Etnis Minoritas Rohingya di Malaysia Tidak Terlindungi
Di Malaysia terdapat lebih dari 100.000 warga Rohingya dan sampai sekarang mereka berstatus imigran ilegal, bukan pengungsi.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Enam tahun lalu Eleyas (38), warga etnis minoritas Rohingya, lari ke Malaysia untuk mencari perlindungan dari gejolak kekerasan di Myanmar. Kini, ia dipecat dari pekerjaannya hanya karena beretnis Rohingya. Ia takut ditangkap polisi atau mengalami kekerasan kalau keluar rumah.
”Saya mau mencari pekerjaan lain, tetapi sedang tidak aman. Jadi, di rumah saja,” ujarnya.
Padahal, selama puluhan tahun, Malaysia yang berpenduduk mayoritas Muslim itu menerima masyarakat Rohingya dengan baik, bahkan kerap menutup mata pada pekerjaan rendahan mereka yang sebenarnya ilegal. Ini semua berubah gara-gara pandemi Covid-19.
Pandemi itu membuat masyarakat setempat mencurigai warga pendatang atau orang asing. Pendatang dituding menyebarkan virus korona baru yang menyebabkan penyakit Covid-19.
Pendatang juga dituding hanya membebani negara dan mengambil pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan warga setempat di saat kondisi ekonomi sedang merosot seperti sekarang.
Meski warga Muslim etnis Rohingya yang menjadi sasaran utama, migran dari negara lain yang bekerja sebagai buruh pabrik, bangunan, dan perkebunan juga mulai waswas.
”Sudah terjadi pelecehan dan kekerasan di jalanan dan daring. Ini belum pernah terjadi sebelumnya di Malaysia,” kata aktivis kelompok HAM Majelis Rohingya Eropa di Malaysia, Tengku Emma Zuriana Tengku Azmi.
Pemerintah Malaysia mencegat perahu berisi 200 pengungsi Myanmar yang hendak mendarat di Malaysia bulan lalu. Mereka disuruh putar balik kembali ke daerah asal.
Etnis Rohingya merupakan kelompok minoritas dari Myanmar. Rohingya dicap imigran ilegal meski banyak yang nenek moyangnya sudah tinggal di Myanmar. Kini, lebih dari 1 juta warga Rohingya mengungsi dan tinggal di kamp-kamp pengungsian di Bangladesh.
Pada 2017, sedikitnya 700.000 etnis Rohingya mengungsi setelah mengalami kekerasan dari militer Myanmar. Banyak yang lari ke Malaysia karena dianggap sebagai negara yang memberi kebebasan dan kesejahteraan pada Rohingya.
Di Malaysia terdapat lebih dari 100.000 warga Rohingya dan sampai sekarang mereka berstatus imigran ilegal, bukan pengungsi.
Sentimen
Sejak pandemi virus korona baru datang, sikap Malaysia terhadap jutaan migran tanpa dokumen berubah.
Ketidaksukaan pada warga Rohingya semakin terasa seiring dengan kebijakan karantina cegah korona pemerintah yang mengakibatkan ekonomi merosot.
Kebijakan itu mau tak mau harus dilakukan karena lebih dari 7.000 orang terinfeksi korona dan 115 orang di antaranya tewas.
Masih karena alasan mencegah penyebaran virus, pemerintah bulan ini menahan 2.000 warga asing dan 800 orang di antaranya warga Myanmar.
Tidak ada penjelasan dari kantor Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin. Tidak diumumkan pula berapa banyak warga Rohingya yang terinfeksi virus korona baru, penyebab penyakit Covid-19.
Eleyas dan delapan warga Rohingya lainnya dipecat dari pekerjaan mereka di supermarket. ”Mereka hanya bilang tidak bisa mempekerjakan orang asing lagi. Hanya boleh mempekerjakan orang Malaysia,” kata Eleyas.
Sekitar 80 persen pengungsi kini menganggur. Tingkat pengangguran warga Malaysia, Maret lalu, naik 3,9 persen.
Sukarelawan Rohingya di kelompok HAM migran, Tenaganita, Hasnah Hussein, mengatakan, masyarakat Rohingya dalam kondisi ketakutan saat ini.
Kini mereka menghadapi tidak hanya kesulitan hidup karena karantina, tetapi juga harus menghadapi sikap dan perlakuan warga Malaysia yang tidak bersahabat.
Direktur Eksekutif The Malaysian Employers Federation Shamsuddin Bardan menyebutkan, pekerja migran, apalagi yang tidak berdokumen, pasti menjadi sasaran pertama yang akan dilepaskan.
Selama ini para pemberi kerja mengambil risiko besar saat mempekerjakan pengungsi.
Kekerasan
Berbagai bentuk pelecehan dan kekerasan terhadap warga Rohingya semakin sering terlihat, terutama di daring. Ini mulai muncul ketika ada aktivis Rohingya yang menuntut kewarganegaraan Malaysia.
Tengku Emma mengaku menerima pelecehan melalui media sosial karena ia menuntut pemerintah menerima pengungsi Rohingya. Salah satu media sosial yang penuh kebencian terhadap Rohingya terpasang di Facebook. Namun, Facebook telah mencabut semua konten berisi kebencian, ajakan melakukan kekerasan, dan eksploitasi seksual.
Berbagai kelompok HAM menuding pemerintah gagal menangani kekerasan terhadap minoritas. PBB menilai ujaran kebencian itu menghambat penanganan wabah korona.
Pemerintah Malaysia menyatakan warga Rohingya termasuk imigran ilegal. Bahkan, pemerintah mengancam akan menindak secara hukum kelompok pejuang Rohingya karena organisasinya tidak resmi terdaftar di Malaysia.
”Ujaran kebencian pada masyarakat Rohingya menunjukkan ketidakmampuan Pemerintah Malaysia melindungi HAM,” kata organisasi nonpemerintah, 84, dalam suratnya ke Perdana Menteri Muhyiddin. (REUTERS)