Johnson Ingin Kesepakatan Perdagangan dengan UE Bisa Dicapai, Juli Mendatang
Tekanan pada Inggris dan UE terjadi setelah Inggris pada Jumat pekan lalu menyatakan bahwa mereka tak akan memperpanjang masa transisi pasca-Brexit. Mereka mengejar target penyelesaian perundingan akhir musim panas ini.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
LONDON, SELASA — Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menginginkan agar perjanjian perdagangan antara Inggris dan Uni Eropa bisa diputuskan pada Juli mendatang. Jika bisa diwujudkan, hal itu lebih cepat dari waktu yang ditargetkan oleh Uni Eropa (UE), yaitu setidaknya Oktober mendatang.
Optimisme Johnson itu muncul setelah pertemuan daring antara dirinya dan Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Presiden Dewan Eropa Charles Michel, dan Ketua Parlemen Eropa David Sassoli, Senin (15/6/2020) waktu setempat.
”Saya rasa kami tidak saling menjauh. Semakin cepat kami dapat lakukan hal ini, semakin baik. Kami tidak melihat alasan mengapa Anda tidak bisa melakukan hal ini pada bulan Juli,” kata Johnson.
Dia menambahkan, dirinya dan warga Inggris tidak menginginkan perundingan ini berlangsung hingga musim gugur atau bahkan musim dingin.
Perundingan di antara kedua pihak selama empat putaran mengalami banyak kebuntuan karena dua pihak bertahan pada argumen masing-masing. Pada saat yang sama, dunia dihantam pandemi global Covid-19, yang membuat perundingan juga molor. Beberapa pejabat penting pembuat keputusan di dalam perundingan, termasuk PM Johnson dan ketua juru runding Inggris untuk Brexit David Frost, terpapar Covid-19 dan baru aktif kembali beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, perundingan perdagangan antara Inggris dan UE itu digelar sebagai landasan kerja sama perdagangan kedua pihak setelah Inggris keluar dari UE tahun depan. Diharapkan, kedua pihak bisa menjalin kesepakatan sebelum akhir tahun ini. Tahun ini merupakan masa transisi. Namun, hingga kini beberapa isu utama masih menjadi ganjalan bagi kedua pihak untuk mencapai kesepakatan.
Hingga kini beberapa isu utama masih menjadi ganjalan bagi kedua pihak untuk mencapai kesepakatan.
Setelah perundingan terakhir, kedua pihak sempat mengalami ketegangan. Pemerintah Inggris pernah menyatakan bahwa perundingan kedua pihak tidak memberikan harapan apa pun bagi negara itu, khususnya dalam bidang perikanan, pemerintahan, bantuan keuangan pemerintah, dan beberapa hal lainnya.
Lebih detail lagi, perundingan tidak menemui kesepakatan soal komitmen para produsen Inggris atas standar barang yang diberlakukan di seluruh Eropa untuk menjaga akses terbuka ke pasar tunggal, pasar Uni Eropa. Uni Eropa juga meminta hak akses berkelanjutan ke wilayah perairan Inggris untuk armada penangkapan ikan Eropa. Namun, hal itu ditolak oleh Pemerintah Inggris.
Sebagai gantinya, Pemerintah Inggris mengusulkan pemberlakuan kuota. Pemerintah Inggris juga menolak pemberlakuan keputusan pengadilan UE terhadap subyek dan obyek hukum privat ataupun publik. Pemerintah Inggris menilai hal itu sebagai pelanggaran kedaulatan.
Dalam pembicaraan terakhir, yang diuraikan melalui pernyataan bersama, kedua pihak menyatakan bahwa diperlukan sebuah terobosan baru untuk menciptakan momentum berjalannya kembali perundingan. Mereka juga sepakat bahwa para pihak harus kembali ke pemahaman awal isi dan substansi perundingan sebelum melangkah lebih jauh.
Tekanan pada kedua belah pihak terhadap jalannya perundingan terjadi setelah Inggris pada Jumat pekan lalu menyatakan bahwa mereka tidak akan memperpanjang masa transisi pasca-Brexit. Mereka mengejar target penyelesaian perundingan pada akhir musim panas ini.
Sebaliknya, Uni Eropa mendorong tenggat penyelesaian perundingan adalah akhir Oktober 2020. Perbedaan pandangan ini menyebabkan kekhawatiran terhentinya perundingan di antara kedua pihak. Apabila itu terjadi, kondisi ekonomi Inggris akan semakin parah menyusul pukulan keras yang diakibatkan pandemi Covid-19.
Jill Rutter, analis di lembaga Changing Europe, memperkirakan, kesepakatan akan terjadi pada akhir menjelang tenggat. Kesepakatan pada beberapa isu yang sangat sedikit kemungkinan akan diambil oleh kedua pihak untuk menyelamatkan hubungan perdagangan di antara mereka. (AFP/REUTERS)