Amnesty International: Moskwa Terlibat Kejahatan Perang di Suriah
Salah satu serangan yang didokumentasikan adalah serangan udara Rusia di kota Ariha Suriah awal tahun ini. Serangan itu mengakibatkan hancurnya dua bangunan tempat tinggal dan menewaskan 11 warga sipil.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
LONDON, SENIN — Kelompok hak asasi manusia Amnesty International pada Senin (11/5/2020) mengungkapkan telah mendokumentasikan 18 peristiwa serangan di barat laut Suriah yang dilakukan oleh rezim Pemerintah Suriah dan pasukan Rusia selama tahun lalu. Lembaga yang berbasis di London, Inggris, itu menyatakan tindakan itu merupakan sebuah kejahatan perang.
Pasukan rezim Pemerintah Rusia yang didukung Rusia sejak akhir April 2019 melancarkan dua serangan mematikan di Idlib, yang menjadi basis terakhir pemberontak. Idlib adalah kota di Suriah yang dihuni sekitar 3 juta orang. Gencatan senjata sebagian besar telah digelar sejak awal Maret lalu. Namun, ratusan ribu warga tetap telantar dan sangat bergantung pada bantuan, bahkan ketika wilayah yang didominasi pemberontak itu kemungkinan terdampak pandemi Covid-19.
Amnesty International mengatakan telah mencatat 18 serangan terhadap fasilitas medis dan sekolah, baik oleh pihak Damaskus atau pasukan Rusia. Serangan itu terjadi antara 5 Mei 2019 hingga 25 Februari 2020.
”Bukti menunjukkan bahwa secara keseluruhan serangan oleh pasukan Pemerintah Suriah dan Rusia itu menyebabkan banyak sekali pelanggaran serius hukum kemanusiaan internasional,” kata Amnesty International. ”Pelanggaran ini sama dengan kejahatan perang.”
Amnesty International mengatakan, serangan yang disebut ”termasuk” sebagai kejahatan perang antara lain tiga serangan darat dan dua serangan bom barel oleh pasukan Pemerintah Suriah. Rangkaian serangan terbaru yang dilakukan sejak Desember tahun lalu menyebabkan 500 warga sipil tewas dan menyebabkan hampir satu juta lainnya mengungsi.
Salah satu serangan yang dicatat adalah serangan udara Rusia di dekat sebuah rumah sakit di kota Ariha pada 29 Januari. Serangan itu mengakibatkan hancurnya dua bangunan tempat tinggal dan menewaskan 11 warga sipil.
Amnesty juga menyalahkan rezim Suriah atas serangan terhadap sebuah sekolah yang menewaskan tiga orang di kota Idlib pada 25 Februari. Serangan itu disebut menggunakan bom tandan, senjata yang dilarang secara internasional.
”Serangan terbaru melanjutkan pola menjijikkan dari serangan yang meluas dan sistematis yang bertujuan untuk meneror penduduk sipil,” kata Direktur Regional Amnesty International Heba Morayef.
”Rusia terus memberikan dukungan militer yang tak ternilai—termasuk dengan secara langsung melakukan serangan udara yang melanggar hukum—meskipun ada bukti bahwa Rusia memfasilitasi komisi militer Suriah untuk kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.”
Kekerasan berlanjut
Perang Suriah telah menewaskan lebih dari 380.000 orang dan mengakibatkan jutaan orang terlantar sejak meletus pada 2011. Hingga saat ini, kekerasan terus berlanjut di negara itu. Pada Minggu (10/5/2020), bentrokan di barat laut Suriah menewaskan 48 orang. Dari sisi jumlah, ini adalah yang terbesar sejak sejak dimulainya gencatan senjata dua bulan lalu.
Gencatan senjata yang disepakati pada 6 Maret sebenarnya telah berhasil mencegah banyak pertempuran di Idlib. Gencatan itu terjadi setelah Suriah membombardir Idlib yang memicu gelombang pengungsian baru. Namun, menurut organisasi Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR), pada hari Minggu kemarin, pemberontak menyerang posisi milisi pro-rezim di sisi barat wilayah yang didominasi pemberontak.
SOHR mengatakan, bentrokan di Sahl al-Ghab itu menewaskan 35 pendukung pemerintah serta 13 pemberontak, termasuk dari kelompok Hurras al-Deen yang berafiliasi dengan Al Qaeda.
”Itu adalah angka kematian tertinggi bagi milisi sejak gencatan senjata mulai berlaku,” kata Abdel Rahman, Direktur SOHR. Bentrokan terus terjadi hingga Minggu malam. ”Ada bentrokan dan pengeboman antara kedua belah pihak sebelumnya, tapi ini adalah serangan paling kejam.” (AFP/BEN)