Meski Masih Diberi Sanksi AS, Venezuela Mengirimkan Minyak ke China
Berbeda dengan Iran yang terang-terangan mengirimkan minyak ke Venezuela menggunakan kapal miliknya, pengiriman dari Venezuela ke China menggunakan kapal milik perusahaan yang berbasis di Swiss.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
CARACAS, SABTU — Beijing melalui perusahaan minyak miliknya, China National Petrolium Corp, diketahui mengimpor minyak Venezuela selama setahun terakhir. Sanksi unilateral Amerika Serikat atas minyak Venezuela tidak menyurutkan langkah China mengimpor minyak Venezuela.
Berbeda dengan Iran yang terang-terangan mengirimkan bahan bakar minyak ke Venezuela menggunakan kapal miliknya, pengiriman asal Venezuela ke China menggunakan perusahaan dan kapal milik perusahaan yang berbasis di Swiss, Rosneft.
Rosneft membantah telah melakukan pelanggaran dalam transaksi tersebut. ”Dalam melakukan kegiatan bisnisnya, perusahaan ini selalu patuh pada aturan perdagangan internasional,” kata Rosneft dalam pernyataannya yang dikirimkan pada 5 Juni 2020.
Rosneft bukan satu-satunya pihak yang terlibat dalam kegiatan ini. Pemerintah Rusia dan perusahaan minyak milik Malaysia, Petronas, diduga juga ikut serta dalam proses pengiriman ini.
Kementerian Energi Rusia tidak menjawab permintaan komentar terkait hal ini. Lembaga Kerja Sama Pengembangan Perdagangan Eksternal Pemerintah Malaysia dan Petronas, dua lembaga yang disinyalir mengetahui hal ini, juga tidak memberi respons atas temuan ini.
Sementara Kementerian Luar Negeri China menyatakan tidak ada yang tidak pantas dalam transaksi perdagangan antara China dan Venezuela. Dalam pernyataannya, Kemenlu China menambahkan, sanksi AS telah memengaruhi China dan dunia, dan Beijing bermaksud tetap melanjutkan hubungan perdagangan dengan pemerintahan Presiden Nicolas Maduro dan rakyat Venezuela.
”Perdagangan itu sah dan menguntungkan rakyat kedua negara. Tidak akan terpengaruh oleh tindakan sanksi sepihak,” demikian pernyataan Kemenlu China.
Perpindahan di tengah laut
Sejak penetapan sanksi oleh AS, China mengambil alih posisi AS sebagai importir terbesar minyak Venezuela. Selama enam bulan pertama tahun 2019, rata-rata China mengimpor 350.000 barel minyak mentah per hari dari Venezuela.
Pengetatan sanksi perdagangan, termasuk minyak, oleh Pemerintah AS pada Agustus tahun lalu, membuat impor minyak China terhenti. China National Petrolium Corp (CNPC) memuat minyak mentah Venezuela di pelabuhan negara itu ketika pengetatan sanksi berlanjut.
Sesungguhnya, berdasarkan temuan Reuters, China tidak pernah benar-benar berhenti melakukan impor minyak Venezuela. Minyak mentah yang diproduksi Petroleos de Venezuela SA (PDVSA), perusahaan minyak milik Venezuela, terus berdatangan ke kilang-kilang pemrosesan di China.
Dengan bantuan Rosneft, perusahaan minyak milik Pemerintah Rusia dan metode pengiriman yang melingkar, minyak asal Venezuela dibuat seolah-olah berasal dari Malaysia.
Berdasarkan penelusuran, antara 1 Juli-31 Desember 2019, China telah mengimpor minyak mentah asal Venezuela sebanyak 18 kali dengan total 19,7 juta barel atau setara dengan lima persen total ekspor minyak Venezuela pada 2019. Diperkirakan Venezuela meraup dana sekitar 1 miliar dollar AS dari 18 kali pengiriman tersebut.
