Pemerintah Jepang ingin memimpin G-7 ketika menyampaikan pernyataan sikap soal isu Hong Kong dan China. Jepang berada di persimpangan jalan, antara pemulihan hubungan bilateral dengan kerja sama luas dengan anggota G-7.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
TOKYO, RABU — Jepang mengajukan diri untuk menyusun draf pernyataan negara-negara industri anggota G-7 yang akan menyoroti situasi Hong Kong pasca-penerapan Undang-Undang Keamanan Nasional oleh China. Bersama keenam negara anggota lainnya, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Perancis, Italia, dan Jerman, Jepang akan mendorong kebijakan ”satu negara, dua sistem” sebagai sebuah kebijakan yang pas bagi Hong Kong dan warganya.
”Sangat jelas bahwa negara-negara G-7 memiliki misi untuk memimpin opini publik global dan Jepang ingin memimpin kelompok ini untuk menyatakan sebuah sikap yang didasari pada satu negara, dua sistem di Hong Kong,” kata Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe ketika berbicara di depan parlemen, Rabu (10/6/2020).
Abe menyatakan, negara-negara anggota G-7 adalah negara-negara yang memiliki kesamaan pandangan atas nilai-nilai universal kebebasan, demokrasi, dan supremasi hukum.
Pemerintahan Abe tengah berada di persimpangan jalan. Di satu sisi Abe dan kabinetnya, selama beberapa tahun terakhir, tengah berupaya menormalisasi hubungan dengan China yang kusut. Selain itu, kerja sama ekonomi antara kedua negara juga memiliki nilai yang cukup besar. Untuk melanjutkan proses normalisasi hubungan kedua negara, Presiden China Xi Jinping telah dijadwalkan untuk melakukan kunjungan balasan ke Jepang, pada bulan April lalu, setelah Abe melakukan kunjungan kenegaraan ke China pada tahun 2019. Akan tetapi, kunjungan Presiden Xi ditunda hingga batas waktu yang tidak ditentukan karena pandemi Covid-19.
Sikap Jepang terhadap isu Hong Kong juga cukup hati-hati. Pemerintahan Jepang memilih tidak ikut ketika empat negara, yaitu AS, Kanada, Australia, dan Inggris, mengeluarkan pernyataan terkait pemberlakuan UU Keamanan Nasional di Hong Kong oleh parlemen China, 28 Mei kemarin.
Pemerintah Jepang bertindak diplomatis dengan memanggil Duta Besar China untuk Jepang Kong Xuayou. Dikutip dari laman South China Morning Post, di hadapan Duta Besar China untuk Jepang itulah Pemerintah Jepang menyatakan sikap mereka dan ”sangat prihatin” atas pilihan kebijakan dan tindakan Pemerintah China menerapkan UU Keamanan Nasional di Hong Kong.
Dikutip dari kantor berita Kyodo, para menteri luar negeri negara-negara G-7 tengah menyusun draf pernyataan yang akan disampaikan pada pertemuan pemimpin negara G-7, 10-12 Juni 2020. Wakil Sekretaris Kabinet Jepang Naoki Okada menyatakan mereka akan terus berkoordinasi satu sama lain agar pesan yang terkirim sesuai dengan pandangan seluruh negara anggota.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chuying, dalam briefing harian, mengatakan, Beijing menyatakan ”keprihatinan yang mendalam” kepada Pemerintah Jepang atas pernyataan PM Abe di hadapan anggota parlemen. Pemerintah Jepang diminta menghormati kedaulatan dan hak China atas Hong Kong.
”Negara yang relevan harus mematuhi hukum internasional dan prinsip dasar hubungan internasional,” katanya. Dia menambahkan, urusan Hong Kong adalah sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah China.
Beberapa analis menilai, Pemerintah Jepang akan mengambil pendekatan yang lunak jika dipercaya menyusun draf pernyataan sikap negara-negara anggota G-7 agar tidak menimbulkan kemarahan Beijing.
Liang Yunxiang, analis hubungan internasional pada Universitas Peking, mengatakan, risiko keamanan yang besar jika konflik AS-China meluas, menjadi salah satu pertimbangan Jepang.
”Jepang memiliki risiko keamanan yang lebih besar jika pertikaian di Hong Kong antara AS dan Cina meningkat. Akibatnya, Pemerintah Jepang kemungkinan akan mengadopsi pendekatan yang lebih lunak dibandingkan dengan negara lain. Secara obyektif, mungkin akan lebih baik jika Jepang melayani kepentingan China,” kata Li.
Sementara Profesor Miwo Horono, analis hubungan internasional pada Universitas Ritsumeikan, Kyoto, mengatakan, langkah Abe untuk mengajukan diri mengambil tongkat kepemimpinan negara-negara G-7 dalam kasus Hong Kong adalah upaya Pemerintah Jepang mencari keseimbangan yang tepat antara dua kubu berdasarkan perspektif Jepang. Pemilihan konten dan bahasa di dalam pernyataan itu juga akan menjadi kunci keberlanjutan hubungan China-Jepang. (Reuters)