China Janji Tindak Lanjuti Permintaan RI soal ABK Indonesia di Kapal Ikan China
Selain mengirim nota diplomatik, Kemlu RI juga memanggil Duta Besar China di Jakarta. Pemerintah RI meminta klarifikasi sekaligus tindak lanjut atas permasalahan para ABK WNI yang bekerja di kapal berbendera China.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Nota diplomatik Kementerian Luar Negeri terkait dengan pelarungan jenazah pekerja kapal WNI di kapal ikan berbendera China diterima dan ditindaklanjuti Pemerintah China. Pemerintah China akan memastikan perusahaan China, operator kapal-kapal ikan yang mempekerjakan para WNI itu, bertanggung jawab untuk mematuhi hukum yang berlaku dan kontrak yang disepakati dengan para pekerja asal Indonesia.
Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi dalam keterangan pers secara virtual di Jakarta, Kamis (7/5/2020). Keterangan pers ini menindaklanjuti pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri RI pada Kamis pagi. Selain mengirim nota diplomatik melalui Kedutaan Besar RI di Bejing, Kemlu RI juga memanggil Duta Besar China di Jakarta untuk meminta klarifikasi sekaligus tindak lanjut atas permasalahan yang menyangkut ABK WNI yang bekerja di kapal-kapal ikan berbendera China.
Sebagaimana diwartakan, hari-hari ini di media sosial dan media massa beredar secara viral video yang menggambarkan penderitaan para pekerja migran Indonesia yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK). Diduga terjadi pelarungan atas tiga jenazah ABK asal Indonesia dari kapal-kapal ikan berbendera China di tengah lautan. Dalam video itu juga terungkap kesaksian pengalaman-pengalaman beberapa ABK yang bekerja di kapal-kapal ikan berbendera China.
Retno mengungkapkan tiga hal yang disampaikannya kepada Dubes China di Jakarta. Pertama, terkait dengan pelarungan di laut atas tiga jenazah ABK WNI. Pemerintah RI meminta klarifikasi lagi dan informasi valid, apakah hal itu sudah sesuai standar yang dibuat oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO). Kedua, Pemerintah RI juga menyatakan rasa prihatin dengan kondisi kehidupan di kapal sehingga diduga kuat mengakibatkan kematian empat ABK RI. Ketiga, Pemerintah RI meminta dukungan Pemerintah China atas pemenuhan tanggung jawab perusahaan atas hak, termasuk gaji yang belum dibayarkan kepada ABK WNI yang meninggal dunia, serta kondisi kerja yang aman bagi ABK RI.
”Terhadap tiga poin itu, Dubes China di Jakarta menjawab akan menyampaikannya ke Beijing. Pemerintah China menyampaikan dukacita mendalam kepada ABK WNI yang meninggal dunia. Pemerintah China akan memastikan perusahaan China punya tanggung jawab mematuhi hukum yang berlaku dan kontrak yang disepakati,” kata Retno seraya memastikan komunikasi jalur diplomatik akan terus dilakukan secara intensif oleh Kemlu RI dengan pihak-pihak terkait, khususnya dalam persoalan yang menyangkut ABK WNI di kapal-kapal ikan berbendera China.
Retno menjelaskan, total terdapat empat ABK WNI yang meninggal dunia. Mereka adalah ABK yang bekerja di kapal berbendera China, Long Xin 629. Mereka terdiri dari satu orang ABK berinisial EP yang meninggal dunia karena sakit di Busan Medical Centre, Korea Selatan, pada 27 April lalu. Ia ikut dalam rombongan dua kapal berbendera China, Long Xin 605 dan Tian Yu 8, yang merapat di Busan. Jenazah EP tengah dalam proses pemulangan ke RI dan dijadwalkan tiba pada 8 Mei ini. Adapun tiga ABK WNI yang meninggal lainnya adalah WNI berinisial AR. Jenazahnya dilarung pada 31 Maret 2020. Dua jenazah ABK WNI lainnya dilarung di Samudra Pasifik pada Desember 2019. Tiga pelarungan itu dilakukan dari atas kapal Long Xin 629.
