Hak Semua Bangsa, Tidak Boleh Ada Nasionalisme Vaksin
Vaksin Covid-19 dinilai harus menjadi barang publik dan bisa diakses oleh setiap orang. Tidak boleh ada nasionalisme vaksin oleh satu negara tertentu atau industri farmasi tertentu.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
ANP/AFP/KOEN VAN WEEL
Seorang peneliti bekerja di laboratorium UMC Amsterdam di Amsterdam, Belanda, 28 Mei 2020.
DEN HAAG, KAMIS – Federasi Palang Merah Internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengingatkan negara maju dan industri farmasi untuk tidak mengamankan vaksin Covid-19 untuk sekelompok masyarakat tertentu atau beberapa negara tertentu saja. Kesetaraan akses menjadi penentu keberhasilan bersama masyarakat dunia mengakhiri pandemi global Covid-19.
Peringatan itu dikeluarkan Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) karena ada indikasi beberapa negara maju dan industri farmasi ingin mengkooptasi akses vaksin Covid-19.
"Kita semua perlu memerangi apa yang sekarang disebut nasionalisme vaksin. Kalau virus ini ada, akan selalu ada potensi untuk menginfeksi ratusan ribuan atau bahkan jutaan orang di seluruh dunia," kata Emanuel Capobianco, Direktur Kesehatan dan Keperawatan IFRC, Rabu (3/6/2020).
Berdasarkan data worldmeter.info, hingga Kamis (4/6/2020), jumlah kasus Covid-19 di seluruh dunia telah mencapai angka 6,573 juta kasus positif. Jumlah warga yang meninggal dunia mendekati angka 400.000 jiwa.
Sejumlah negara juga terus melaporkan jumlah kematian yang terus meningkat. Meski demikian, jumlah warga yang sembuh juga meningkat, yaitu sebanyak 3,17 juta orang.
Capobianco mengatakan, akses terhadap vaksin tidak perlu dipermasalahkan apabila sudah ada komitmen secara global bahwa seluruh negara, tanpa memandang kaya atau miskin, memiliki akses yang setara.
Kita perlu memastikan, dalam semangat global, vaksin ini adalah barang milik publik. Ini harus menjadi inti agenda politik Covid-19
Namun, karena semua pihak masih menunggu vaksin yang benar-benar ampuh untuk bisa mengendalikan virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19, menurut Capobianco, solidaritas global dalam bentuk investasi bersama untuk menemukan vaksin, produksi hingga distribusi menjadi penting.
Kompas
Foto pada 15 APril 2020 ini memperlihatkan petugas kesehatan dengan memakai alat pakaian pelindung diri memeriksa lingkungan yang dihuni pengungsi Rohingya di Cox\'s Bazar, Bangladesh. Penduduk miskin dan pengungsi adalah kelompok warga yang paling rentan terpapar Covid-19.
"Kita perlu memastikan, dalam semangat global, vaksin ini adalah barang milik publik. Ini harus menjadi inti agenda politik Covid-19,” kata dia.
Capobianco juga mengingatkan bahwa solidaritas global harus memastikan tidak ada satu pun negara, satu kelompok masyarakat pun yang ditinggalkan ketika berbicara soal akses atas vaksin Covid-19 ini.
"Kontrak sosial secara global atas akses vaksin adalah sebuah keharusan moral yang menyatukan kita semua dalam kemanusiaan,” tambah mantan Kepala Bidang Kesehatan dan Gizi UNICEF Mozambik ini.
Kekhawatiran Capobianco dan PBB beralasan. Beberapa negara, dimotori oleh Amerika Serikat, yang baru saja memutuskan hubungan dengan Organisasi Kesehatan Dunia WHO, telah menggelontorkan dana ke sejumlah perusahaan farmasi untuk mendapatkan akses atas vaksin bila perusahaan-perusahaan itu berhasil menemukan dan memproduksi vaksin Covid-19.
Pemerintah AS, misalnya, telah menggelontorkan dana senilai 1,2 miliar dollar kepada perusahaan farmasi AstraZeneca. Nilai itu setara dengan 300 juta dosis vaksin dari rencana 1 miliar vaksin yang akan diproduksi.
REUTERS/DADO RUVIC/ILUSTRASI
Botol-botol kecil berlabel stiker ”Vaksin Covid-19” dan jarum suntik medis dalam foto ilustrasi yang diambil pada 10 April 2020.
Tidak hanya AstraZeneca, AS juga mendekati perusahan farmasi Perancis, Sanofi, untuk akses yang sama. Lobi-lobi itu membuat berang Pemerintah Perancis.
Pemerintah Inggris juga melakukan hal sama pada AstraZeneca dengan menggelontorkan dana sekitar 47 juta poundsterling atau setara dengan Rp 846 miliar dari total rencana 84 miliar poundsterling (setara Rp 1,5 triliun). Panjer itu dikucurkan Inggris untuk mendapatkan 100 juta dosis vaksin. (Kompas.id, 30 Mei 2020)
Sebanyak 37 negara berkembang bersama WHO juga telah mendesak negara-negara maju dan industri farmasi untuk membuka akses terhadap pengembangan vaksin.
Bersama WHO, ke-37 negara, salah satunya adalah Indonesia, mendorong kesetaraan akses calon vaksin dengan membangun platform Covid-19 Technology Access Pool(C-TAP), yang berisikan soal urutan data dan gen, publikasi hasil uji klinis hingga soal lisensi perawatan, diagnostik hingga vaksin itu sendiri.
Namun, inisiatif itu tidak mendapat sambutan yang cukup baik dari industri farmasi. Federasi Produsen dan Asosiasi Farmasi Internasional menyoal perlindungan hak paten atau hak atas kekayaan intelektual dari vaksin yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan farmasi.
Bagi Capobianco, pandangan seperti itu adalah sebuah bentuk diskriminasi dan sangat mengkhawatirkan. "Ini adalah penyakit yang mempengaruhi sebagian besar orang miskin, kelompok yang paling rentan,” kata dia.
Aliansi percepat vaksin di Eropa
Sementara itu, sebuah pandangan dan kebijakan yang berbeda dikeluarkan empat negara anggota Uni Eropa, yaitu Perancis, Jerman, Italia dan Belanda.
Mereka membentuk aliansi untuk mempercepat produksi vaksin di “tanah Eropa”, yang memungkinkan kerja sama dengan berbagai perusahaan farmasi, mulai dari pengembangan hingga produksi vaksin Covid-19.
Aliansi ini juga menjanjikan akses vaksin yang lebih merata ke semua negara, termasuk negara-negara Afrika.
Kompas
Foto bertanggal 29 Mei 2020 memperlihatkan petugas kesehatan tengah membagikan masker wajah kepada warga di lokasi permukiman di Medelin, Kolombia.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Belanda, Rabu (3/6), kolaborasi empat negara itu diharapkan memberikan hasil tercepat dan terbaik dari para pemain kunci di bidang farmasi dalam pengembangan dan penemuan vaksin Covid-19.
“Jerman, Perancis, Italia dan Belanda meyakini bahwa hasil yang sukses memerlukan strategi dan investasi bersama,” kata Kemenkes Belanda dalam pernyataannya.
Ditambahkan, aliansi tengah menjajaki kepastian kerja sama dengan industri farmasi agar nantinya vaksin bisa diakses secara luas dan terjangkau.
Upaya keempat negara yang menyatakan akan menjanjikan akses vaksin bagi semua, termasuk negara-negara Afrika cukup melegakan ditengah kemungkinan terjadinya ketimpangan akses antara negara kaya dan miskin. (AFP/REUTERS)