Indonesia-Australia Tetap Jajaki Peluang Bisnis di Tengah Pandemi
Pandemi Covid-19 tidak menghalangi kerja sama Indonesia-Australia. Komunikasi intensif terus dilakukan kedua pemerintah menjelang pemberlakuan secara resmi IA-CEPA pada 5 Juli 2020.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tekanan perekonomian yang kuat akibat pandemi Covid-19 tidak menghalangi Australia dan Indonesia mewujudkan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA). Komunikasi intensif terus dilakukan kedua pemerintah sembari dijajakinya peluang-peluang kerja sama bisnis menjelang pemberlakuan secara resmi IA-CEPA pada 5 Juli 2020.
Pernyataan itu disampaikan Duta Besar Australia untuk Indonesia Gary Quinlan dalam jumpa pers yang digelar secara virtual di Jakarta, Rabu (10/6/2020). Gary menyampaikan pernyataannya dari Canberra, Australia. Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia untuk sementara menarik Gary dari Jakarta ke Canberra pada awal April lalu, antara lain karena pertimbangan kondisi pandemi Covid-19.
Di bawah IA-CEPA, Australia akan segera menghilangkan semua tarif yang tersisa pada impor Indonesia ke Australia. Melalui siaran media, pihak Kedutaan Besar Australia di Indonesia juga menyatakan Australia juga telah memberikan persyaratan paling liberal untuk kendaraan bermotor listrik Indonesia dari perjanjian perdagangan Australia lainnya. Ditegaskan bahwa IA-CEPA berisi akses yang lebih baik dan lebih pasti ke pasar Indonesia untuk investor dan eksportir Australia.
Gary mengungkapkan pemerintah kedua negara terus berkomunikasi terkait finalisasi proses IA-CEPA. Para perwakilan pemerintah dan komunitas bisnis kedua negara juga terus menjajaki peluang kerja sama ekonomi. Meski diakui bahwa momentum kerja sama perekonomian kedua negara terbebani oleh tekanan akibat pandemi Covid-19, peluang kerja sama untuk jangka menengah-panjang masih terbuka luas.
Jika Pemerintah Australia membuka kembali larangan perjalanan, maka mengizinkan penerbangan bagi siswa-mahasiswa internasional dan pelaku bisnis akan menjadi hal yang utama.(Gary Quinlan)
Diungkapkan Gary, dirinya antara lain telah berkomunikasi dengan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, beberapa waktu lalu. Dengan Wishnutama dibahas peluang kerja sama di bidang kepariwisataan pascapandemi. Sementara dengan Luhut dibahas tentang kondisi investasi di kedua negara dan peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan investor-investor Australia di Indonesia.
”Jika Pemerintah Australia membuka kembali larangan perjalanan, maka mengizinkan penerbangan bagi siswa-mahasiswa internasional dan pelaku bisnis akan menjadi hal yang utama,” kata Gary seraya menyatakan pemerintahnya sangat hati-hati untuk mengakhiri kebijakan larangan keluar masuk negaranya selama pandemi Covid-19.
Kantor berita Associated Press melaporkan Covid-19 telah mendorong ekonomi Australia ke dalam kondisi resesi untuk pertama kalinya dalam 29 tahun sebagaimana tergambar pada triwulan I-2020. Situasinya diperkirakan akan semakin buruk karena proses pembukaan kembali ekonomi negara itu baru mulai berjalan. Sebagaimana halnya negara-negara lain, Australia pun terus mewaspadai kemungkinan gelombang kedua pandemi Covid-19.
Ekonomi Australia menyusut 0,3 persen pada periode Januari-Maret tahun ini. Efek akibat kebakaran hutan dan tahap awal dari kebijakan penguncian wilayah melawan pandemi Covid-19 melatarbelakangi kondisi itu. Konsumsi rumah tangga yang lemah adalah faktor utama di balik penurunan ini, terutama karena jutaan orang telah kehilangan pekerjaan mereka. ”Pada triwulan April-Juni dampak ekonomi itu masih terlihat parah. Mungkin jauh lebih prah daripada yang kita saksikan hari ini,” kata Menteri Keuangan Australia Josh Frydenberg, tengah pekan lalu.
Pemerintah Australia telah menjanjikan lebih dari 220 miliar dollar AS dalam bentuk stimulus. Bank sentral Australia juga telah memotong suku bunga acuannya seperempat poin persentase ke rekor terendah 0,5 persen untuk membantu meredam guncangan dari pandemi. Ekonomi Australia telah tumbuh sejak pertengahan 1991 dengan catatan triwulanan negatif sesekali termasuk selama krisis keuangan global pada 2008. Tekanan ekonomi kala itu dapat tertolong antara lain karena permintaan atas bijih besi dan batubara yang tinggi oleh China.
Gary menegaskan komitmen Australia untuk bekerja sama dengan Indonesia dalam mengatasi penanggulangan dan respons terhadap Covid-19 di Indonesia. Australia telah mengalihkan lebih dari 280 juta dollar Australia dari program pembangunan globalnya untuk mendukung kebutuhan medis dan kemanusiaan yang kritis. Program kerja sama itu terutama dilakukan bagi negara-negara tetangga Australia di kawasan Samudera Pasifik, Timor-Leste, dan negara-negara mitra lainnya di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Disebutkan Gary, Australia telah mengubah orientasi program pembangunannya di Indonesia untuk merespons langsung Covid-19. Termasuk di dalamnya adalah tambahan dana senilai 21 juta dollar Australia guna mendukung respons kesehatan, kemanusiaan, dan ekonomi Indonesia. Selain menggandeng sejumlah mitra kesehatan internasional, Australia juga mendukung Gugus Tugas Nasional Covid-19 Indonesia untuk mengurangi penyebaran virus korona tipe baru dan mengelola responsnya. Ini termasuk membantu memperkuat pengawasan dan pencegahan infeksi, meningkatkan kapasitas laboratorium dan meningkatkan perlindungan bagi petugas kesehatan.
Menurut Gary, pemerintahnya juga membantu memberikan saran kebijakan ekonomi kepada tingkat pemerintahan tertinggi pada Pemerintah Indonesia. Canberra juga memilih mempercepat proyek infrastruktur untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Selain itu, Australia ikut mengadaptasi pendidikan di Indonesia menjadi pembelajaran daring dan di rumah dan membantu petani mempertahankan produksi untuk menopang persediaan makanan di Indonesia.