Dalam Isu Hong Kong, Jepang Tidak Mau Ikut Gendang AS dan Inggris
Isu Hong Kong tidak mudah bagi Jepang. Di satu sisi, mereka harus menjaga hubungan dengan AS, mitra penting dalam bidang keamanan. Namun, di sisi lain, China juga merupakan tetangga dekat dan rekan dagang yang penting.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
TOKYO, SENIN — Pemerintah Jepang tidak mau ikut-ikutan sejumlah negara Barat, seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dan Australia, yang mengeluarkan pernyataan tertulis berisi kecaman terhadap Pemerintah China terkait pemberlakuan Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong. Dengan sikap tersebut, Tokyo terlihat ingin menghindari gesekan dengan Beijing, salah satu mitra penting mereka di bidang ekonomi.
Kantor berita Jepang, Kyodo, Minggu (7/6/2020), melaporkan sikap terbaru Jepang dalam isu Hong Kong dengan mengutip pernyataan pejabat Jepang yang tak mau disebutkan namanya. Dilaporkan, ketegangan baru antara China dan AS dalam isu Hong Kong bisa memperumit rencana Jepang menerima kunjungan Presiden China Xi Jinping ke Jepang. Belum ada kabar soal jadwal kunjungan itu setelah rencana semula pada April lalu ditunda karena pandemi Covid-19.
AS, Inggris, Kanada, dan Australia mengeluarkan pernyataan tertulis berisi ”keprihatinan mendalam” mereka terhadap keputusan China pada 28 Mei lalu untuk memberlakukan UU Keamanan Nasional di Hong Kong. UU itu dinilai mengancam kebebasan rakyat Hong Kong serta melanggar kesepakatan tahun 1984 antara China dan Inggris tentang otonomi tingkat tinggi di Hong Kong berdasarkan formula ”satu negara, dua sistem”.
Pada 28 Mei lalu, parlemen China di Beijing secara resmi menyetujui pemberlakuan UU Keamanan Nasional di Hong Kong. Hampir semua anggota parlemen sepakat pada legislasi terkait keamanan di Hong Kong itu. Keputusan itu mencerminkan tekad pemerintahan Presiden Xi memperkuat cengkeraman kontrol atas Hong Kong menyusul unjuk rasa anti-pemerintahan di kota itu selama 11 bulan.
Meski menolak ajakan empat negara Barat untuk mengeluarkan pernyataan bersama, Tokyo secara terpisah melalui juru bicara pemerintah, Yoshihide Suga, mengeluarkan pernyataan sendiri dalam konferensi pers pada 28 Mei itu. Jepang menyatakan sangat khawatir dengan langkah China yang dinilai akan mengancam otonomi khusus dan kebebasan Hong Kong.
Harian The Japan Times, Minggu, melaporkan bahwa sikap Jepang membuat keempat negara Barat itu kecewa. Situasi tersebut tidak mudah bagi Jepang. Di satu sisi, mereka harus menjaga hubungan dengan AS yang selama ini rekan penting dalam bidang keamanan. Namun, di sisi lain, China juga merupakan tetangga dekat, rekan dagang, sekaligus negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia.
Menurut salah seorang pejabat, perwakilan Jepang sebenarnya sudah dilobi untuk mau ambil bagian dalam pernyataan bersama dengan empat negara Barat itu. Namun, Jepang menolak. ”Jepang mungkin lebih fokus dalam hubungannya dengan China. Tetapi, jujur, kami kecewa," ujar pejabat tersebut, seperti dikutip Kyodo.
Peringatan China
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, mengecam sikap negara-negara yang mengecam China terkait isu Hong Kong. China menilai komentar dan tuduhan yang tidak beralasan dari negara-negara terkait mengganggu urusan Hong Kong dan urusan internal China.
Lijian juga secara tersirat memperingatkan Jepang untuk tidak ikut-ikutan AS dan negara-negara Eropa dalam isu sensitif itu. Ia berharap Jepang akan bisa menjaga hubungan baik dengan China untuk merealisasikan kunjungan Xi ke Jepang.
Lijian juga secara tersirat memperingatkan Jepang untuk tidak ikut-ikutan AS dan negara-negara Eropa dalam isu sensitif itu.
Di bawah kebijakan China ”satu negara, dua sistem”, Hong Kong dijanjikan untuk terus memperoleh hak dan kebebasan wilayah semiotonom selama 50 tahun setelah wilayah bekas koloni Inggris itu diserahkan ke China pada 1997. UU Keamanan Nasional yang baru ditujukan untuk mencegah separatisme, subversi, intervensi asing, dan terorisme di Hong Kong.
Pada akhir November 2019, Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi pernah mengingatkan China akan pentingnya Hong Kong yang bebas dan terbuka agar tetap bisa berkembang di bawah model semiotonomi ”satu negara, dua sistem”. Pada waktu itu pun, Menlu China Wang Yi menegaskan, Hong Kong adalah isu dalam negeri China.
Ketika Motegi bertemu Wang Yi, kedua negara menyepakati kerja sama bilateral terkait kesehatan dan karantina hewan. Ini merupakan langkah awal untuk memulihkan ekspor Jepang ke China. China menghentikan impor daging dari Jepang sejak ada penyakit sapi gila pada tahun 2001.
Hubungan Jepang dan China rentan naik turun tak hanya di perdagangan, tetapi juga di isu politik. Selama ini, keduanya kerap berselisih dalam isu sengketa wilayah di Laut China Timur. Meski demikian, akhir-akhir ini, kedua negara tetap berusaha memperbaiki hubungan. Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe berkunjung ke China, Oktober tahun lalu. Saat itu, Abe dan Xi sama-sama berjanji akan mengupayakan hubungan yang lebih dekat lagi. (REUTERS)