Pembunuhan Perempuan di Meksiko Meningkat Setiap Tahun
”Pandemi” paling mematikan kaum perempuan di Meksiko yang melebihi korban akibat pandemi Covid-19 adalah ”feminicide” atau kekerasan yang disengaja dan berakibat hilangnya nyawa seseorang karena ia perempuan.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
MEXICO CITY, SELASA — Jumlah perempuan Meksiko yang tewas selama tiga bulan pertama pada 2020 meningkat hingga 8 persen dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu. Mereka tewas bukan karena pandemi, melainkan karena tindakan kekerasan di dalam rumah tangga.
”’Pandemi’ paling mematikan kaum perempuan di negeri ini, melebihi akibat virus korona jenis baru, adalah feminicide (kekerasan yang disengaja dan berakibat hilangnya nyawa seseorang karena berjenis kelamin perempuan),” kata anggota kongres partai oposisi Gerakan Warga (Citizen Movement), Martha Tagle, Senin (27/4/2020) waktu setempat.
Tagle menambahkan, kekerasan merupakan ancaman terbesar bagi hak-hak perempuan. Data pemerintah menyebutkan, setidaknya 720 perempuan terbunuh pada kuartal pertama 2020 ini. Sebanyak 244 korban di antaranya adalah korban feminicide.
Sebagai pembanding, hingga hari ini korban meninggal dunia akibat Covid-19 di Meksiko adalah 1.300 orang. Menurut data pemerintah, sebanyak 420 orang di antara korban meninggal adalah perempuan.
Kekerasan berbasis jender tersebar luas di negara-negara kawasan Amerika Latin. Data Badan Statistik Nasional Meksiko(INEGI), dua pertiga perempuan Meksiko telah mengalami beberapa bentuk kekerasan. Sebanyak 44 persen di antaranya pernah mendapatkan pelecehan dari pasangannya.
Data yang dikeluarkan oleh INEGI menunjukkan, jumlah perempuan yang tewas akibat kekerasan pada 2019 berjumlah 3825 orang. Angka itu naik sekitar 7 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya.
Angka itu juga menunjukkan, di Meksiko, setiap harinya, terjadi minimal 10 tindak kekerasan terhadap perempuan yang berujung pada pembunuhan.
Seiring dengan tingkat kekerasan yang berujung pada pembunuhan terhadap kaum perempuan di negara itu, para aktivis hak perempuan menyatakan kekhawatirannya angka itu akan terus memburuk dari waktu ke waktu.
Hal ini terbukti dari pesan dan panggilan yang masuk ke dalam Jaringan Tempat Berlindung Nasional (National Network of Shelters). Jaringan 70 lebih tempat perlindungan bagi perempuan korban kekerasan menunjukkan peningkatan lebih dari 80 persen antara pertengahan Maret dan pertengahan April dibandingkan pada bulan-bulan sebelumnya.
”Ini mengerikan. Saya pikir lebih banyak perempuan bisa mati karena kekerasan daripada Covid-19 pada periode ini,” kata Patricia Olamendi, pengacara yang mewakili para korban kekerasan.
Kekhawatiran itu bertambah mengingat pemerintahan Presiden Andres Manuel Lopez Obrador belum menerbitkan rencana untuk mengatasi lonjakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
”Ada pengabaian yang lengkap dan absolut. Apa yang terjadi di negara ini tidak manusiawi,” katanya.
Meski mengakui kekerasan terhadap perempuan adalah momok dan bahkan merupakan sebuah pandemi, Menteri Dalam Negeri Olga Sanchez Cordero menyatakan, nomor telepon darurat 911 adalah kunci untuk memeranginya.
Penjelasan mengenai nomor telepon darurat ini disampaikan Olga setelah sebulan sebelumnya sejumlah perempuan aktivis menagih langkah dan kebijakan Pemerintah Meksiko untuk mencegah dan mengurangi KDRT ataupun femicide.
Protes kaum perempuan
Bulan lalu, bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional, puluhan ribu perempuan Meksiko berkumpul dan melakukan protes atas ketiadaan sikap serta kebijakan yang jelas dari Pemerintah Meksiko terhadap terus naiknya kekerasan terhadap kaum perempuan.
Mereka meninggalkan tempat kerja mereka di pabrik, sekolah, kantor untuk bersama-sama memprotes pemerintahan Lopez Obrador yang dinilai abai dalam melindungi kaum perempuan.
Tidak hanya abai, pemerintah beserta lembaga kepolisian dan pengadilan dinilai tidak serius dalam menangani berbagai kasus pembunuhan terhadap perempuan.
Menurut BBC, sebuah pembunuhan terhadap seorang perempuan pelajar berusia 20 tahun yang terjadi pada 2016, hingga kini tidak jelas penanganan kasusnya.
Tiga laki-laki yang diduga terlibat melenggang bebas dari tahanan polisi dan bukti-bukti yang dikumpulkan, termasuk bukti utama, hilang.
Perempuan aktivis Meksiko, Maria de La Luz Estrada, mengatakan, ketimpangan terhadap penanganan kasus hukum yang melibatkan kaum laki-laki dan perempuan sudah mendarah daging di negara ini dan kini semakin parah.
Dia menilai ada semacam pemberian impunitas, kekebalan, terhadap kaum laki-laki yang diduga menjadi pelaku feminicide, sedangkan kaum perempuan yang menjadi korban diabaikan. (AP/REUTERS)