WHO Menanti Hasil Lengkap Studi tentang Deksametason
Para ilmuwan terus berjuang mencari terapi efektif untuk mengobati pasien Covid-19. Sebelum ditetapkan oleh WHO, setiap hasil studi potensial belum menjadi terapi standar bagi pasien Covid-19.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
GENEVA, RABU — Organisasi Kesehatan Dunia menyambut baik hasil awal penelitian dari Inggris yang memperlihatkan efektivitas deksametason (dexamethasone) pada pasien Covid-19 parah. Badan dunia itu menantikan data lengkap penelitian tersebut untuk dianalisis lebih lanjut.
”Kami menantikan analisis data lengkap segera. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan melakukan metaanalisis untuk memahami terapi ini. Panduan klinis WHO akan diperbarui, terutama bagaimana dan kapan obat ini bisa diberikan kepada pasien Covid-19,” demikian pernyataan tertulis WHO yang diunggah di laman resminya, Rabu (17/6/2020).
”Ini adalah terapi pertama yang memperlihatkan penurunan angka kematian pada pasien Covid-19 yang membutuhkan oksigen atau dukungan ventilator,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
”Ini adalah berita luar biasa dan saya mengucapkan selamat kepada pemerintah Inggris, University of Oxford, dan banyak rumah sakit juga pasien di Inggris yang telah berkontribusi pada terobosan ilmiah penyelamat nyawa ini,” ujarnya.
Dalam studi Recovery, seperti diuraikan dalam Nature, para peneliti di Inggris menguji obat deksametason kepada pasien Covid-19 dengan metode uji acak terkontrol. Pemberian deksametason kepada pasien Covid-19 yang membutuhkan ventilator mengurangi risiko kematian hingga 33 persen dan risiko kematian pada pasien Covid-19 setelah diberi obat ini menurun 20 persen. Obat ini tak memberi efek apa pun pada pasien Covid-19 yang ringan.
Deksametason adalah steroid yang telah dipakai sejak tahun 1960-an untuk meredakan peradangan dalam berbagai kondisi, termasuk peradangan dan sejumlah kanker. Obat ini juga telah masuk ke dalam Daftar Obat Esensial WHO sejak tahun 1977 dalam beberapa formula.
Ini adalah terapi pertama yang memperlihatkan penurunan angka kematian pada pasien Covid-19 yang membutuhkan oksigen atau dukungan ventilator.
Menurut WHO, kabar ini merupakan hasil pertemuan Cetak Biru Penelitian dan Pengembangan WHO di Geneva, pertengahan Februari lalu, yang bertujuan untuk mengakselerasi teknologi kesehatan bagi Covid-19 di mana riset lanjut penggunaan steroid menjadi prioritas.
Sejauh ini, satu-satunya obat yang memberikan manfaat bagi pasien Covid-19 berdasarkan uji acak terkontrol skala besar adalah remdesivir. Meski pemberian remdesivir bisa mempersingkat waktu perawatan pasien Covid-19, obat ini tidak memberikan efek signifikan secara statsitik dalam mengurangi risiko kematian.
Selain itu, ketersediaan remdesivir terbatas. Meski pembuatnya, Gilead, telah meningkatkan produksi remdesivir, obat ini hanya tersedia di sejumalh rumah sakit di seluruh dunia.
Penemuan efikasi deksametason terhadap pasien Covid-19 mempertegas pentingnya uji klinis acak terkontrol lebih luas yang menghasilkan bukti ilmiah yang bisa ditindaklanjuti. Pihak WHO akan terus bekerja sama dengan semua mitra untuk mengembangkan terapi dan vaksin dalam mengatasi Covid-19.
Sejak pandemi Covid-19 merebak, para ilmuwan dunia terus berjuang mengembangkan vaksin dan terapi yang efektif untuk dapat mengendalikan penyakit akibat virus korona ini. Dalam mencari terapi yang tepat, WHO telah melakukan uji klinis obat bertajuk ”Solidarity” sejak beberapa bulan lalu.
Langkah uji klinis obat ini bisa dipangkas 80 persen waktu yang diperlukan untuk menguji efektivitas obat. Hingga 3 Juni 2020, terdapat lebih dari 3.500 partisipan di 35 negara yang mengikuti uji klinis ini.
Ada empat obat atau kombinasi obat yang diuji klinis, yang semuanya sudah mendapat lisensi untuk pengobatan penyakit lain. Obat tersebut adalah remdesivir, kombinasi dua obat HIV lopinavir dan ritonavir, lopinavir dan ritonavir plus interferon beta, serta obat antimalaria klorokuin. Semua obat ini menunjukkan bukti efektivitasnya melawan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 dalam skala laboratorium dan hewan uji.
Uji klinis hidroklorokuin sempat dihentikan sementara oleh WHO karena adanya persoalan keamanan. Namun, setelah data yang ada dikaji oleh Komite Pengawasan dan Keamanan Data, uji klinis hidroklorokuin dilanjutkan kembali.