Warga Kulit Hitam Minneapolis bagai Pelanduk Mati di Tengah
Para tokoh masyarakat Afrika-Amerika dan lain di Minneapolis mengimbau warga agar tetap tinggal di rumah. Gelombang protes dikhawatirkan masih akan berlanjut. WNI pun diimbau waspada dan menjauhi kerumunan massa.
Di dinding tembok dekat lokasi tewasnya George Floyd (46) di Minneapolis, Minesota, Amerika Serikat, tertulis nama Floyd dan sejumlah korban kebrutalan polisi yang lainnya dalam bentuk mural.
Ratusan pejalan kaki yang melintas di dekat mural tersebut berhenti sejenak. Mereka memberikan penghormatan terakhir dengan bunga atau secarik kertas berisi pesan.
”Kami George. Kami tidak bisa bernapas,” teriak massa yang berkumpul, Sabtu (30/5/2020) waktu setempat, menirukan kata-kata terakhir Floyd kepada Derek Chauvin, polisi yang menangkapnya, Senin lalu.
Permintaan Floyd tidak dipedulikan polisi yang menekan leher Floyd selama 9 menit dengan dengkulnya itu.
Di bawah mural tersebut tertulis tuntutan ”hukum polisi-polisi itu” dan ”penjarakan saja semua polisi pembunuh yang rasis”.
Baca juga: Kericuhan Rasial Kembali Terjadi di AS
Massa yang berkumpul di lokasi kematian Floyd itu diisi dengan pidato bergantian. Tidak ada suasana ricuh dan rusuh, bahkan penjarahan dan pembakaran seperti yang terjadi di tempat-tempat lain saat malam hari.
Christina Gonzalez (33), warga New York, bisa merasakan apa yang dialami Floyd. Begitu pula dengan massa yang datang dari aneka ragam etnis dan ras di AS. ”Semua bisa merasakan hal yang sama karena banyak yang pernah mengalami kebrutalan polisi,” ujarnya.
Alex Washington (37), pegawai pemerintah, juga pernah ditangkap polisi hanya karena bersepeda di trotoar. Bahkan, ia pernah ditangkap polisi hanya karena berlari terlalu cepat ketika sedang menyeberang jalan.
”Sudah tidak terhitung berapa kali saya digiring ke kantor polisi hanya karena masalah sepele,” ujarnya.
Ia lelah dan bosan merasa dibenci orang lain terus hanya karena berkulit hitam. Karena itu, ia lega dan senang saat melihat banyak orang dari beraneka ragam etnis dan ras datang berkumpul dan berdoa untuk Floyd. Perasaan serupa juga diceritakan Keira.
”Saya tidak takut lagi karena berkulit hitam. Baru sekarang saya merasa nyaman karena tahu saya mendapat dukungan dari masyarakat,” ujarnya.
Brianna Petrisko menilai AS sedang sakit dan semua orang harus bersuara. Protes dengan turun ke jalan dianggap sebagai satu-satunya cara agar suara mereka didengar.
Sam Allkija (29) juga menilai kerusuhan yang terjadi menunjukkan frustrasi dan amarah masyarakat kulit hitam yang sudah lama terpendam.
”Saya tidak membenarkan apa yang terjadi tetapi harus dilihat lebih dalam penyebabnya,” ujarnya.
Kerusuhan
Sejak Floyd tewas, protes berujung kerusuhan terjadi tidak hanya di Minneapolis, tetapi juga meluas sampai ke kota-kota besar lainnya. Untuk mengendalikan massa, sejumlah kota, seperti Los Angeles, Atlanta, dan Philadelphia, memberlakukan jam malam.
Peringatan dari Presiden AS Donald Trump yang akan menindak tegas para demonstran dengan ”cara dingin” tidak didengar.
Kota-kota yang memberlakukan jam malam mengimbau warga agar tetap berada di rumah. Situasi di Los Angeles ricuh dengan aparat kepolisian yang menembakkan peluru karet dan memukuli para demonstran setelah demonstran membakar mobil polisi. Bentrokan antara polisi dan demonstran juga terjadi di Chicago dan New York.
Baca juga: Kerusuhan Rasial Meluas ke Luar Minneapolis, Amerika Serikat
Trump menuding kelompok militan ekstrem kiri antifasis jaringan Antifa yang mendalangi dan mengompori kerusuhan hingga penjarahan dan pembakaran di Minneapolis. ”Jangan biarkan kelompok kecil penjahat seperti itu merusak kota-kota kita,” ujarnya.
Pernyataan Trump itu keluar bersamaan dengan kerumunan massa yang bergerak bersama-sama ke jalanan di Minneapolis, New York, Chicago, Miami, Philadelphia, dan kota-kota lain sambil berteriak ”Nyawa Kulit Hitam Berharga” dan ”Saya Tidak Bisa Bernapas”.
