Mengubah Kota Panjang Usia
Wajah kota akan berubah setelah Covid-19 karena manusia dan perusahaan juga berubah hidupnya. Rencana tata kota bisa berubah drastis terutama pada perkantoran.
Pandemi Covid-19 tak hanya mengubah kebiasaan hidup sehari-hari manusia tetapi juga mengubah wajah kota yang semula gemerlapan menjadi suram. Akibat kebijakan karantina untuk mencegah penyebaran virus korona baru diberlakukan, banyak gedung perkantoran tak lagi terang-benderang.
Kondisi itu membuat sedikitnya 6,3 juta penduduk di dunia mau tak mau harus bekerja di rumah sejak awal Januari 2020.
Barangkali kondisinya akan tetap begitu karena banyak perusahaan yang tak mau lagi berkantor di gedung bermenara tinggi. Selain itu, banyak juga orang yang mempertimbangkan untuk tidak bekerja lagi di kantor dan memilih tetap bekerja dari rumah.
Seperti perusahaan Twitter, misalnya, yang menyatakan semua karyawan boleh bekerja dari rumah selamanya. Sementara Google dan Facebook boleh bekerja dari jauh sampai tahun depan.
Baca juga: Tetap Produktif Meski Covid-19 Menghadang
Bank-bank ternama juga mengindikasikan tidak akan lagi berkantor di gedung bermenara tinggi di London, Inggris, dan Manhattan, Amerika Serikat.
“Wajah kota akan berubah setelah Covid-19 karena manusia dan perusahaan juga berubah hidupnya. Rencana tata kota bisa berubah drastis terutama pada perkantoran,” kata Kepala Perusahaan Perumahan Knight Frank Singapura, Ethan Hsu.
Berdasarkan data dari PBB, lebih dari dua pertiga populasi dunia diperkirakan tinggal di wilayah perkotaan pada tahun 2050 atau naik 56 persen dibandingkan hari ini.
Perubahan perencanaan kota dan infrastrukturnya bukan hanya terjadi kali ini. Setelah epidemi-epidemi sebelumnya, wajah kota selalu berubah termasuk sistem sanitasi, pembuangan, angkutan umum, dan aturan perumahan. Kali ini pun akan ada perubahan.
Hidup lebih baik
Berbagai kota seperti Amsterdam di Belanda dan Sidney, Australia, mulai bersiap mengubah kota untuk menjamin ketersediaan bahan pangan berikut distribusinya, menambah lahan hijau, memperlebar trotoar, menambah jalur sepeda, dan memanfaatkan teknologi untuk memastikan warga menjaga jarak fisik.
Perubahan pada pusat kota ini menjadi kunci karena merupakan pusat kendali ekonomi dan didukung beragam perkantoran, pertokoan, restoran, bar, pusat hiburan, dan pemukiman. Itu semua biasanya terhubung oleh sistem angkutan umum.
Baca juga: Kembangkan Angkutan Massal Berkualitas di Setiap Kota
Sebenarnya bekerja dari luar kantor atau di rumah sudah mulai menjadi tren di banyak negara di dunia jauh sebelum wabah korona datang. Dengan adanya ketentuan menjaga jarak fisik yang membatasi jumlah karyawan yang boleh masuk, kini banyak yang mulai memikirkan ulang manfaat gedung kantor mereka.
Pakar Perencanaan Lingkungan dan Perkotaan di Griffith University, Australia, Tony Matthews, ini yang mendorong para perencana kota dan pemerintah untuk mengkaji ulang dan merancang ulang pusat-pusat bisnis.
“Kalau jumlah penduduk yang datang bekerja ke kantor turun, perlu ada cara untuk tetap menjaga wilayah pusat kota ramai dan mendatangkan pemasukan,” ujarnya.
Ia menilai ada sejumlah wilayah yang perlu didesain ulang jika tidak lagi menguntungkan secara ekonomi seperti wilayah pertokoan. “Ada gedung yang mungkin harus dibongkar atau alih fungsi karena tempat publik dan infrastruktur kan juga nanti berubah,” ujarnya.
Ada preseden untuk transformasi wajah kota semacam ini. Matthews mengatakan berbagai kota di dunia telah mengubah bangunan industri lama dan gedung-gedung tua di pinggir laut atau sungai menjadi galeri seni, kafe, apartemen, dan tempat hiburan yang hingar-bingar.
Baca juga: Konektivitas Ramah Lingkungan Digagas
Contohnya seperti, Canary Whatf di London, Inggris, salah satu pelabuhan terbesar di dunia. Wilayah itu direvitalisasi menjadi wilayah finansial yang berharga tinggi pada tahun 1980-an dan 1990-an.
Dipaksa keadaan
Perubahan kota biasanya didorong karena adanya peristiwa mengentak seperti bencana atau musibah. Seperti serangan teroris 11 September 2001 di New York, AS, yang memaksa banyak perusahaan berduyun-duyun memindahkan kantornya di wilayah pinggiran kota.
Survei yang dilakukan 1 Juni lalu menyebutkan banyak karyawan yang bekerja di pusat bisnis Singapura ingin tetap bekerja di rumah setelah kebijakan karantina dicabut. Ini karena mereka sudah merasa terganggu dengan kebisingan bar dan restoran yang selalu ramai.
“Pengguna jalan yang berkurang berarti akan ada ruang yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan lain seperti trotoar untuk pejalan kaki dan jalur sepeda. Atau bisa juga taman, tempat acara-acara luar ruang, atau kegiatan olahraga luar ruang lainnya,” kata Hsu.
Di dalam laporan rekomendasi untuk membuka kembali Washington, D.C disebutkan akan ada tambahan ruang trotoar untuk pejalan kaki dan restoran. Laporan itu menyebutkan rencana apapun harus dipastikan setiap orang memiliki akses yang sama terhadap perumahan, makanan sehat, dan fasilitas masyarakat.
Direktur Penelitian Pusat untuk Kota Berkelanjutan di WRI Ross, Anjali Mahendra, mengatakan jika semakin banyak orang bekerja di rumah maka perekonomian kota-kota akan terdampak. Perubahan apapun yang akan dilakukan tetap harus bisa menyeimbangkan sisi ekonomi dan kesehatan masyarakat.
“Kota-kota sedang mempertimbangkan strategi seperti memindahkan bisnis ke luar ruang, desain ulang jalanan dan ruang publik, memakai lahan parkir, dan membuat jalur sepeda,” ujarnya.
Dengan semakin banyaknya warga yang berjalan kaki, bersepeda, dan menaiki angkutan umum, lanjut Mahendra, perlu ada investasi pada sepeda, trotoar, dan infrastruktur lain yang mendukung mobilitas warga. “Ini kesempatan baik bagi kota untuk memperbaiki sistem transportasinya,” ujarnya.
Baca juga: Sepeda untuk Kehidupan Manusia
Untuk jangka panjang, kata Hsu, kota akan tetap mempertahankan pusat perekonomiannya di pusat kota. Tetapi lama-kelamaan akan ada dorongan kuat untuk memindahkan kegiatan komersial dan membangun klaster bisnis di luar pusat kota.
“Para perencana kota mau tak mau harus mendesain ulang kota untuk merespon perubahan perilaku dan gaya hidup penduduknya,” kata Hsu. (REUTERS)