Kematian Floyd Menginspirasi Seniman Afghanistan, Suriah, dan Palestina
Kematian George Floyd membuat semua orang berani menyatakan ketidaksetujuannya atas diskriminasi rasial atas nama apa pun, termasuk para seniman di kawasan perang Asia Selatan dan Timur Tengah.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
Kematian George Floyd, seorang warga kulit hitam di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat, tidak hanya mengundang simpati atau empati warga setempat. Kepergian Floyd yang tewas akibat kebrutalan polisi menginspirasi warga dunia, termasuk di Asia Selatan dan Timur Tengah yang tercabik-cabik karena perang.
Di salah satu sudut Kabul, ibu kota Afghanistan, sekelompok anak muda pegiat seni bergerak naik turun tangga untuk menggarap sebuah tembok dan melukiskan wajah Floyd di sana. Tepat di samping mural wajah Floyd, para seniman muda Afghanistan itu melukiskan tangan-tangan manusia yang mencoba menggapai bendera Iran, negara tetangga mereka.
Floyd, seorang warga keturunan Afrika-Amerika, tewas mengenaskan pada Mei akibat tindakan yang berlebihan Derek Chauvin, polisi yang berdinas di Kepolisian Minneapolis. Chauvin menekan leher Floyd selama lebih dari sembilan menit dan berakibat fatal.
Tindakan Chauvin, polisi berkulit putih, tidak hanya mengguncang AS, tetapi juga dunia. Solidaritas atas kematian Floyd serta tuntutan penghentian dan penghapusan diskriminasi rasial menjalar hampir ke seluruh pelosok bumi.
Mehr Aqa Sultani, salah satu seniman yang menggarap mural itu, mengatakan, Floyd adalah figur global saat ini. Meski sudah tiada, kematian Floyd membuat semua orang berani menyatakan ketidaksetujuannya atas diskriminasi rasial atas nama apa pun.
”Kami mengatakan ’tidak’ terhadap diskriminasi. Diskriminasi tidak ada manfaatnya bagi kami dan kita semua,” kata Sultani, yang merupakan anggota ArtLords, sebuah kelompok seniman muda.
ArtLords memiliki kehadiran penting di Kabul dan Afghanistan pada umumnya. Kelompok seniman yang didirikan oleh dua seniman, yaitu Omaid Sharifi dan Kabir Mokamel, itu banyak melukis pesan tentang keadilan sosial dan perdamaian di berbagai sudut kota Kabul.
Dikutip dari laman kelompok itu, ArtLord ingin mengubah wajah Kabul yang bengis dan kejam akibat peperangan menjadi wajah yang humanis. Pada saat yang sama, mereka juga menginginkan agar melalui mural-mural yang terpampang di setiap sudut kota, warga Afghanistan perlahan bisa bertransformasi, berpikir kritis, dan akhirnya mengajak warga, khususnya anak muda Afghanistan, bergerak bersama menjaga akuntabilitas dan transparansi di dalam tubuh pemerintah.
Seorang warga, Dost Muhammad Momand, yang melewati dan melihat mural tersebut, mengatakan, kejadian yang menimpa Floyd sangat menyakitkan. Kejadian itu mengingatkan dirinya terhadap kekerasan yang terjadi terus-menerus di Afghanistan.
”Seorang pria tidak berdaya akibat tindakan polisi dan bahkan menyebabkan kematiannya. Saya tinggal dan menjadi saksi peperangan yang terus-menerus terjadi selama 40 tahun. Perang telah menyebabkan diskriminasi yang tiada henti,” katanya.
Palestina dan Suriah
Tidak hanya di Afghanistan, seniman di Palestina dan Suriah, dua negara dengan konflik politik dan militer terburuk di Timur Tengah, juga melukis wajah Floyd sebagai bentuk solidaritas atas diskriminasi rasial yang terjadi atas warga kulit hitam dan warga kulit berwarna di Amerika Serikat.
Azis Asmar dan rekannya, Anis Hamdoun, melukis wajah Floyd di salah satu dinding sisa bangunan rumah di kota Idlib, salah satu kota yang paling parah terdampak perang di negara itu.
Asmar mengatakan, dirinya dan rekannya melukis mural Floyd sebagai simpati atas tindakan diskriminatif yang terjadi pada warga kulit hitam di AS.
”Meski kami juga adalah korban konflik, adalah sebuah kewajiban sebagai manusia untuk mengingatkan serta mendesak penghentian seluruh tindakan yang diskriminatif,” kata Asmar.
Di Palestina, seorang seniman, Taqi Spateen, melukis wajah Floyd di pada tembok yang memisahkan wilayah Israel dan Palestina di Betlehem. Dikutip dari laman mondoweiss.net, Spateen mengatakan, dirinya melukis wajah Floyd untuk mengingatkan semua orang hal yang menimpa rakyat Palestina, yaitu ketidakadilan.
Spateen mengatakan, dirinya tidak akan berhenti untuk melukis wajah Floyd atau wajah siapa pun yang menyimbolkan perjuangan yang sama seperti perjuangan warga Palestina, melepaskan diri dari penindasan dan tindakan yang diskriminatif. (AFP/REUTERS)