53 Tahun Perang Arab-Israel, Peristiwa yang Menyakitkan Bangsa Arab
Sampai saat ini, perang Arab-Israel tahun 1967 meninggalkan luka yang dalam bagi bangsa Arab dan sekaligus mengubah peta dunia Arab.
Oleh
Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir
·3 menit baca
AFP PHOTO / AHMAD GHARABLI
Warga Palestina yang berunjuk rasa melontarkan batu dengan ketapel ke arah polisi Israel dalam bentrokan di permukiman Shuafat di wilayah pendudukan Jerusalem Timur, 2 Juli 2014, setelah seorang remaja Israel diculik dan dibunuh, yang diperkirakan sebagai tindakan balasan atas pembunuhan terhadap tiga remaja Israel oleh kelompok militan. Hari ini, Jumat (5/6/2020) adalah 53 tahun perang Arab-Israel yang telah membentuk lanskap politik di Timur Tengah saat ini.
Hari ini, Jumat, 5 Juni 2020, adalah genap 53 tahun peristiwa yang sangat menyakitkan dan menyedihkan bagi bangsa Arab berlalu. Pada 53 tahun lalu, 5 Juni 1967, adalah hari meletusnya perang Arab-Israel yang berakhir dengan kekalahan bangsa Arab dari Israel.
Bangsa Arab menyebut 5 Juni 1967 sebagai hari kemunduran dan kegagalan. Hari itu merupakan petaka besar kedua bagi bangsa Arab setelah petaka pertama, yaitu berdirinya negara Israel pada 14 Mei 1948. Pada perang Arab-Israel, 5 Juni 1967 itu, kota Jerusalem Timur yang terdapat kompleks Masjid al-Aqsa, Tepi Barat, Jalur Gaza, Dataran Tinggi Golan di Suriah, dan Semenanjung Sinai (Mesir) jatuh ke tangan Israel.
Pasca-perang Arab-Israel tahun 1967 itu, terjadi eksodus besar-besaran kedua warga Palestina dari kota Jerusalem Timur, Tepi Barat, dan Jalur Gaza ke Jordania dan negara Arab lain. Peristiwa ini mengulang eksodus besar-besaran warga Palestina ke Lebanon, Suriah, Jordania, dan Irak pasca-diproklamasikannya negara Israel pada 14 Mei 1948.
Sampai saat ini, perang Arab-Israel tahun 1967 meninggalkan luka yang dalam bagi bangsa Arab dan sekaligus mengubah peta dunia Arab. Sampai hari ini, kota Jerusalem Timur, Tepi Barat, dan Dataran Tinggi Golan masih diduduki Israel.
AP PHOTO/ARIEL SCHALIT, FILE
Foto dokumentasi tanggal 8 Maret 2013 ini memperlihatkan menara tempat pasukan penjaga perdamaian PBB mengawasi area sekitar di Pintu Perlintasan Quneitra antara Suriah dan Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.
Mesir dan Suriah kemudian mengobarkan lagi perang Arab-Israel pada bulan Oktober 1973 untuk mengembalikan Semenanjung Sinai dan Dataran Tinggi Golan serta wilayah Palestina. Namun, perang Arab-Israel tahun 1973 gagal mengembalikan Dataran Tinggi Golan dan Semenanjung Sinai. Mesir akhirnya berhasil mendapatkan kembali Semenanjung Sinai melalui perundingan damai Mesir-Israel di Camp David tahun 1979.
Setelah gagal melalui opsi militer, bangsa Arab lalu mencoba memilih opsi perundingan damai dengan Israel untuk mengembalikan kota Jerusalem Timur, Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Dataran Tinggi Golan. Maka terjadilah perundingan damai di Madrid, Spanyol, tahun 1991 antara Israel di satu pihak dengan Suriah, Jordania, serta Palestina di pihak lain. Namun, perundingan damai Madrid juga gagal mengembalikan wilayah Arab tersebut dari Israel.
Palestina akhirnya menempuh jalan sendiri melalui kesepakatan Oslo dengan Israel tahun 1993 untuk mengembalikan kota Jerusalem Timur, Tepi Barat, dan Jalur Gaza. Namun, kesepakatan Oslo hanya bisa melahirkan wilayah otonomi Palestina di Jalur Gaza dan beberapa kota di Tepi Barat. Israel sampai hari ini masih menduduki kota Jerusalem Timur dan Tepi Barat, serta terus memblokade Jalur Gaza.
AP PHOTO/DOUG MILLS
Dalam foto dokumentasi tanggal 28 September 1995 ini, Presiden AS Bill Clinton menyaksikan Presiden Mesir Hosni Mubarak (kanan) berjabat tangan dengan Pemimpin PLO Yasser Arafat di Ruang Timur Gedung Putih setelah penandatanganan kesepakatan Timur Tengah. Di sebelah kiri, terlihat Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin (kiri) dan Raja Hussein dari Jordania (kedua dari kiri).
Kini, setelah 53 tahun berlalu dari perang Arab-Israel 5 Juni 1967, semua jalan menuju solusi konflik Arab-Israel menjadi buntu. Bahkan, posisi bangsa Arab semakin terpuruk di tengah ketimpangan kekuatan semua sektor yang semakin hari semakin membuat Israel berada di atas angin.
Israel kini praktis semakin unggul atas bangsa Arab dalam semua sektor kehidupan, seperti teknologi, ekonomi, sosial-budaya dan politik. Sebaliknya bangsa Arab semakin terperangkap dalam konflik internal, seperti perang saudara, pertarungan politik dan ideologi, serta keterpurukan ekonomi.
Hal itu membuat posisi tawar bangsa Arab semakin lemah di hadapan Israel. Kota Jerusalem Timur, Tepi Barat, dan Dataran Tinggi Golan pun semakin jauh dari tangan bangsa Arab.
Bahkan, Amerika Serikat (AS) telah mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan pada Maret 2019. Sebelumnya pada Desember 2017, AS juga telah mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Kini Israel dengan didukung AS tengah bersiap menganeksasi Lembah Jordan dan permukiman Yahudi di Tepi Barat pada awal Juli nanti.