Khawatir Gelombang Kedua Pandemi, Inggris Pertahankan Pembatasan Sosial
Para ilmuwan Inggris sedang berusaha menemukan vaksin Covid-19. Terkait hal itu, London membentuk satuan tugas untuk pembuatan vaksin itu.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
LONDON, SELASA — Pelonggaran aturan jaga jarak dan pembatasan gerak berpeluang memicu gelombang kedua pandemi Covid-19. Karena itu, sejumlah negara mempertahankan pembatasan.
”Salah besar, bahkan untuk sekadar mempertimbangkan langkah pertama (pengakhiran pembatasan gerak). Kita harus melihat pandemi secara utuh,” kata Chris Whitty, Kepala Pelayanan Kesehatan Inggris, Senin (27/4/2020), di London.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson berpendapat senada. Ia mengatakan, terlalu berbahaya jika mengendurkan pembatasan sosial saat ini.
”Kita harus mengakui risiko gelombang kedua, risiko kehilangan kendali dan membiarkan penularan meningkat. Hal itu tidak hanya berarti gelombang baru penyakit dan kematian, tetapi juga bencana ekonomi,” ujarnya dalam pidato perdana setelah kembali mulai bekerja, Senin.
Johnson harus libur beberapa pekan karena dirawat setelah terinfeksi Covid-19. Sebelum cuti, ia memerintahkan pembatasan gerak dan jaga jarak untuk mengendalikan laju infeksi SARS-CoV-2.
”Setiap hari saya tahu virus ini membawa kesedihan dan duka bagi keluarga di seluruh negeri, dan benar bahwa ini masih menjadi tantangan terbesar negeri ini sejak perang. Benar juga bahwa kita membuat kemajuan dengan semakin sedikit (pasien) yang masuk rumah sakit, dan tanda-tanda kita kita telah melewati puncak,” tutur Johnson.
Ia mengakui banyak yang sudah tidak sabar karena lama tidak bekerja, tidak bertemu kerabat dan keluarga, serta terlalu lama berada di rumah. Ia juga sejak awal menyadari dampak pembatasan. Walakin, ia meminta warga Inggris tetap bersabar dan tidak tergesa mengakhiri pembatasan.
Secara terpisah, Menteri untuk Urusan Bisnis, Energi dan Strategi Industri Alok Sharma menyebut para ilmuwan Inggris sedang berusaha menemukan vaksin Covid-19. London membentuk satuan tugas untuk pembuatan vaksin itu.
Kedutaan Inggris di Jakarta mengumumkan, sebanyak 21 penelitian dengan dana 14 juta poundsterling sedang dilakukan di Inggris. Khusus untuk Universitas Oxford dan Imperial College London, Inggris, memberikan 42,5 juta poundsterling yang digunakan untuk menguji vaksin.
Selain di dalam negeri, Inggris juga mengucurkan 250 juta poundsterling untuk pengembangan vaksin melalui koalisi internasional untuk kesiagaan pandemi (CEPI). Kucuran ke CEPI bagian dari 744 juta poundsterling yang diberikan London untuk menangani Covid-19.
Negara lain
Keputusan menunda pengakhiran pembatasan juga diambil oleh Irlandia. Satuan tugas Covid-19 di Irlandia menyatakan tidak bisa merekomendasikan pengakhiran pembatasan gerak pekan depan. Satgas perlu meninjau laju penularan dan kematian akibat Covid-19 sepanjang pekan ini.
”Kita tetap mencatat kasus dan tantangan layanan kesehatan secara signifikan,” kata Kepala Pelayanan Kesehatan Irlandia Tony Holohan.
Sebaliknya, Australia dan Selandia Baru mulai mengakhiri pembatasan gerak. Meski mendorong orang tetap di rumah, Selandia Baru mengendurkan perintah pembatasan gerak.
Sementara Australia mengizinkan orang kembali berselancar di Pantai Bondi. Pantai itu memicu kemarahan kala ribuan orang datang ke sana pada masa awal anjuran pembatasan gerak diberlakukan. Canberra menilai laju penularan sudah turun. Selain itu, upaya pelacakan gerak juga sudah meluas seiring peningkatan jumlah warga yang mengunduh aplikasi pelacak gerak.
Pengawasan pergerakan menjadi salah satu kunci menanggulangi Covid-19. Berdasarkan data pergerakan, petugas bisa mengetahui peta sebaran penularan virus itu. Di China, pemetaan tidak hanya dilakukan lewat aplikasi pelacak gerak. Sejumlah warga dan penduduk China melaporkan pemerintah memasang kamera di depan tempat tinggal mereka. Dengan demikian, setiap orang yang keluar rumah akan segera diketahui.
Pekan depan, Hong Kong, Italia, Spanyol, hingga Amerika Serikat juga mulai mengurangi pembatasan gerak. Sementara Jerman sedang menimbang ulang pengurangan pembatasan gerak. Sebab, ada laporan kenaikan jumlah infeksi di negara yang kini mencatat 158.758 infeksi dan 6.126 kematian akibat Covid-19.
Secara global, ada 3 juta infeksi dan 211.658 kematian akibat Covid-19. Hampir 57.000 kematian akibat Covid-19 tercatat di AS. New York tetap menjadi daerah yang terparah dihantam wabah dengan 298.004 infeksi dan 22.623 kematian. Karena itu, New York mempertimbangkan pembatasan gerak lebih lama dibandingkan dengan negara bagian lain di AS.