Beri Sanksi pada Penyidik, AS Dinilai Serang Mahkamah Pidana Internasional
AS setara dengan sejumlah negara Afrika yang menolak menyerahkan warganya yang dikejar ICC karena kejahatan perang. Sejak 2017, ICC mengumumkan dugaan tentara dan warga AS terlibat kejahatan perang di Afghanistan.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Amerika Serikat akan membekukan aset siapa pun yang berusaha menyelidiki, menangkap, atau menahan warganya yang diduga terlibat kejahatan perang di Afghanistan. Setiap orang yang terlibat penyelidikan, penangkapan, dan penahanan warga AS karena dugaan kejahatan perang di Afghanistan juga dilarang masuk AS.
ICC menyebut perintah eksekutif itu memengaruhi kebebasan peradilan dan upaya bersama melawan impunitas. ”Serangan pada ICC juga serangan terhadap kepentingan korban kekejaman,” demikian pernyataan ICC.
Menurut Human Rights Watch, perintah eksekutif Trump itu menunjukkan sikap penghinaan pada aturan hukum global.
Sebelum perintah eksekutif itu muncul, Washington telah lebih dari setahun melarang Jaksa Penuntut ICC Fatou Bensouda masuk AS. Bensouda telah ditugaskan menyelidiki dugaan keterlibatan tentara dan warga AS dalam dugaan kejahatan perang di Afghanistan. Dugaan ke AS berupa penyiksaan oleh tentara dan pegawai CIA pada tahanan. Selain terhadap AS, Bensouda juga telah dimandatkan memimpin penyelidikan dugaan kejahatan perang oleh Israel terhadap warga Palestina.
Perintah eksekutif itu membuat tindakan Presiden Trump itu sama dengan langkah sejumlah negara Afrika yang menolak menyerahkan warganya yang dikejar ICC karena kejahatan perang. Sudan sampai sekarang belum menyerahkan mantan presidennya, Omar al-Bashir, yang diduga terlibat kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Darfur.
”Tindakan Mahkamah Kriminal Internasional adalah serangan terhadap hak warga AS dan mengancam kedaulatan nasional. Seperti ditegaskan instruksi presiden, AS akan menggunakan semua cara untuk melindungi warga dan sekutu kami dari penyelidikan yang tidak adil oleh Mahkamah Kriminal Internasional,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih Kayleigh McEnany.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan sangat khawatir atas penugasan Bensouda dalam penyelidikan terhadap Israel. Ia juga menyebut, ICC akan menyelidiki negara lain yang mengirim pasukan ke Afghanistan jika sukses menyelidiki AS.
Namun, Eropa yang bersekutu dengan AS di Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) tidak mendukung klaim AS itu. Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Joseph Borrell menyebut, perintah eksekutif itu masalah serius. Sementara Menlu Belanda Stef Blok mengatakan sangat terganggu dengan sanksi AS terhadap ICC.
”Kami meminta AS tidak memberi sanksi pada pegawai ICC. Belanda sangat mendukung ICC dan akan terus melakukan itu. ICC sangat penting dalam melawan kekebalan hukum dan untuk menegakkan hukum internasional,” ujarnya.
Belanda merupakan lokasi sejumlah mahkamah internasional. Para penjahat perang dan penjahat kemanusiaan dibawa ke Belanda untuk diadili di sejumlah mahkamah internasional yang dipusatkan di Den Haag.
Larangan masuk
Pompeo mengatakan, sanksi ekonomi yang antara lain berupa penyitaan aset itu akan dipilah berdasarkan keadaan yang mendukung. Sementara larangan masuk AS akan diberlakukan pula kepada anggota keluarga penyidik ICC.
”Kami tidak suka menghukum mereka. Akan tetapi, kami tidak bisa membiarkan pejabat ICC dan keluarga ke AS untuk belanja, wisata, atau menikmati kebebasan lain di AS kala pejabat mereka mencari cara menyelidiki orang-orang yang mempertahankan kebebasan itu,” ujarnya.
Adapun Menteri Pertahanan AS Mark Esper mengatakan, AS berharap informasi terkait dugaan pelanggaran diserahkan kepada Washington. AS akan menindaklanjutinya.
”Sistem peradilan kami memastikan warga kami bertanggung jawab sesuai konstitusi AS, bukan ICC atau lembaga antarpemerintah yang melanggar batas,” ujarnya.
Sementara Jaksa Agung AS William Barr mengatakan, AS meragukan ICC. Kejaksaan AS mengklaim punya bukti korupsi dan penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat ICC. ”Kami khawatir negara asing seperti Rusia memanipulasi ICC demi mengejar agenda mereka,” ujarnya.
Namun, ia tidak menyajikan satu bukti pun untuk mendukung tudingan tersebut. Selain itu, seperti AS, Rusia bukan para pihak dalam ICC. Rusia keluar dari ICC sejak 2016. Sementara AS tidak meratifikasi konvensi terkait ICC. (AFP/REUTERS)