Pemulihan Ekonomi Global Bisa Terhambat oleh Gelombang Kedua Korona
Tidak sulit untuk memproyeksikan ”gelombang kedua” tekanan di pasar dari gelombang kedua kasus positif Covid-19.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
TOKYO, JUMAT — Kemungkinan gelombang kedua wabah Covid-19 di dunia dikhawatirkan dapat menghambat laju pemulihan ekonomi global yang telah dibuka secara perlahan pasca-penutupan wilayah-wilayah. Kekhawatiran itu memicu aksi jual investor dan pelaku pasar dalam dua hari, yakni Kamis-Jumat (11-12/6/2020), di mayoritas pasar saham di dunia.
Saham Asia ditutup turun tajam pada akhir perdagangan pada Jumat saat harga minyak melanjutkan penurunan harga. Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang turun 1,2 persen saat bursa-bursa saham Eropa bergerak fluktuatif.
Pada berita ini diturunkan pada Jumat pukul 20.00 WIB, bursa saham berjangka Wall Street beranjak naik seusai anjlok pada akhir perdagangan, Kamis waktu setempat.
Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup terempas 6,90 persen, indeks S&P 500 turun 5,89 persen, dan indeks Nasdaq melemah 5,27 persen. Bursa-bursa saham Eropa juga melemah tajam. Indeks FTSE 100 di London turun 3,99 persen, indeks DAX30 di Frankfurt melemah 4,47 persen, dan Indeks CAC40 di Paris anjlok 4,71 persen.
Bagi pasar saham AS dan mayoritas di Eropa, capaian perdagangan itu menjadi hari terburuk sejak pertengahan Maret lalu. Saat itu pasar-pasar saham terjun bebas merespons kebijakan penutupan wilayah yang diberlakukan tiba-tiba guna menahan pandemi Covid-19.
”Ketakutan memiliki jalannya sendiri,” tulis analis di Mizuho Securities dalam sebuah catatan penelitian bagi kliennya. ”Jadi, tidak sulit untuk memproyeksikan ’gelombang kedua’ tekanan di pasar dari gelombang kedua kasus positif Covid-19.”
Kasus positif Covid-19 telah melonjak di beberapa negara bagian AS dalam beberapa hari terakhir. Kondisi itu meningkatkan kekhawatiran di antara para ahli yang mengatakan pihak berwenang telah melonggarkan pembatasan terlalu dini.
Kasus-kasus di New Mexico, Utah, dan Arizona naik 40 persen selama sepekan terakhir merujuk pada penghitungan Reuters. Florida dan Arkansas adalah titik panas Covid-19 lainnya.
Kami tidak dapat mematikan ekonomi. Saya pikir kami telah belajar bahwa jika Anda mematikan perekonomian, Anda akan membuat lebih banyak kerusakan. (Steven Mnuchin)
Namun, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan pada Kamis bahwa Washington tidak akan lagi menerbitkan kebijakan penutupan wilayah, bahkan sekalipun wabah itu meluas lagi di beberapa negara bagian.
”Kami tidak dapat mematikan ekonomi. Saya pikir kami telah belajar bahwa jika Anda mematikan perekonomian, Anda akan membuat lebih banyak kerusakan,” kata Mnuchin dalam wawancara dengan media CNBC.
Komentar itu diperkuat oleh Presiden Donald Trump. Melalui media sosial Twitter, ia yakin dengan capaian ekonomi negaranya. ”Kami akan memiliki triwulan ketiga yang sangat baik, kuartal keempat yang hebat, dan salah satu tahun terbaik kami di tahun 2021,” ujarnya seraya berharap bakal segera memiliki vaksin Covid-19.
Pemangkasan pajak
Dari Berlin dilaporkan, Pemerintah Jerman setuju pemangkasan sementara pajak pertambahan nilai mulai bulan depan. Hal itu dalam upaya untuk meningkatkan permintaan konsumen di negara dengan perekonomian terbesar di Eropa itu.
Pemerintah Jerman meluncurkan paket stimulus 130 miliar euro atau sekitar 2.079 triliun di negara itu. Namun, kementerian keuangan negara itu tidak menyiapkan program stimulus kedua.
Tarif pajak pertambahan nilai utama akan dipotong menjadi 16 persen dari 19 persen selama enam bulan mulai 1 Juli. Penurunan tarif diterapkan untuk bahan makanan dan beberapa barang sehari-hari lainnya menjadi 5 persen dari 7 persen. Parlemen diperkirakan akan memberikan lampu hijau akhir pada 29 Juni mendatang.
Pemotongan pajak sementara adalah elemen kunci dan tak terduga dari paket stimulus dalam koalisi Kanselir Angela Merkel. Meskipun secara umum disambut baik, paket itu telah menimbulkan beberapa ketakutan di kalangan bisnis. Mereka menyerukan agar langkah itu diperpanjang setelah akhir tahun.
Sementara itu, ekonomi Inggris dilaporkan menyusut hingga seperempat pada periode Maret-April karena seluruh sektor ditutup selama kebijakan penutupan wilayah diterapkan.
Kondisi pemulihan diperkirakan akan berjalan bertahap dalam tempo yang relatif lambat sekaligus dalam jangka panjang. Ekonomi Inggris mengalami kontraksi 20,4 persen pada April dan itu berjalan sejak Maret.
”Ini adalah bencana besar, secara harfiah dalam skala yang belum pernah terlihat sebelumnya dalam sejarah,” kata Paul Johnson, direktur lembaga think tank Institute for Fiscal Studies. ”Masalah sebenarnya adalah apa yang terjadi selanjutnya.”
Tekanan akibat pandemi Covid-19 diakui Menteri Keuangan Rishi Sunak. Ia mengatakan, ”Sejalan dengan banyak ekonomi lain di seluruh dunia, Covid-19 berdampak besar pada perekonomian kita.” (AP/AFP/REUTERS)