Negara-negara Miskin Diberi Kelonggaran Pembayaran Utang
Kebijakan pelonggaran semata-mata guna membantu penanganan dampak ekonomi dari pandemi Covid-19 dan diharapkan membantu negara-negara miskin dalam menangani dampak ekonomi akibat Covid-19.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
WASHINGTON DC, KAMIS -- Para menteri keuangan negara-negara Kelompok Tujuh atau G-7, Rabu (3/6/2020) waktu Washington DC, mengatakan, inisiatif pelonggaran pembayaran hingga kemungkinan penghapusan utang bagi negara-negara termiskin di dunia dapat diperpanjang hingga melewati tahun ini.
Dalam pernyataan bersamanya, para menteri keuangan G-7 mendesak semua kreditor resmi untuk bergabung dalam inisiatif tersebut. Kebijakan pelonggaran pembayaran itu semata-mata guna membantu penanganan dampak ekonomi negara-negara itu dari pandemi Covid-19.
Para menteri keuangan G-7 menyerukan penguatan pelaporan data utang publik, dan mengatakan semua kreditor -- publik dan swasta -- harus membuat keputusan peminjaman yang bertanggung jawab sesuai dengan pedoman keberlanjutan utang. Pernyataan itu dirilis di Washington DC, Amerika Serikat.
Para menteri di negara dengan perekonomian paling maju di dunia itu juga mengatakan kreditor harus sepenuhnya mengungkapkan persyaratan utang publik. Mereka juga mendorong pembatasan penggunaan klausul kerahasiaan, termasuk untuk milik negara perusahaan.
Referensi yang dicontohkan adalah praktik yang dilaporkan digunakan oleh China, kreditor utama bagi negara-negara berpenghasilan rendah.
Pernyataan itu menyusul digelarnya pertemuan virtual para menteri. Pertemuan itu digelar di tengah peringatan bahwa negara-negara dengan ekonomi berpenghasilan rendah dan pasar negara berkembang akan membutuhkan lebih banyak dana untuk mengatasi kondisi krisis. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan dana awal yang dibutuhkan mencapai 2,5 triliun dollar AS.
Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan dana awal yang dibutuhkan mencapai 2,5 triliun dollar AS.
Inisiatif pengurangan utang yang ditawarkan oleh negara-negara Kelompok 20 (G-20), termasuk China, dan kreditor resmi Paris Club mencapai 12 miliar dollar AS dalam likuiditas tambahan hingga akhir tahun. Namun sejauh ini aplikasi yang masuk kurang dari separuh dari total 73 negara yang memenuhi syarat. Bahkan partisipasi dari sektor swasta dilaporkan mandek.
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan kepada Washington Post dalam sebuah wawancara daring bahwa para pejabat G-7 telah sepakat untuk "bekerja tanpa henti”. Mereka akan memastikan bahwa semua negara yang memenuhi syarat dapat memperoleh manfaat dari rencana pengurangan utang.
Bulan lalu Georgieva mengatakan kepada Reuters bahwa beberapa negara enggan mencari bantuan utang berdasarkan rencana G-20. Sebab mereka khawatir hal itu dapat merusak peringkat kredit mereka.
Pada tengah pekan ini Georgieva mengatakan negara-negara pasar berkembang mungkin perlu merestrukturisasi utang mereka di masa depan. Hal itu semata karena mengingat dampak krisis ekonomi dan penurunan tajam dalam pendapatan pada negara-negara pengekspor komoditas.
Sementara Presiden Bank Dunia David Malpass pekan lalu telah memperingatkan bahwa "lebih banyak" keringanan hutang akan dibutuhkan. Ia mendesak semua kreditor komersial untuk "berpartisipasi dengan persyaratan yang sebanding dan tidak mengeksploitasi penghapusan utang pihak lain."
Dalam pernyataan mereka, para menteri G-7 menyoroti pentingnya pembiayaan sektor swasta untuk pembangunan berkelanjutan. Mereka juga mendesak kemajuan cepat dalam menciptakan basis data untuk pinjaman sektor swasta ke negara-negara berpenghasilan rendah.
Pertemuan tingkat menteri itu berlangsung beberapa hari setelah Presiden AS Donald Trump menyebut G-7 sebagai badan yang "ketinggalan zaman”.
Trump juga mengatakan akan mengundang Rusia, Australia, India, dan Korea Selatan untuk mengambil bagian dalam pertemuan puncak para pemimpin yang ditunda pada bulan September mendatang. (REUTERS)