Pemerintah kota Los Angeles memberlakukan jam malam mulai dari pukul 8 malam hingga 05.30 pagi. Sementara Atlanta mulai dari pukul 9 malam hingga pagi. Hal serupa juga berlaku di Louisville, Kentucky.
Keamanan diperketat
Untuk mengantisipasi kerusuhan lanjutan, Gubernur Minnesota Tim Walz sudah meminta tambahan personel tentara garda nasional. Ia memperingatkan tentara akan bisa menumpas para perusuh dengan mudah.
Tentara Garda Nasional yang seluruhnya berjumlah 13.000 tentara itu akan ditugaskan untuk menindak para perusuh yang menjarah dan membakar toko-toko di wilayah St Paul, Minneapolis.
Meski sudah diberlakukan jam malam, tetap saja ribuan orang turun ke jalan. Semua jalan raya menuju ke Minneapolis ditutup dan helikopter militer berpatroli di wilayah itu.
Baca juga: Unjuk Rasa Antirasisme di AS Refleksi Kemunduran Reformasi Kepolisian
Namun, keesokan harinya, warga beramai-ramai kembali turun ke jalan sambil membawa sapu untuk membersihkan jalanan dari puing-puing toko-toko yang dijarah dan dibakar.
”Masyarakat sudah mulai bergerak. Lebih banyak warga yang membersihkan jalanan ketimbang menjarah,” kata Nicole Crust (41), pemilik salon kecantikan yang juga menjadi korban penjarahan.
Para tokoh masyarakat Afrika-Amerika dan masyarakat lain di Minneapolis mengimbau warga tetap tinggal di rumah. Gelombang protes dikhawatirkan masih akan berlanjut meski Chauvin telah ditahan dan didakwa dengan pembunuhan tingkat tiga, Jumat lalu.
Apa yang terjadi di Minneapolis sekarang, kata Walz, bukan lagi soal pembunuhan Floyd. Ini sudah menyerang masyarakat sipil dan upaya menyebarkan ketakutan. Lebih dari 1.400 orang ditahan di 16 kota.
Kerusuhan yang terjadi di Minneapolis itu mengingatkan rakyat AS pada kerusuhan Los Angeles sekitar 30 tahun lalu yang juga dipicu karena ada polisi yang memukuli warga kulit hitam Rodney King.
Akibat kerusuhan LA selama 5 hari itu, 60 orang tewas dan sekitar 2.000 orang terluka dan ratusan ditahan. Total kerugian infrastruktur diperkirakan 1 miliar dollar AS.
WNI aman
Terkait dengan situasi terakhir di Minneapolis, Konsulat Jenderal RI Chicago dalam rilis persnya menyebutkan, hingga Sabtu pukul 21.00 seluruh WNI yang berada di Minneapolis dan St Paul (seluruhnya 270 orang) dalam kondisi baik dan aman.
Baca juga: Dakwaan Pembunuhan bagi Polisi Minneapolis
Mengantisipasi adanya rencana aksi unjuk rasa besar-besaran di beberapa kota di Midwest, yakni Minneapolis, Chicago, Detroit, Columbus, Louisville, dan Des Moines, WNI diminta tenang tetapi tetap waspada dan menghindari lokasi-lokasi aksi unjuk rasa. Semua WNI juga diimbau segera menghubungi KJRI apabila membutuhkan bantuan.
KJRI Houston pun mengeluarkan imbauan kepada semua WNI di wilayah itu untuk menjauhi kerumunan massa, terus memantau, dan mematuhi peraturan yang ditetapkan aparat setempat.
Orang luar
Setelah gelombang protes berujung kerusuhan dan penjarahan, pejabat mulai menuding ada pihak luar yang berusaha mengganggu. Salah satu bukti yang diajukan ialah di Detroit. Di sana, misalnya, 37 dari 60 orang yang ditahan polisi tidak tinggal di kota Detroit. Mayoritas tinggal di pinggiran kota.
”Kami mendukung kebebasan berbicara dan protes yang damai. Kalau mau bikin rusuh, rusuh saja di daerah sendiri,” kata Kepala Kepolisian Detroit James Craig.
Di daerah Hennepin yang berada di Minneapolis, 47 dari 57 orang yang ditahan ternyata tinggal di Minnesota. Direktur Eksekutif Dewan Warisan Afrika di Minnesota Justin Terrell menduga sepertiga orang datang dari luar daerah.
”Insiden seperti ini hanya membuat warga kulit hitam tidak hanya terjebak konflik di antara fasisme dan anarkisme, tetapi juga garda nasional. Seperti gajah bertarung dengan gajah, pelanduk mati di tengah,” ujarnya. (AFP/AP)