Retno menjelaskan, total terdapat empat ABK WNI yang meninggal dunia. Mereka adalah ABK yang bekerja di kapal berbendera China, Long Xin 629. Mereka terdiri dari satu orang ABK berinisial EP yang meninggal dunia karena sakit di Busan Medical Centre, Korea Selatan, pada 27 April lalu. Ia ikut dalam rombongan dua kapal berbendera China, Long Xin 605 dan Tian Yu 8, yang merapat di Busan.
Kemlu RI melalui KBRI Korsel juga meminta dilakukannya penyelidikan terhadap kapal Long Xin 605 dan Tian Yu 8. Penyelidikan itu dilakukan otoritas Penjaga Perairan Korsel. Dua kapal itu sempat tertahan di Busan karena ada 35 WNI yang tidak terdaftar sebagai pekerja di dua kapal itu, tetapi sebagai penumpang.
Sebanyak 14 awak kapal asal Indonesia yang sebelumnya mengawaki Long Xin 629, Kamis siang—dengan didampingi perwakilan dari KBRI Seoul—telah dimintai keterangan oleh otoritas penjaga perairan Korsel. Selanjutnya, mereka akan diterbangkan oleh perwakilan Pemerintah RI ke Indonesia. Mereka dijadwalkan tiba di Tanah Air pada 8 Mei.
Ratifikasi konvensi ILO
Secara terpisah, terkait peristiwa pelarungan jenazah ABK WNI itu, lembaga advokasi independen Indonesia Ocean Justice Initiative meminta Pemerintah RI segera meratifikasi Konvensi International Labour Organization (ILO) C-188 tentang Work in Fishing Convention and Recommendation. ILO C-188 merupakan instrumen internasional yang mengatur bentuk-bentuk perlindungan kepada ABK perikanan dan mekanisme untuk memastikan kapal-kapal ikan mempekerjakan ABK dengan kondisi yang layak. C-188 membahas perlindungan yang sifatnya khusus untuk industri perikanan yang memiliki risiko pekerjaan yang sangat tinggi. Hal-hal yang diatur dalam C-188 antara lain umur minimal untuk bekerja, standar perjanjian kerja laut, perlindungan ABK, serta kewajiban jaminan sosial dan kesehatan.
”Meskipun pada 2016 Indonesia sudah meratifikasi ILO Convention on Maritime Labour Convention 2006 melalui UU Nomor 15 tahun 2016 yang di dalamnya mengatur mengenai pemberian jaminan sosial, hak-hak pekerja, serta kesempatan kerja yang adil bagi pelaut, MLC 2006 secara eksplisit mengecualikan keberlakuan tersebut untuk ABK di kapal ikan,” kata Chief Executive Officer Indonesia Ocean Justice Initiative Mas Achmad Santosa dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Retno, para ABK yang bekerja di kapal ikan jenis long line berisiko tinggi sesuai karakter pekerjaannya. Ia menyatakan, selanjutnya perlindungan ABK WNI yang bekerja harus mulai diselesaikan mulai dari hulu. Kemlu akan berkoordinasi dengan instansi terkait di Tanah Air.
Kemlu juga mendorong bisnis proses pengiriman ABK di kapal ikan long line dapat diperbaiki dengan perlindungan penguatan kepada ABK, peraturan pemerintah terhadap kapal niaga dan perikananan sesuai UU No 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran. Kemlu juga akan mendorong pengawasan lebih ketat atas perjanjian kerja laut atas ABK dan pemberi kerja sehingga tidak merugikan ABK. Selain itu, Kemlu juga mendorong proses hukum dan pelaksanaan hukuman berdasar UU No 21/2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang atas kasus-kasus yang melibatkan WNI.