Negara Kaya Belum Jaminan Ramah dalam Kebijakan Keluarga
Perhatian negara pada ketahanan dan pembangunan keluarga membutuhkan komitmen politik yang kuat. Tidak hanya itu, perubahan norma pun dibutuhkan agar kebijakan yang ramah keluarga bisa berjalan lancar.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
Kekuatan ekonomi sejumlah negara ternyata tidak selalu sejalan dengan kualitas kebijakan negara itu terhadap keluarga. Padahal, keluarga menjadi unit paling fundamental bagi pembangunan sebuah bangsa. Tema Hari Keluarga Internasional tahun 2020, yakni ”Families in Development”, pun menegaskan peran keluarga dalam pembangunan.
Laporan UNICEF tahun 2019 memperlihatkan ada sejumlah negara kaya di dunia yang, misalnya, tidak menyediakan atau menyediakan hanya sedikit hari cuti melahirkan bagi ibu atau ayah. Dengan menganalisis data dari negara-negara anggota Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) tahun 2016, Uni Eropa, dan sejumlah artikel, laporan UNICEF itu kemudian memeringkat 41 negara berpenghasilan menengah ke atas berdasarkan kebijakan ramah keluarga.
Hasil analisis tersebut didapat dengan membandingkan kebijakan terkait keluarga di 41 negara anggota Uni Eropa dan negara anggota OECD. Kebijakan yang dilihat antara lain cuti hamil dan cuti ayah dalam tanggungan dan kualitas program di tempat pengasuhan anak atau prasekolah.
Lalu, negara manakah yang ramah terhadap keluarga dan anak? Anda mungkin perlu mempertimbangkan Swedia, Norwegia, Islandia, Estonia, dan Portugal sebagai tempat untuk tinggal, membangun keluarga, dan membesarkan anak. Menurut analisis UNICEF, empat negara itu merupakan negara kaya yang secara umum memiliki kebijakan ramah keluarga.
”Semua negara ini adalah negara kaya jika dibandingkan dengan kebanyakan negara di dunia, jadi semuanya sebenarnya bisa berinvestasi pada kebijakan yang ramah keluarga dan anak,” kata Yekaterina Chzhen, koordinator penulis laporan dari UNICEF.
Dari sisi cuti hamil dan cuti ayah, sekitar separuh dari 41 negara itu yang memberikan cuti hamil enam bulan atau lebih kepada ibu, seperti yang direkomendasikan UNICEF. Contohnya, Estonia yang memberikan cuti melahirkan bagi ibu selama 85 minggu, Hongaria 72 minggu, dan Bulgaria 65 minggu.
Tidak ada hubungan antara kekayaan negara dan kebijakan yang ramah pada keluarga di kelompok negara OECD.
Akan tetapi, Australia dan Selandia Baru hanya memberikan delapan minggu, sedangkan Amerika Serikat tidak memberikan cuti hamil sama sekali dan menjadi negara dengan peringkat paling rendah untuk cuti hamil. Padahal, saat data dikumpulkan, produk domestik bruto (PDB) AS 750 kali lipat PDB Estonia yang berada di bawah 24 miliar dollar AS.
”Tidak ada hubungan antara kekayaan negara dan kebijakan yang ramah pada keluarga di kelompok negara OECD,” kata Chzhen. ”Ini sangat bergantung pada tidak hanya prioritas politik pada waktu tertentu atau pemerintahan tertentu, tetapi benar-benar pada bagaimana masyarakat memandang anak-anak dan perempuan.”
Chzhen terkejut dengan cuti ayah di Jepang dan Korea Selatan yang menyediakan 30 minggu dan 17 minggu. Namun, pada tahun 2017, rasio ayah di Jepang yang mengambil cuti itu hanya 1 dari 20 orang. Sementara ada sembilan negara maju, termasuk AS, Irlandia, dan Swiss, yang sama sekali tidak memberikan cuti bagi ayah.
Tahun 2016, saat data dikumpulkan, Israel tidak menyediakan cuti bagi ayah. Namun, kini Israel juga menyediakan cuti bagi ayah.
Brian Heilman, peneliti di Pramundo, organisasi di AS yang mempromosikan keterlibatan laki-laki dalam kesetaraan jender, mengatakan bahwa perlu ada perubahan norma yang mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum cuti bagi ayah yang istrinya akan melahirkan anak disediakan dengan lebih baik.
Cuti hamil bagi seorang ibu memungkinkan mereka untuk fokus pada perkembangan anaknya sambil tetap terhubung pada pekerjaannya. Adapun cuti bagi ayah akan membantu seorang ayah dalam membangun ikatan dengan anak mereka dan menyeimbangkan beban pekerjaan domestik pada ibu.
”Kita bisa melihat pembagian kerja berbasis jender dengan kedok perbedaan biologis,” kata Heilman. Memberikan cuti hamil lebih banyak kepada perempuan dibandingkan cuti ayah akan menambah beban kerja laki-laki dan melanggengkan norma-norma domestik tradisional.
Lebih dari 60 persen negara yang disurvei memberikan cuti ayah. Namun, laporan itu juga menemukan bahwa cuti ayah sering kali lebih pendek dari cuti hamil ibu, tetapi mendapat bayaran atau tunjangan yang lebih besar daripada tunjangan cuti hamil ibu. Setelah data laporan ini dikumpulkan, sejumlah negara, seperti Spanyol, Irlandia, dan Kanada, meningkatkan kebijakan terkait cuti ayah.
Laporan Global Gender Gap tahun 2018 yang dirilis oleh World Economic Forum memperkirakan diperlukan waktu 202 tahun agar kesetaraan ekonomi laki-laki dan perempuan tercapai. (REUTERS)