Beijing mengancam akan memveto resolusi DK PBB yang tidak membahas soal WHO. Sebaliknya, Washington mengancam akan memveto resolusi DK PBB yang membahas WHO.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia menekankan pentingnya sikap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam penanganan Covid-19. Meski pandemi sudah berlangsung berbulan-bulan, DK PBB belum kunjung bersikap. Padahal, semakin banyak pihak mendorong agar DK PBB memerintahkan gencatan senjata dan penghentian konflik di tengah pandemi.
”Menteri Luar Negeri Indonesia dan Menteri Luar Negeri Estonia sudah berkonsultasi tentang tanggapan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Covid-19. Sampai sekarang, Dewan Keamanan PBB belum punya keputusan final soal COvid-19,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Biro Dukungan Strategis Pimpinan Kementerian Luar Negeri Ahmad Rizal Purnama, Rabu (13/5/2020).
Indonesia dan Estonia sama-sama menjadi anggota tidak tetap DK PBB. Kini, Estonia menjadi presiden bergilir DK PBB untuk periode Mei 2020. Dalam konsultasi itu, Menlu Retno Marsudi dan Menlu Estonia Urmas Reinsalu menekankan fakta pentingnya sikap DK PBB dalam penyelesaian Covid-19.
Retno dan Reinsalu antara lain menekankan pentingnya gencatan senjata di daerah konflik. Jakarta berkepentingan dengan isu itu karena Indonesia mengirimkan pasukan perdamaian ke sejumlah daerah konflik. ”Tidak dapat dipungkiri, Covid-19 bisa berdampak (menginfeksi anggota) pasukan penjaga perdamaian,” kata Rizal.
Usulan gencatan senjata selama Covid-19 termasuk dalam rancangan resolusi DK PBB yang disampaikan Estonia dan Jerman kepada 15 anggota DK PBB pada Selasa malam. Rancangan sejenis, yang diusulkan Tunisia dan Perancis, ditolak Amerika Serikat, pekan lalu.
AS menolak rancangan itu karena China mendesak ada pembahasan soal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam rancangan resolusi DK PBB. Beijing mengancam akan memveto resolusi DK PBB yang tidak membahas soal WHO. Sebaliknya, Washington mengancam akan memveto resolusi DK PBB yang membahas WHO. Selama beberapa pekan terakhir, AS menyalahkan WHO atas pandemi Covid-19. Washington menuding WHO terlalu condong ke China.
Dalam pernyataan resminya, AS menekankan dukungan pada usulan gencatan senjata selama konflik. Washington mau resolusi DK PBB sejalan dengan permintaan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres yang menginginkan gencatan senjata selama pandemi. Dengan gencatan senjata, semua pihak bisa mengalihkan energi dari konflik menjadi penanganan pandemi.
Dalam naskah rancangan resolusi Estonia-Jerman, gencatan senjata Kembali dimasukkan. Seperti diusulkan Perancis-Tunisia, Estonia-Jerman juga mendorong gencatan senjata setidaknya 90 hari selama masa pandemi. Dengan demikian, bantuan kemanusiaan dan alat kesehatan bisa dikirim ke daerah konflik.
Tidak ada pembahasan soal WHO dalam rancangan versi Estonia-Jerman. Seorang diplomat yang menolak diungkap namanya mengatakan, China bisa menerima rancangan dari Estonia-Jerman. ”Kita harus mencari cara menyelesaikan kebuntuan ini. Memalukan kita, DK PBB, belum mampu menunaikan tanggung jawab pada masalah ini,” kata Wakil Tetap Estonia untuk PBB Sven Jurgenson, seraya berharap segera ada kesepakatan.
”Selama dua bulan, meski ada perbedaan posisi dan pendapat yang masih menghambat persetujuan bersama, pembahasan di antara anggota penting dan konstruktif. Tunisia tidak akan menyerah dalam meraih persetujuan,” kata Wakil Tetap Tunisia di PBB Kais Kabtani. (AFP/REUTERS)