AS Janji Tarik Pasukannya secara Bertahap dari Irak
Sisa pasukan Amerika Serikat yang dipertahankan di Irak akan dievaluasi keberadaannya sesuai dengan perkembangan ancaman dari kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) di Irak nanti.
Oleh
Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir
·3 menit baca
KAIRO, KOMPAS — Dialog strategis Amerika Serikat dan Irak melalui aplikasi Zoom yang berakhir pada Jumat (12/6/2020) dini hari melahirkan kesepakatan penting. Dalam kesepakatan itu ditegaskan, jumlah pasukan AS di Irak akan dikurangi secara bertahap dalam beberapa bulan mendatang.
Sisa pasukan AS yang dipertahankan di Irak akan dievaluasi keberadaannya sesuai dengan perkembangan ancaman dari kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) di Irak nanti.
Diperkirakan jumlah anggota pasukan AS di Irak saat ini 5.200 personel. Sebagian besar pasukan AS itu terkonsentrasi di pangkalan udara militer Ain al-Assad di Provinsi Al-Anbar, sekitar 160 kilometer arah barat kota Baghdad.
Selain itu, tentara AS juga terkonsentrasi di pangkalan udara militer Harir dekat kota Erbil, Kurdistan Irak, dan zona hijau di Baghdad di mana terdapat kantor Kedutaan Besar AS dan kantor-kantor Pemerintah Irak.
Dialog strategis AS-Irak itu digelar menyusul parlemen Irak pada Januari lalu mengeluarkan rekomendasi yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Irak. Rekomendasi itu menegaskan keharusan segera berakhirnya keberadaan pasukan asing di Irak.
Parlemen Irak meminta semua pasukan asing di Irak harus segera hengkang setelah tewasnya komandan pasukan elite Al-Quds dari Garda Revolusi Iran, Jenderal Qassem Soleimani, oleh serangan pesawat tanpa awak (drone) AS dekat Bandara Internasional Baghdad, awal Januari lalu.
Dalam dialog strategis AS-Irak itu, AS menegaskan tidak ingin membangun pangkalan militer permanen atau keberadaan pasukan AS secara permanen di Irak. Adapun Baghdad berjanji akan melindungi dan menjamin keamanan pasukan asing di Irak saat ini sesuai dengan hukum internasional dan kesepakatan bilateral tentang legitimasi keberadaan pasukan asing di Irak itu.
Pasukan asing yang tergabung dalam koalisi internasional melawan NIIS kembali datang ke Irak pada September 2014 atas undangan Pemerintah Irak dan mereka menempati beberapa pangkalan militer di Irak.
Saat itu, NIIS sudah menguasai 35 persen wilayah Irak dan mendekati kota Baghdad. Pasukan Irak yang dibantu pasukan koalisi internasional baru berhasil mengalahkan NIIS dan mengusirnya dari kota-kota di Irak pada 2019.
Sebelum datang kembali ke Irak tahun 2014, pasukan AS telah ditarik dari Irak secara keseluruhan pada 31 Desember 2011. Hal itu sesuai dengan perjanjian keamanan AS-Irak tahun 2008 yang menegaskan bahwa semua pasukan AS harus ditarik dari Irak hingga selambat-lambatnya 31 Desember 2011.
Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi mengatakan, digelarnya dialog strategis AS-Irak merupakan prestasi besar bagi Baghdad. Al-Kadhimi kepada kantor berita nasional Irak (NINA) mengatakan, dialog strategis berangkat dari prinsip kedaulatan dan kemaslahatan negara Irak yang berhasil dicapai dalam dialog tersebut.
PM Irak itu juga menyebut, dalam dialog strategis AS-Irak juga dicapai soal kerja sama strategis ekonomi AS-Irak. Disepakati, AS akan mengirim para penasihat ekonomi untuk membantu Pemerintah Irak melakukan reformasi ekonomi dalam upaya menyelamatkan perekonomian negara itu.
Seperti dimaklumi, Irak sejak Oktober 2019 dilanda aksi unjuk rasa besar-besaran rakyatnya, disebut musim semi Arab gelombang kedua, sebagai protes atas semakin terpuruknya ekonomi negara itu.
Rakyat Irak memprotes praktek korupsi yang merajalela dan tingginya angka pengangguran, serta buruknya pelayanan, seperti air dan listrik. Pemerintah Irak dari masa ke masa sejak rezim Saddam Hussein ambruk di Baghdad tahun 2003, dianggap gagal memimpin negara dan menyejahterakan rakyatnya.