tepi Barat pada awal Juli nanti kini mulai terkuak.
Diduga, pengusaha kasino dan judi keturunan Yahudi di Las Vegas, Amerika Serikat, Sheldon Adelson, seperti dilansir kantor berita Turki, Anadolu, dan harian Al Quds Al-Arabi, Kamis (17/6/2020), ada di balik isu panas itu.
Ia disebut-sebut telah membayar 200 juta dollar AS kepada Presiden AS Donald Trump dengan imbalan Presiden Trump mendukung aneksasi Israel atas Lembah Jordan dan area permukiman Yahudi di Tepi Barat.
Adelson telah membayar 200 juta dollar AS itu kepada Trump menjelang pemilihan presiden (pilpres) AS tahun 2016.
Adelson dikenal sebagai salah satu sponsor Presiden Trump dalam kampanye pilpres tahun 2016. Trump memenangi pilpres itu dan mengantarkannya ke Gedung Putih.
Adelson juga dikenal sebagai konglomerat Yahudi di AS. Majalah Forbes menyebut, Adelson menempati urutan kedelapan orang terkaya di dunia dengan kekayaan sekitar 40 miliar dollar AS. Adelson disebut pula sebagai pemilik harian Israel, Israel Hayom, yang beraliran kanan dan anti-Palestina.
Adelson mendirikan Adelson Foundation yang bergerak untuk mendukung pendudukan Israel dan membantu umat Yahudi di seluruh dunia.
Adelson juga pendukung kuat dan berada di balik proposal damai AS yang diluncurkan Presiden Trump pada Januari lalu dan banyak merugikan Palestina. Proposal damai AS yang populer dengan sebutan ”Transaksi Abad Ini” mendapat penolakan luas dari masyarakat internasional, khususnya Uni Eropa dan Rusia.
Dalam proyek ”Transaksi Abad Ini” itu terdapat klausul yang menegaskan hak Israel menganeksasi Lembah Jordan dan area permukiman Yahudi di Tepi Barat dengan imbalan Palestina mendapat area luas di Gurun Negev yang berdekatan dengan Jalur Gaza dan perbatasan Israel-Mesir.
Adelson terakhir ini sering berkomunikasi dengan Trump untuk mendorong agar Presiden AS itu pantang mundur dari dukungan atas rencana aneksasi Israel terhadap wilayah di Tepi Barat itu meski mendapat penolakan dari masyarakat internasional.
Bagi Adelson, ini merupakan kesempatan terakhir bagi Israel bisa mencaplok wilayah di Tepi Barat dengan dukungan kuat AS, sebelum kemungkinan Trump mengalami kekalahan dalam pilpres November 2020.
Jika Partai Demokrat memenangi pilpres November nanti, tidak menutup kemungkinan membatalkan proposal Transaksi Abad Ini yang merupakan produk pemerintahan Trump.
Bagi Adelson, dengan membayar 200 juta dollar AS kepada Presiden Trump, ia telah mendapatkan segalanya atas apa yang diinginkannya terkait keuntungan Israel di Timur Tengah. Misalnya, Trump telah mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember 2017 dan memindah Kantor Kedubes AS dari Tel Aviv ke Israel pada Mei 2018.
Trump juga telah membatalkan kesepakatan nuklir Iran pada 2018 dan menjatuhkan sanksi kembali atas Iran. Trump, pada Maret 2019, juga mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan. Kini, impian Adelson tinggal tersisa berupa aksi Israel menganeksasi wilayah di Tepi Barat dengan dukungan kuat AS pada awal Juli nanti sesuai dengan proposal damai Transaksi Abad Ini.
Akan tetapi, mewujudkan impian Adelson itu—aneksasi Israel atas wilayah di Tepi Barat—bisa lebih sulit karena penolakan dari dunia Arab dan masyarakat internasional yang sangat kuat. Masyarakat internasional memandang, aneksasi Israel atas wilayah di Tepi Barat akan membuyarkan secara final solusi dua negara Israel dan Palestina.