Pelonggaran di AS Bikin Bingung, Warga Pilih Tetap di Rumah
Pelonggaran pembatasan membuat setiap orang harus memutuskan sendiri risiko tindakannya. Hingga Rabu, di seluruh dunia tercatat 3,13 juta orang terinfeksi dan 218.000 kematian akibat Covid-19.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
WASHINGTON DC, RABU — Rencana pelonggaran karantina, perintah jaga jarak, atau pembatasan gerak di tengah pandemi penyakit Covid-19 di Amerika Serikat memicu kebingungan. Di sisi lain, kasus kematian akibat penyakit itu telah melampaui jumlah tentara AS yang tewas akibat perang Vietnam.
Kebingungan antara lain diungkap Van R Johnson, Wali Kota Savannah di Negara Bagian Georgia, AS. Namun, di tengah kebingungan itu, sebagian orang tetap memilih untuk membatasi diri keluar rumah selama vaksin virus korona jenis baru penyebab penyakit Covid-19 belum ditemukan.
”Perintah diam di rumah masih berlaku sampai 30 April 2020. Akan tetapi, tetap dibolehkan ke salon kuku, tempat tato, bioskop, dan arena boling. Semua itu membingungkan,” ujar Johnson Selasa (28/4/2020) siang waktu Washington DC atau Rabu dini hari WIB.
Johnson meminta semua tempat usaha di Savannah tutup meski Gubernur Georgia Brian Kemp, termasuk gubernur lain di AS, mendorong pelonggaran pembatasan gerak. Sebab, Johnson menilai Savannah belum menggelar cukup tes untuk mengetahui siapa saja yang terinfeksi Covid-19.
Hingga Rabu, Georgia mencatat 24.854 infeksi dan 1.036 kematian akibat Covid-19, lebih tinggi dari data resmi Singapura yang mencatatkan infeksi tertinggi di Asia Tenggara, yakni 14.951 kasus.
Pakar menyebut pelonggaran membuat setiap orang harus memutuskan sendiri risiko tindakannya. ”Semua orang harus memutuskan, risiko apa yang bisa diterima. Takkan ada cukup perlindungan,” kata Josh Santarpia, pakar mikrobiologi dan peneliti SARS-CoV-2 di University of Nebraska Medical Center.
Pakar infeksi di University of Chicago Medical Center, Emily Landon, berpendapat senada. ”Semua harus memutuskan, seperti saya tidak mengumpulkan teman kelompok membaca karena tidak aman. Saya tetap ke dokter karena aman. Bisa saja memolitisasi masalah ini dengan alasan kebebasan. Masalahnya ini virus, ranah biologi dan biologi tidak berunding,” ujarnya.
Hingga Rabu, di seluruh dunia tercatat 3,13 juta orang terinfeksi dan 218.000 kematian akibat Covid-19. AS tetap paling banyak dengan 1.035.765 infeksi dan 59.266 kematian akibat Covid-19. Sebagai pembanding, 58.000 tentara AS tewas selama perang Vietnam dan 2.400 lain tewas di Afghanistan. Afghanistan dan Vietnam merupakan perang terpanjang AS sejak negara itu berdiri.
Fakta itu, ditambah belum ada kejelasan kapan vaksin bisa didapat, membuat 55 persen warga AS menilai seharusnya tidak ada kegiatan perkumpulan orang sampai vaksin ditemukan. Mereka memilih tetap di rumah daripada menonton pertandingan olahraga di stadion, pergi ke bioskop, atau menghadiri konser.
”Sampai orang-orang merasa aman, mereka tidak akan keluar. Orang ke (stadion untuk menonton) pertandingan untuk mencari hiburan dan mana bisa terhibur kalau cemas gara-gara ada yang batuk,” kata pakar kajian ekonomi olahraga di College of the Holy Cross in Massachusetts, Victor Matheson.
Tetap buka
Meski ada kecemasan dan laju infeksi serta kematian belum berkurang, Presiden Donald Trump tetap mendorong pelonggaran pembatasan gerak. Bahkan, ia memerintahkan rumah potong tetap beroperasi dengan alasan menjaga cadangan pangan. Perintah itu dikeluarkan di tengah fakta 6.500 pekerja rumah potong di seluruh AS terinfeksi Covid-19.
Keputusan melonggarkan pembatasan gerak diserahkan kepada setiap gubernur. Washington hanya memberi panduan umum, tanpa penetapan kerangka waktu untuk memutuskan tahapan pelonggaran.
Sejumlah gubernur, seperti Kemp dari Georgia dan Ron DeSantis dari Florida, termasuk yang ingin segera melonggarkan pembatasan. Sementara Gubernur New York Andrew Cuomo menilai pembatasan masih akan berlangsung lama. Sebab, dengan 301.450 orang terinfeksi, New York menjadi wilayah paling banyak infeksinya di seluruh dunia.
Jumlah infeksi New York lebih banyak 69.322 kasus dibandingkan Spanyol, negara yang berada di peringkat kedua pada daftar data infeksi Covid-19. Meski infeksi banyak, Spanyol telah lebih dulu memulai pelonggaran dibandingkan AS.
China, negara yang menjadi lokasi pertama pandemi, juga semakin mengurangi pembatasan. Bahkan, Beijing mengumumkan akan menggelar musyawarah nasional Partai Komunis pada 22 Mei 2020.
Kongres itu awalnya direncanakan digelar pada 5 Maret 2020. Walakin, kala itu China belum yakin telah menangani wabah. Dengan keputusan menggelar munas pada akhir Mei, Beijing menunjukkan keyakinan bahwa pandemi telah dikendalikan.
Keyakinan China antara lain didasari laju infeksi harian rata-rata di bawah 100 kasus untuk penularan lokal. Pada Januari-Maret, laju infeksi lokal melebihi 1.000 kasus per hari.
Masalah Beijing kini justru menjadi tudingan sejumlah negara yang menyebut China tidak jujur soal Covid-19. Australia sampai meminta penyelidikan internasional atas masalah itu. Duta Besar China untuk Australia Chang Jingye mengatakan, langkah Canberra bisa memicu boikot China pada Australia.
Mahasiswa dan pelancong China akan menimbang ulang perjalanan ke Australia. Impor China dari Australia juga bisa berkurang. Ancaman itu bisa berdampak serius karena 25 persen ekspor Australia ditujukan ke China. Pelancong dan pelajar China juga menjadi salah satu andalan devisa Australia dari sektor pariwisata dan pendidikan.
Sementara Paus Fransiskus meminta umat Katolik mematuhi pemerintah tempat mereka tinggal setelah sejumlah pastor di Italia keberatan dengan larangan berkumpul dan pembatasan jumlah pelayat masih diberlakukan di Italia. Kehati-hatian dan kepatuhan pada perintah pembatasan gerak, menurut Paus, akan mencegah infeksi kembali melonjak. (AP/REUTERS)