Menurut catatan pengiriman minyak yang diperoleh kantor berita Reuters, CNPC mengontrak satu tanker, Adventure, untuk membawa minyak mentah dari Venezuela pada 18 Juli dan mengeluarkannya di China pada 4 September 2019.
Pada 2019, kapal-kapal pengangkut minyak asal Venezuela masih berani berlayar secara langsung menuju ke tujuan akhir, pelabuhan di China. Tetapi, mulai awal 2020, pengiriman menggunakan metode lain yang melibatkan kapal-kapal kecil untuk mengangkut minyak di lokasi yang ditentukan di tengah laut. Hal ini berdasarkan penelusuran Reuters yang mendapat data dari perusahaan penyedia informasi keuangan Refinitiv Eikon dan foto-foto citra satelit.
Sumber Reuters yang merupakan analis perminyakan sejak tahun lalu telah mengendus adanya pengiriman minyak asal Venezuela ke China dengan taktik baru, yaitu pengiriman dari kapal ke kapal (ship to ship).
Berdasarkan data yang diperoleh, minyak PDVSA yang dikirim dengan metode ini rata-rata 283.000u barel per hari atau 24 persen lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah yang dilaporkan Bea Cukai China, yaitu 228.700 barel per hari.
Tanker berisi minyak mentah yang diproduksi PDVSA meninggalkan Venezuela tidak langsung menuju China, tetapi mengarahkan tujuannya ke perairan Malaysia, yakni di Selat Malaka. Beberapa mil dari lepas pantai Malaysia, kapal tanker itu memompa dan memindahkan muatannya ke belasan kapal yang lebih kecil.
Setelah muatan di kapal tanker kosong, kapal-kapal kecil itu pun melaju menuju ke China dan kemudian, menurut data Bea Cukai China, dilabeli minyak mentah asal Malaysia.
Taktik ini pernah dipakai Iran untuk mengelabui AS, yang juga menjatuhkan sanksi kepada negara itu. Dokumentasi Reuters menunjukkan, pada tahun 2015 dan 2019, minyak Iran yang dikirim ke China sering diberi label sebagai minyak produksi Irak, tetangga Iran. Salah satu operator di pelabuhan bongkar muat pernah membantah hal itu.
Michelle Bockmann, editor dan analis pasar pada lembaga Lloyd’s List, mengatakan, pelabelan ulang seperti yang terjadi pada minyak mentah Venezuela sangat jarang. Iran menjadi pengecualian.
Malaysia, sebagai negara produsen minyak menengah, secara tradisional tidak menjual minyak mentahnya ke China. Catatan impor minyak ”asal Malaysia” pada 2019 tercatat melonjak hingga 400 persen dibandingkan catatan Refinitiv Eikon, dibandingkan angka tiga tahun sebelumnya.
Elliot Abrams, perwakilan khusus Kementerian Luar Negeri AS untuk Venezuela, mengatakan, Washington tengah memikirkan kemungkinan adanya sanksi baru terkait temuan ini, termasuk perusahaan dan individu yang terlibat di dalamnya.
”Klien Asia sering tidak peduli tentang asal-muasal dan label barang selama mereka mendapatkan apa yang mereka butuhkan,” kata Abrams.
Washington tampaknya telah mengetahui hal ini dan telah memberikan tenggat pada 20 Mei kepada perusahaan-perusahaan yang memiliki kerja sama dengan Rosneft dan para pihak terlibat untuk memutuskan kontrak kerja mereka atau bersiap mendapat sanksi dari Pemerintah AS.
Perusahaan pemilik kapal tanker Adventure, Eastern Mediterranian Maritime Ltd, yang berbasis di Yunani, membantah temuan ini dan menyatakan tidak pernah menjalin kerja sama dengan PDVSA maupun organisasi mana pun yang tidak disetujui oleh AS.
Pada saat yang sama, perusahaan jasa pengangkutan maritim itu menyatakan, sesuai dengan sertifikat dan dokumen asal barang, minyak itu berasal dari Malaysia. (REUTERS)