Isu Hong Kong Jadi Perdebatan Panas Forum Dewan HAM PBB
Inggris menilai rencana China memberlakukan UU Keamanan Nasional di Hong Kong bakal merusak otonomi dan kebebasan di wilayah itu. Sementara China menilai Inggris telah mencampuri urusan dalam negerinya.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
GENEVA, RABU — Topik terkait Hong Kong menjadi perdebatan panas dalam forum Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa di Geneva, Swiss, Selasa (16/6/2020) waktu setempat.
Dalam perdebatan itu, Inggris menilai rencana China memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong bakal merusak otonomi dan kebebasan di wilayah bekas jajahan Inggris itu. Sementara China menilai Inggris telah mencampuri urusan dalam negerinya.
”Pemberlakuan UU itu bertentangan dengan kewajiban internasional China yang termaktub dalam Deklarasi Bersama, sebuah perjanjian yang disepakati Inggris dan China serta telah didaftarkan di PBB,” kata Julian Braithwaite, Duta Besar Inggris untuk PBB di Geneva, kepada Dewan HAM PBB.
Deklarasi Bersama China-Inggris ditandatangani bersama pemerintah kedua negara pada 19 Desember 1984. Deklarasi mulai berlaku dengan pertukaran dokumen ratifikasi akhir Mei 1985 dan sebulan kemudian didaftarkan Beijing dan London ke PBB.
Braithwaite mendesak China untuk terlibat dengan orang-orang, lembaga, dan peradilan wilayah itu untuk ”memastikan negara itu mempertahankan otonomi dan hak serta kebebasan tingkat tinggi Hong Kong”.
Inggris mengembalikan Hong Kong ke Pemerintahan China pada tahun 1997 dengan jaminan kebebasan, seperti peradilan yang independen dan hak untuk protes, selama 50 tahun.
Adapun parlemen China secara seremonial pada Mei lalu menyetujui keputusan untuk memberlakukan UU Keamanan Nasional di Hong Kong. UU itu dinilai kelompok prodemokrasi bertujuan membatasi kegiatan subversif, pemisahan diri, teroris, dan intervensi asing di wilayah itu.
Saat itu pun AS, Inggris, Australia, dan Kanada mengecam UU Keamanan baru China tersebut di Hong Kong, wilayah yang mereka sebut telah ”berkembang sebagai benteng kebebasan”. Negara-negara ini mengatakan komunitas internasional memiliki ”kepentingan yang signifikan dan telah lama ada” terkait kemakmuran dan stabilitas Hong Kong.
Dalam pernyataan bersama lima negara itu mengatakan, langkah China untuk memberlakukan UU Keamanan baru selama pandemi global berisiko merusak kepercayaan pada pemerintah dan kerja sama internasional. Namun, Beijing mengatakan, asing terlalu mencampuri urusan dalam negeri China.
Pemberlakuan itu diputuskan setelah Hong Kong dilanda protes anti-pemerintah tahun lalu dan terus berlanjut hingga akhir-akhir ini.
Jiang Duan, Menteri Urusan HAM China dalam misi di Geneva, mengatakan, Braithwaite telah mencampuri urusan dalam negeri China. Pernyataan Braithwaite pun itu pun ditolak dengan tegas.
”Diundangkannya sebuah UU China di wilayah administrasi khusus Hong Kong yang melindungi keamanan nasional bertujuan untuk menutup celah dan secara efektif melindungi kedaulatan dan keamanan nasional kami,” kata Jiang. ”Ini sah, resmi, dan penting.”
Pang Kwang Hyok, Wakil Duta Besar Korea Utara untuk PBB, menyuarakan keprihatinan atas upaya negara-negara tertentu untuk menggunakan masalah terkait Hong Kong untuk mencampuri urusan dalam negeri China.
Ia mengatakan, Hong Kong adalah bagian yang tidak terpisahkan bagi China. Itu artinya, kedaulatan China dilaksanakan dan konstitusinya diterapkan di wilayah itu.
Seorang pejabat senior China menyatakan, UU Keamanan Nasional Hong Kong tidak akan berlaku surut. Artinya, UU itu tidak dapat digunakan menjadi dasar hukum untuk menghukum orang yang dinyatakan bersalah atau melanggar hukum sebelum UU itu berlaku.
Pejabat itu menanggapi aneka pertanyaan kunci yang diajukan oleh warga lokal, diplomat, dan investor asing atas tindakan yang disengketakan.
Hong Kong telah diguncang protes berbulan-bulan dengan sentimen utama anti-China, kerap kali diwarnai dengan bentrok dengan aparat keamanan.
Warga prodemokrasi sejak beberapa tahun terakhir gerah dengan apa yang mereka lihat sebagai campur tangan para penguasa Partai Komunis China di Beijing dalam urusan Hong Kong.
China menyangkal campur tangan dan justru menuduh pihak Barat, seperti Inggris dan Amerika Serikat, telah mengobarkan kerusuhan.
Pemimpin Hong Kong Carrie Lam, Selasa (16/6/2020), menyatakan harapannya kelompok oposisi tidak akan menjelekkan dan menstigma Undang-Undang Keamanan Nasional.
Penentang UU yang baru saja disahkan itu dinilai sebagai pengadu domba yang akan menyengsarakan warga Hong Kong.
”Warga Hong Kong ingin melihat stabilitas lagi; mereka menginginkan lingkungan yang aman, tempat mereka dapat bekerja dan hidup seperti biasa,” kata Lam kepada wartawan di Hong Kong.
Lam mengatakan, orang-orang telah merasakan ”sakit dan lelah” karena kekerasan di Hong Kong. Masyarakat secara umum juga dinilainya jenuh dengan intervensi kekuatan-kekuatan asing yang menimbulkan polemik di Hong Kong.
Lam menegaskan bahwa Hong Kong adalah bagian dari China. Hal itu menjadi bagian dari pemberlakuan UU Keamanan Nasional.
”Kita adalah bagian dari Republik Rakyat China, tetapi kita tidak memiliki mekanisme untuk melindungi keamanan nasional,” kata Lam.
”Ini adalah sebuah risiko tidak hanya untuk lebih dari 7 juta orang di Hong Kong, tetapi juga risiko bagi 1,4 miliar orang di negara ini.” (AP/REUTERS/CAL)