Paket solusi politik Libya dibacakan Presiden Mesir, Abdel Fattah el-Sisi, dalam konferensi pers bersama Jenderal Khalifa Haftar dan Ketua Parlemen Libya, Aqila Saleh.
Oleh
Musthafa Abd Rahman
·3 menit baca
KAIRO, KOMPAS -- Mesir, Sabtu (6/6/2020), akhirnya menawarkan paket solusi politik di Libya yang dinamai Deklarasi Kairo untuk mengakhiri perang saudara yang berkecamuk sejak ambruknya rezim Pemimpin Libya Moammar Khadafy, Maret 2011.
Paket solusi politik Libya dibacakan Presiden Mesir, Abdel Fattah el-Sisi, dalam konferensi pers bersama Jenderal Khalifa Haftar Komandan Tentara Nasional Libya yang menguasai Libya timur dan Ketua Parlemen Libya, Aqila Saleh. Deklarasi Kairo ini terdiri dari setidaknya tujuh butir.
Pertama, gencatan senjata di Libya mulai berlakup sejak Senin, 8 Juni 2020. Kedua, pentingnya merujuk kepada rekomendasi konferensi Berlin terkait solusi politik di Libya.
Selain itu, ketiga, para pihak untuk menghormati semua inisiatif dan keputusan internasional terkait isu Libya.
Selanjutnya, butir keempat, berkomitmen melaksanakan deklarasi konstitusi Libya. Masyarakat internasional harus mengeluarkan semua milisi bayaran dari Libya sebagai butir kelima.
Pada butir keenam tercamtum, membubarkan milisi dan menyerahkan senjata mereka. Terakhir, pada butir ketuju, perwakilan yang adil untuk semua wilayah di Libya dalam dewan kepresidenan yang akan dipilih rakyat.
Mesir bersama Uni Emirat Arab (UEA) dan Rusia dikenal pendukung kuat Haftar yang berambisi menguasai Libya, menggantikan Khadafy yang tewas ditangan rakyatnya sendiri menyusul meletusnya revolusi rakyat pada tahun 2011.
Tawaran paket solusi politik tersebut disampaikan, menyusul kekalahan telak secara beruntun pasukan loyalis Haftar di berbagai wilayah di Libya barat.
Sejak Haftar menginstruksikan pasukannya menyerang Tripoli, 4 April 2019, pendekatan solusi politik di Libya yang digalang PBB sudah terkubur. Tindakan Haftar itu untuk memberi pesan bahwa solusi di Libya hanya melalui opsi militer.
Upaya Haftar gagal total setelah Turki turun tangan membantu GNA sejak 2019. Bahkan kini Haftar kehilangan hampir semua wilayah di Libya barat yang pernah dikuasainya pada 2019.
Kota Tripoli merupakan pertahanan terakhir lawan politik utamanya, Perdana Menteri Fayez al-Sarraj yang memimpin Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA).
GNA pimpinan al-Sarraj yang berkuasa di Tripoli lahir dari kesepakatan dalam konferensi Libya di kota Skhirat, Maroko, Desember 2015, di bawah dukungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pasukan GNA diberitakan kini malah menguasai kembali kota Sirte, Libya tngah (sekitar 450 km arah timur kota Tripoli) dan mencoba menguasai kota al-Jufra (sekitar 650 km arah tenggara kota Tripoli) yang merupakan basis terkuat pasukan loyalis Haftar diluar kota Benghazi, Libya timur.
Sejauh ini, al-Sarraj belum memberi respon resmi terhadap tawaran solusi politik di Libya dari Mesir itu. Namun, Ketua Dewan Tinggi Libya, Khaled al-Misri kepada stasiun televisi Aljazeera menegaskan, menolak berunding dengan Haftar.
Al-Misri adalah mitra al-Sarraj di tubuh GNA. Ia mengatakan, Haftar ingin kembali ke meja perundingan setelah mengalami kekalahan, dan kami menolak itu serta Haftar tidak memiliki basis massa.
Al-Misri lalu menambahkan, aneh Haftar memberi syarat untuk perundingan, padahal dia kalah perang sekarang. Ia meminta, Haftar menyerah diri dan akan diajukan ke mahkamah militer.
Al-Misri menyerukan, anggota parlemen di Tabruk segera bergabng dengan anggota parlemen di Tripoli dan mereka akan mengawasi jalannya pemilu mendatang.
Adapun Haftar yang merupakan Panglima Militer Libya timur, memuji Mesir yang telah membantu militer Libya dalam perang yang dia sebut melawan teroris. Khaftar menyebut, campur tangan Turki hanya semakin memperuncing perpecahan di Libya.
Haftar lalu menegaskan, akan terus berjuang untuk mengusir apa yang ia sebut sebagai kolonial Turki dari Libya. Ia menegaskan, Turki harus menghentikan mengirim milisi bayaran dan senjata ke Libya.
Menurut Haftar, Turki tidak hanya membahayakan terhadap Libya tetapi juga atas negara-negara tetangga Libya.
Haftar lalu menyatakan, mendukung inisiatif solusi politik dari Mesir dan harus dibentuk pemerintah persatuan nasional baru di Libya.
Sedangkan Aqila Saleh yang berkedudukan di Tabruk dan pro-Haftar mengatakan, militer Libya bergerak menuju ibu kota Tripoli untuk memerangi apa yang ia sebut sebagai teroris. Namun, lanjutnya, campur tangan Turki mencegah berlanjutnya misi militer Libya itu.