Penanganan Covid-19 Memperkuat Posisi China di Eropa
Pandemi Covid-19 menjadi jalan mempertegas keberadaan dan pengaruh China di Eropa. Hal itu adalah terusan langkah strategis Beijing lewat Prakarsa Sabuk dan Jalan (BRI) yang dirintis satu dekade terakhir.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kondisi normal baru di Eropa ditandai dengan kehadiran dan pengaruh China yang makin kuat, mengimbangi aliansi strategis konvensional sebelumnya melalui Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Pandemi Covid-19 menjadi jalan untuk mempertegas pengaruh China di Eropa, meneruskan langkah-langkah strategis Beijing lewat Prakarsa Sabuk dan Jalan (BRI).
Isu tersebut mengemuka dalam seminar virtual yang digelar Hack the Crisis, program yang mengusung kerja bersama lintas platform secara solutif melawan Covid-19, Minggu (17/5/2020), di Jakarta.
Duta Besar (Dubes) RI untuk China Djauhari Oratmangun; Dubes RI untuk Austria, Slovenia, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Vienna Darmansjah Djumala; serta Dubes RI untuk Selandia Baru, Samoa, dan Kerajaan Tonga Tantowi Yahya tampil sebagai pembicara.
”Normalnya, saat-saat ini Eropa kompak dan penuh solidaritas. Namun, justru selama pandemi Covid-19 terjadi silang sengkarut di Eropa, misalnya terkait APD (alat pelindung diri). Di situ, China menjadikan Covid-19 pintu masuk lebih dalam di geopolitik Eropa, menyaingi Amerika Serikat. China, antara lain, memberikan bantuan APD ke beberapa negara di Eropa,” kata Darmansjah.
Menurut Darmansjah, kondisi geopolitik Eropa yang diwarnai dengan makin kuatnya posisi dan pengaruh China adalah sebuah kondisi normal baru saat ini dan kemungkinan pascapandemi Covid-19.
Posisi penyeimbang sekaligus pesaing posisi dan pengaruh AS yang dilakukan China itu sudah dirintis sejak 2012, yakni melalui kunjungan bersejarah Presiden China Xi Jinping ke beberapa negara di kawasan Eropa Timur.
Strategi China di Eropa berlanjut dengan megaproyek BRI. Inisiatif itu ditawarkan, diterima, sekaligus diadopsi dan dikerjasamakan dengan negara-negara Eropa yang membentang dari sisi pantai selatan, pantai utara, serta bagian tengah Eropa.
Inisiatif BRI dikerjasamakan dengan negara-negara seperti Rusia, Armenia, Austria, Polandia, Swiss, hingga Portugal. China berupaya mengimbangi kekuatan sekaligus pengaruh AS melalui kekuatan ekonomi yang dimiliki Beijing.
Penggunaan kekuatan ekonomi China dalam penajaman pengaruhnya itu juga diungkapkan Djauhari Oratmangun. Rintisan jalan dan strategi Beijing itu, menurut dia, perlu diperhatikan.
Bahkan, jika RI berada dalam posisi seperti China (minimal menjadi negara dengan perekonomian terbesar keempat secara global pada tahun 2045), perluasan pengaruh itu menjadi keharusan, disesuaikan dengan kemampuan-kemampuan yang dimiliki. Indonesia sendiri ikut juga dalam BRI China bersama 51 negara lain di dunia.
”Keikutsertaan RI dalam BRI China itu disinergikan dengan poros maritim kita, yakni koridor ekonomi di Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Bali,” kata Djauhari.
Dalam pandangan Darmansjah, pandemi Covid-19 tidak akan menghentikan globalisasi. Meski kemungkinan ada perubahan, perubahan yang terjadi adalah perubahan adaptif dan konstruktif. Hal itu akan dipengaruhi oleh perkembangan dan pemanfaatan teknologi yang semakin besar.
Peran lembaga-lembaga, seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), juga akan tetap besar pengaruhnya. Jika ada negara yang cenderung semakin nasionalistis, diperkirakan hal-hal itu akan bersifat sementara.
Dalam presentasinya, Tantowi menilai kesiapan pemerintah, kematangan politik antara pihak yang berkuasa dan oposisi, sekaligus kedewasaan masyarakat ikut memengaruhi negara-negara di Samudra Pasifik dalam menghadapi pandemi Covid-19. Selandia Baru, misalnya, sejauh ini mendapat pengakuan apresiatif sebagai salah satu negara yang berhasil menghadapi pandemi Covid-19.
Diuntungkan sebagai negara yang berada di selatan bumi—mengalami waktu penularan lebih akhir dari negara-negara lain—pemerintah negara itu sigap bersiap.
Kubu oposisi bersikap dewasa dengan mendukung secara konstruktif langkah-langkah penanganan pemerintah dalam menghadapi pandemi. Bahkan, ketua gugus tugas penanganan pandemi Covid-19 di Selandia Baru, kata Tantowi, adalah anggota kubu oposisi di parlemen.
Tantowi juga mengapresiasi negara seperti Samoa dan Kerajaan Tonga yang meski hidup utamanya dari pariwisata, tetapi memilih untuk menutup pintu masuk mereka sejak awal-awal berita pandemi.
”Pemerintah mereka memilih keselamatan jiwa warga lebih dulu daripada kehidupan ekonominya. Sama-sama pilihan yang sulit dan tidak bisa dipilih bersamaan. Namun, para pemimpin di Pasifik itu telah menjatuhkan pilihannya,” kata Tantowi.