Wilayah Tepi Barat, yang dicita-citakan untuk menjadi bagian wilayah negara Palestina di masa depan, terus menciut akibat pencaplokan oleh Pemerintah Israel dukungan AS.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
TEL AVIV, KAMIS — Pemerintah Israel mengumumkan kepastian rencana pembangunan ribuan rumah di area permukiman Yahudi di Tepi Barat. Pengumuman itu dirilis menjelang kedatangan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo ke Israel pekan depan. Pada saat hampir bersamaan, Kamis (7/5/ 2020), Mahkamah Agung Israel memberikan lampu hijau terhadap kesepakatan pemerintahan bersama antara Benjamin Netanyahu dan Benny Gantz.
”Momentum untuk pembangunan ini jangan sampai terlewat. Walau hanya satu detik,” cuit Menteri Pertahanan Israel Naftali Bennett melalui akun Twitter-nya.
Sumber kantor berita Reuters mengungkapkan, selain direncanakan akan hadir pada pelantikan Netanyahu dan Gantz sebagai perdana menteri dan wakil perdana menteri, pekan depan, Pompeo juga tengah menimbang-nimbang masalah kedaulatan teritorial yang menjadi salah satu inti kesepakatan Netanyahu-Gantz. Pompoe direncanakan akan bertemu dengan Netanyahu dan Gantz.
Bennett, yang selama setahun terakhir menjadi pelaksana tugas pemerintahan Israel saat Netanyahu dan Gantz bertarung dalam tiga kali pemilu, menyatakan bahwa pihaknya telah menyepakati pembangunan 7.000 rumah di wilayah pendudukan di Tepi Barat. Rencana konstruksi di permukiman Efrat itu sudah disiapkan. Kementerian Pertahanan telah menyiapkan nama permukiman itu, yakni Givat Eitam.
Semua proyek permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem Timur dianggap ilegal oleh masyarakat internasional. Mereka menilai klaim atas dua wilayah itu oleh Israel, setelah memenangi ”Perang Enam Hari” tahun 1967, tidak berdasar dan disebut tindakan ilegal.
Pemerintah AS di bawah Presiden Donald Trump siap memberikan pengakuan atas rencana Israel melegalkan pencaplokan wilayah pendudukan melalui proyek-proyek permukiman Yahudi dengan memberlakukan hukum Israel di wilayah permukiman itu. Pengakuan AS tersebut merupakan bagian dari proposal damai yang disampaikan Trump pada Februari lalu.
Israel mendapat angin segar untuk memperluas aneksasi wilayah Palestina sejak Trump berkuasa di Gedung Putih pada tahun 2017. Berbeda dengan pemerintahan era Barack Obama, AS pada era Trump berhenti mengkritik ekspansi permukiman Yahudi dan mendorong Israel menjadikan Tepi Barat sebagai bagian wilayahnya.
Palestina menegaskan, proposal AS itu bias Israel. Mereka telah memboikot upaya mediasi Washington terkait tindakan pemerintahan Trump mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel pada akhir 2017.
”Rencana aneksasi oleh pemerintahan Trump mendorong pemerintahan kolonial Israel untuk melakukan semua hal yang ilegal, mulai dari narasi yang rasis, pelanggaran hukum internasional, dan melanggengkan pengabaian hak-hak rakyat Palestina,” kata Saeb Erekat, pejabat senior Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Negara-negara Arab telah mendesak Washington untuk menahan diri dan menahan dukungan terhadap rencana aneksasi wilayah Tepi Barat oleh Israel. Mereka juga mendesak Uni Eropa untuk menekan Israel agar membatalkan rencananya di Tepi Barat serta mengupayakan solusi dua negara.
Brian Reeves, aktivis Peace Now, organisasi non-pemerintah anti-permukiman Yahudi, mengatakan bahwa keputusan Bennett tetap menjalankan rencana perluasan permukiman itu tidak akan mudah dihadang meski sebenarnya Gantz kurang mendukung rencana tersebut.
Meski begitu, lanjut Reeves, keputusan Bennett itu masih bisa goyah karena harus mendapat persetujuan Kementerian Perumahan Israel. Apabila masih lolos, bukan tidak mungkin rencana itu akan digugat di pengadilan.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, seperti dikutip harian Times of Israel, populasi warga di Tepi Barat meningkat selama satu tahun terakhir, dari 449.508 jiwa pada tahun 2019 menjadi 463.353 jiwa pada awal 2020 atau meningkat 3,1 persen. Angka populasi itu belum termasuk warga Yahudi Israel yang tinggal di Jerusalem Timur.
Surat kabar Israel Hayom mengutip Duta Besar AS untuk Israel David Friedman yang mengatakan bahwa kedaulatan di Tepi Barat dan Lembah Jordania adalah ”masalah Israel”. Namun, sikap AS tampak jelas dalam komentar Friedman dalam surat kabar Jerusalem Post. Friedman menyerukan agar Palestina dan Israel kembali duduk di meja perundingan dan menggunakan proposal damai Trump sebagai fondasi untuk mengambil kebijakan.
”Harapannya adalah bahwa perdana menteri (Israel) akan setuju untuk bernegosiasi dan, jika Palestina muncul, ia akan bernegosiasi dengan itikad baik berdasarkan rencana (Trump) ini,” kata Friedman. (AFP/REUTERS)