China Akan Berbagi Vaksin Covid-19 pada Negara Lain dengan Harga Terjangkau
Pemerintah China menjanjikan kesetaraan akses dan harga yang terjangkau pada vaksin Covid-19 yang mereka kembangkan saat ini. Beijing menyatakan akan membagi vaksin Covid-19 yang mereka hasilkan ke negara-negara lain.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
BEIJING, SENIN – China akan memperkuat kerja sama internasional dalam uji klinis pengembangan vaksin Covid-19. Apabila vaksin sudah tersedia, China pun akan menjadikan vaksin Covid-19 tersebut sebagai “barang publik global” dan siap membaginya dengan negara-negara lain.
Hal itu disampaikan Menteri Sains dan Teknologi China Wang Zhigang dalam jumpa pers di Beijing, China, Senin (8/6/2020). Mengembangkan "vaksin masih menjadi strategi fundamental dalam usaha kami mengatasi penyakit karena virus korona,” kata Wang.
Akan tetapi, pengembangan vaksin sangat rumit dan membutuhkan waktu. “Ketelitian dalam pengembangan vaksin oleh para ilmuwan diibaratkan menari yang butuh langkah kaki yang tepat dan latihan,” tambah Wang.
Sejauh ini, China turut serta dalam perlombaan global mengembangkan vaksin Covid-19 dengan melakukan lima uji klinis kepada manusia secara terpisah.
Bulan lalu, pada forum Pertemuan Tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Assembly/WHA) Presiden China Xi Jinping bertekad bahwa vaksin yang nantinya berhasil dikembangkan China akan menjadi “barang publik global”. Menjadikan vaksin bisa diakses dengan harga yang terjangkau oleh negara-negara berkembang merupakan kontribusi China pada dunia.
Pandemi Covid-19, yang kini telah menginfeksi hampir tujuh juta orang dan menewaskan lebih dari 400.000 orang di seluruh dunia, pertama kali muncul di Wuhan, China, akhir tahun lalu. Virus itu kemudian menyebar ke hampir seluruh dunia, memaksa negara-negara memberlakukan karantina atau penutupan wilayah (lockdown), serta menyebabkan ekonomi dunia terpuruk dengan dampak paling buruk sejak Depresi Besar tahun 1930-an.
Pada awal Juni ini, Federasi Palang Merah Internasional (IFRC) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengingatkan negara maju dan industri farmasi untuk tidak mengamankan vaksin Covid-19 untuk sekelompok masyarakat tertentu atau beberapa negara tertentu saja. Kesetaraan akses menjadi penentu keberhasilan bersama masyarakat dunia mengakhiri pandemi global Covid-19.
Federasi Palang Merah Internasional dan PBB mengingatkan negara maju dan industri farmasi untuk tidak mengamankan vaksin Covid-19 untuk sekelompok masyarakat atau beberapa negara tertentu saja.
Peringatan itu dikeluarkan IFRC dan PBB karena ada indikasi beberapa negara maju dan industri farmasi ingin mengkooptasi akses vaksin Covid-19. Emanuel Capobianco, Direktur Kesehatan dan Keperawatan IFRC, menyebut fenomena itu dengan istilah "nasionalisme vaksin". Beberapa negara, dimotori oleh AS, telah menggelontorkan dana ke sejumlah perusahaan farmasi untuk mendapatkan akses atas vaksin bila perusahaan-perusahaan itu berhasil menemukan dan memproduksi vaksin Covid-19.
Pemerintah AS, misalnya, telah menggelontorkan dana senilai 1,2 miliar dollar kepada perusahaan farmasi AstraZeneca. Nilai itu setara dengan 300 juta dosis vaksin dari rencana 1 miliar vaksin yang akan diproduksi. AS juga mendekati perusahan farmasi Perancis, Sanofi, untuk akses yang sama. Lobi-lobi itu membuat berang Pemerintah Perancis.
Pemerintah Inggris juga melakukan hal sama pada AstraZeneca dengan menggelontorkan dana sekitar 47 juta poundsterling atau Rp 846 miliar dari total rencana 84 miliar poundsterling (setara Rp 1,5 triliun). Panjer itu dikucurkan Inggris untuk mendapatkan 100 juta dosis vaksin.
Sementara itu, empat negara anggota Uni Eropa, yaitu Perancis, Jerman, Italia dan Belanda, membentuk aliansi untuk mempercepat produksi vaksin di “tanah Eropa”, yang memungkinkan kerja sama dengan berbagai perusahaan farmasi, mulai dari pengembangan hingga produksi vaksin Covid-19. Aliansi ini juga menjanjikan akses vaksin yang lebih merata ke semua negara, termasuk negara-negara Afrika.
Hindari politisasi pandemi
Dalam buku putih yang dibagikan oleh Kantor Informasi Dewan Negara saat jumpa pers, Senin ini, pemerintah China mendesak adanya kerja sama global dengan mengimbau agar komunitas internasional menghindari saling tuduh dan mempolitisasi pandemi. Tetapi, dokumen tersebut tidak menyebutkan secara jelas negara-negara mana yang dimaksud Beijing mempolitisasi pandemi.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah menuduh China menutup-nutupi dan tidak transparan dalam pandemi. Beijing telah berulang kali menyangkal tudingan ini dengan mengatakan bahwa mereka membagikan informasi pandemi sejak awal terjadi. Berdasarkan buku putih itu, Direktur Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit China sudah memberitahu kemunculan virus korona baru kepada rekannya di AS pada 4 Januari 2020.
Namun, Senator AS dari Republik, Rick Scott, menyebutkan bahwa dirinya memiliki bukti bahwa China berupaya memperlambat atau menyabotase pengembangan vaksin Covid-19 oleh negara-negara Barat. “Kami harus menyelesaikan pengembangan vaksin ini. Sayangnya kami memiliki bukti bahwa komunis China mencoba menggagalkan atau memperlambat kami,” katanya selama wawancara dengan BBC TV.
“China tidak ingin kami... melakukannya pertama kali, mereka memutuskan untuk menjadi musuh AS dan demokrasi di seluruh dunia,” lanjut Scott.
Ketika ditanya bukti temuan itu, Scott menolak menyebutkannya. Namun, menurut dia, informasi itu berasal dari komunitas intelijen. “Vaksin ini sangat penting bagi kita semua agar perekonomian bisa berjalan kembali. Apa yang saya yakini adalah apakah AS atau Inggris yang melakukannya pertama kali, kita akan membaginya. China mengatakan tidak akan membaginya,” kata dia.
10 kandidat vaksin
Dalam lansekap pengembangan vaksin Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terdapat 10 kandidat vaksin Covid-19 yang kini memasuki tahap uji klinis. Lembaga atau konsorsium lembaga pengembang vaksin itu, antara lain, yakni University of Oxford/AstraZeneca, CanSino Biological Inc/Beijing Institute of Biotechnology, Moderna/National Institute of Allergy and Infectious Disease (NIAID).
Sementara itu, dalam laman resminya, The Coalition for Epidemic Preparedness Innovation (CEPI), sebuah konsorsium global untuk pengembangan vaksin, menyebutkan bahwa mereka memerlukan 2 miliar dollar AS untuk mengembangkan vaksin Covid-19 selama 12-18 bulan ke depan. Sejauh ini dana yang terkumpul mencapai 1,4 miliar dollar AS.
Dalam pengembangan vaksin Covid-19, CEPI bekerja sama dengan United Nations (UN) Foundation, lembaga filantrofi, dan lembaga riset.