Teknologi aplikasi pelacak jejak individu kini banyak tersedia di China. Namun, penggunaan teknologi aplikasi pelacak seperti ini masih menjadi kontroversi di Eropa.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Jika warna hijau yang muncul, artinya Anda boleh bebas bepergian dan masuk ke mana pun dengan leluasa. Namun, jika warnanya kuning, akan langsung dipersilakan karantina mandiri di rumah. Apabila warna merah menyala, siapa pun itu akan langsung dikarantina ketat selama dua pekan di sebuah hotel.
Teknologi aplikasi pelacak jejak individu kini banyak tersedia di China. Aplikasi yang digunakan oleh kabinet China ini menggunakan data GPS dari perusahaan-perusahaan telekomunikasi. Langkah seperti ini kemungkinan kecil akan bisa dipraktikkan di negara-negara yang demokratis seperti di Barat.
Aplikasi ini memungkinkan pemerintah untuk mengetahui jejak perjalanan seseorang selama 14 hari terakhir. Nanti akan ketahuan apakah seseorang, sadar atau tidak sadar, memasuki wilayah yang dianggap berisiko tinggi atau pernah berinteraksi dengan orang yang positif Covid-19.
Penggunaan teknologi aplikasi pelacak seperti ini masih menjadi kontroversi di Eropa. Namun, di China, aplikasi ini justru menjamur. Sepertinya tidak ada warga China yang keberatan karena merasa ini perlu dilakukan demi kebaikan banyak orang.
”Kita sedang dalam situasi krisis jadi kalau ada yang memantau pergerakan saya, tidak masalah. Nyawa manusia lebih penting,” kata Debora Lu (30), warga Shanghai.
Aplikasi ini tampaknya belum sempurna. Kode kesehatan banyak warga asing di China yang semula hijau tiba-tiba berubah kuning pada April lalu. Namun, setelah telepon seluler dimatikan dan dihidupkan beberapa kali, warnanya berubah menjadi hijau lagi.
Program Health Kit di Beijing bisa menunjukkan apakah seseorang telah bepergian dengan kereta atau pesawat, pernah melewati pemeriksaan di jalanan, atau sudah menjalani tes korona atau belum.
Kepolisian, otoritas kesehatan, dan kelompok masyarakat yang bekerja di bawah kendali partai komunis yang berkuasa di China bertugas memasok informasi ke dalam perangkat lunak aplikasi itu.
Setelah mengunduh aplikasi, pengguna memasukkan nama, nomor kartu identitas penduduk, nomor telepon, dan foto. Program itu lalu kemudian memberikan kode kesehatan berwarna kepada para pengguna.
Aplikasi pelacak seperti itu kini wajib digunakan saat bepergian di China. Bahkan, digunakan pula untuk memesan tiket kereta atau pesawat dan masuk ke tempat-tempat umum kecuali pertokoan atau pasar swalayan atau supermarket.
Demi kesehatan
Pemerintah kota Beijing bersikeras aplikasi itu hanya akan digunakan untuk melawan pandemi Covid-19. Bahkan, data identitas yang dimasukkan tidak lengkap, hanya nama panggilan dan dua angka terakhir dari KTP.
Guru Besar Analisis Data dan Pusat Penelitian Kecerdasan Buatan University of Wuhan Cui Xiaohui mengatakan, ada perbedaan budaya antara China dengan negara-negara di barat.
”Mayoritas warga China mau sedikit mengorbankan kehidupan pribadinya jika memang untuk kepentingan kesehatan mereka,” ujarnya.
Aktor Li Song (37) setuju karena toh selama ini setiap orang sudah saling terhubung dan tidak pernah ada perdebatan tentang penggunaan geolokasi.
Namun, bagi negara-negara demokratis di Eropa, ini bukan perkara mudah. Pemerintah Swiss yang pernah berencana menggunakan aplikasi seperti itu langsung ditolak parlemen.
Penggunaan aplikasi seperti itu membutuhkan aturan hukum yang jelas. Apabila disetujui, misalnya, menurut pemerintah, penggunaan aplikasi di Swiss itu barangkali sifatnya hanya pilihan dan tidak akan ada informasi data pribadi atau informasi lokasi yang akan digunakan.
Sementara di Perancis, aplikasi StopCovid yang kini sedang dikembangkan memungkinkan pengguna yang sakit memperingatkan orang lain yang kebetulan berinteraksi dengannya.
Aplikasi itu dijamin tidak akan menggunakan teknologi GPS. Inggris juga sedang menguji coba aplikasi serupa untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi ditemukan korona.
”China tidak mempunyai undang-undang yang secara khusus melindungi data pribadi,” kata Guru Besar Perlindungan Data di Beijing University of Posts and Telecommunications Zhou Lina.
Meski demikian China memiliki peraturan lain, termasuk UU Keamanan Siber yang disahkan pada 2017. UU itu bisa digunakan untuk melindungi data pribadi dan mencegah penyalahgunaan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan daring.
Namun, menurut peneliti senior di Pusat China Tsai Paul, Sekolah Hukum Yale, Jeremy Daum, perundangan-undangan itu tidak akan bisa mencegah pemerintah untuk mengakses data pribadi. Apalagi mengingat kepolisian mempunyai kekuatan luar biasa untuk mengumpulkan informasi.
”Tidak ada ketentuan apa pun yang membatasi akses pemerintah ke data pribadi,” ujarnya. (AFP)