China-Australia Berselisih Soal Rasisme di Sektor Pendidikan
Hubungan China dan Australia kian tegang. Setelah perang mulut soal Covid-19, kini kedua negara berselisih soal isu rasisme di sektor pendidikan di Australia.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
SYDNEY, RABU — Para pejabat Australia dan sejumlah universitas terkemuka di negara itu menolak klaim China yang menyatakan bahwa para pelajar harus ”berhati-hati” dalam memutuskan untuk belajar atau kuliah di Australia. Sikap ini sebagai respons sikap China sebelumnya yang memberikan peringatan kepada para pelajar di negaranya untuk ”berhati-hati dalam memilih studi di Australia”. Beijing menyebut ada persoalan rasisme di Australia.
Sebelumnya, China juga melarang warganya bepergian ke Australia. Perkembangan terakhir ini semakin meningkatkan ketegangan antara Beijing dan Canberra. Sebelumnya, hubungan kedua negara juga tidak akur soal pandemi Covid-19. Australia ikut menyerukan penyelidikan independen untuk mengungkap asal virus korona baru dan bagaimana China mengatasi wabah Covid-19.
Beijing pun bereaksi keras terhadap permintaan Australia itu dengan membalas Canberra di berbagai sektor, termasuk pariwisata, perdagangan, dan kini sektor pendidikan.
Menanggapi keinginan Australia agar dilakukan penyelidikan terkait asal virus korona baru, Duta Besar China di Canberra mengancam akan memboikot produk asal Australia. Ancaman ini kemudian diikuti oleh larangan ekspor daging sapi dari empat perusahaan Australia.
Hal itu kemudian diikuti dengan penerapan tarif 80 persen terhadap produk selai dengan tuduhan dumping. Langkah ini akan membebani petani selai setidaknya 350 juta dollar AS setahun.
Kini, giliran Kementerian Pendidikan China memberikan peringatan kepada para pelajarnya yang belajar di Australia bahwa telah ada ”sejumlah insiden diskriminasi terhadap warga Asia di Australia”.
Thompson menyesalkan bahwa sektor pendidikan telah ”terjebak di tengah-tengah tensi geopolitik”.
Menteri Pendidikan Australia Dan Tehan menyerang balik China dengan menegaskan bahwa Australia adalah negara multikultur yang terbuka terhadap pengunjung internasional. ”Keberhasilan kami mengendalikan pandemi berarti bahwa kami adalah salah satu negara paling aman di dunia bagi pelajar internasional saat ini,” ujar Tehan.
”Kami menolak pernyataan China yang menyatakan bahwa Australia adalah negara tidak aman bagi pelajar internasional,” ujarnya.
Rasisme terhadap orang Asia dilaporkan meningkat selama pandemi. Komisi Antidiskriminasi Negara Bagian New South Wales menyatakan, kasus rasisme yang muncul itu termasuk perundungan terhadap warga yang memakai masker, tindakan meludahi dan melecehkan mereka di depan publik, serta melontarkan kalimat bernada rasis yang ditulis di mobil dan properti pribadi.
Vicki Thompson, Pemimpin Eksekutif Group of Eight yang menghimpun delapan universitas terkemuka di Australia, mengatakan bahwa pihaknya ”prihatin” jika peringatan Beijing telah menghalangi pelajar untuk studi di Australia. ”Kami tidak memiliki bukti bahwa ada masalah diskriminasi rasial terjadi di kampus kami dan saya pikir perlu dicatat bahwa saat ini hanya ada sedikit mahasiswa di kampus,” kata Thompson.
Thompson juga menyesalkan bahwa sektor pendidikan telah ”terjebak di tengah-tengah tensi geopolitik”. Universitas di Australia telah menghadapi pukulan besar akibat pandemi. Dengan ditutupnya perbatasan untuk mengendalikan penyebaran Covid-19, para pelajar asing yang menjadi sumber miliaran dollar AS bagi sektor pendidikan menjadi terhalang untuk masuk ke Australia.
Peringatan perjalanan dari Beijing secara umum bersifat simbolis karena saat ini Australia masih menutup perbatasannya sehingga tidak ada warga asing yang bisa masuk ataupun keluar dari Australia. Namun, pernyataan China ini bisa mengganggu penciptaan ”koridor aman” bagi para pelajar asing untuk kembali ke Australia.
Bagi Australia, sektor pendidikan merupakan sumber pendapatan keempat terbesar setelah ekspor bijih besi, batubara, dan gas alam. Sebanyak 500.000 pelajar internasional mendaftar di universitas-universitas di Australia tahun lalu, yang menyumbang 37 miliar dollar Australia pada perekonomian Australia.