China dan Australia Bersitegang Lagi, Perang Mulut Terkait Covid-19
Rakyat China frustrasi dan kecewa dengan sikap Australia. Mereka pasti akan berpikir ulang untuk datang ke negeri yang tidak ramah kepada orang China.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
CANBERRA, SENIN — Di saat dunia berjuang melawan pandemi Covid-19, Australia dan China terlibat perang mulut. Beijing melalui diplomat seniornya di Australia mengancam akan memboikot anggur Australia dan tur ajang balap sepeda profesional Down Under jika Canberra masih terus mendesak penyelidikan terhadap China terkait penyebaran virus korona.
Australia sejak pekan lalu telah bergabung dengan Amerika Serikat untuk mendesak penyelidikan terkait penyebaran virus korona baru (SARS-CoV-2) kepada China.
Merespons hal itu, Duta Besar China untuk Australia Cheng Jingye, seperti dilaporkan kantor berita AFP, Senin (27/4/2020), menilai langkah Australia mengadakan penyelidikan independen terhadap asal Covid-19 berbahaya.
”Rakyat China frustrasi dan kecewa dengan sikap Australia. Mereka pasti akan berpikir ulang untuk datang ke negeri yang tidak ramah kepada orang China,” kata Cheng kepada Australian Financial Review, Minggu (26/4/2020), seperti dikutip AFP.
Jika sikap Australia tak berubah, Cheng juga khawatir orang takkan mau minum anggur atau daging dari Australia lagi. Cheng juga secara halus mengancam bahwa warga China yang kuliah dan berniat kuliah di Australia akan berkurang.
”Bisa jadi orangtua takkan mau menyekolahkan anak mereka ke negara yang tidak bersahabat,” ujarnya.
Australia mengikuti jejak AS yang mendesak perlunya penyelidikan penyebaran wabah korona yang berawal dari Wuhan, Provinsi Hubei, China. Para ahli menilai penyelidikan terhadap pandemi korona akan bisa membuat China diawasi banyak pihak dan membuka pintu kritik ke Partai Komunis. Padahal, selama ini partai berkuasa di China itu tidak pernah menoleransi kritik apa pun.
”Ada sebagian orang yang berusaha menyalahkan China untuk masalah yang mereka hadapi dan mengalihkan perhatian. Seperti menjadi kaki tangan AS,” kata Cheng.
Pernyataan keras dari China sebelumnya juga dinyatakan Kementerian Luar Negeri China, Kamis lalu. Juru bicara Kemlu China, Geng Shuang, menyatakan tindakan Australia itu merupakan manuver politik yang harus segera dihentikan.
Apalagi karena Australia hanya ikut-ikutan AS yang kerap mengkritik cara China menangani wabah korona. Perselisihan ini berawal dari pernyataan Presiden AS Donald Trump yang mempertanyakan transparansi China terkait wabah korona.
Senada dengan Trump, Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne juga mempertanyakan transparansi China. ”Saya percaya kepada China, tetapi sekarang yang penting adalah transparansi agar kita bisa tetap berhubungan baik,” ujarnya.
Sebenarnya dalam beberapa tahun terakhir ini, hubungan bilateral antara Australia dan China kurang harmonis. Australia menuduh China mencampuri urusan dalam negeri dan khawatir dengan semakin besarnya pengaruh China di wilayah Pasifik. Meski demikian, hubungan perdagangan di antara keduanya tetap kuat.
China merupakan rekan dagang terbesar Australia karena membeli lebih dari sepertiga jumlah total ekspor Australia. Tak hanya itu, lebih dari satu juta turis dan mahasiswa China juga datang ke Australia dan nilainya mencapai 119 miliar dollar AS.
Menteri Keuangan Australia Josh Frydenberg mengatakan Australia tidak ingin merusak hubungan dagang dengan China, tetapi ia tidak bisa tinggal diam dengan isu wabah korona.
”Kami hanya mempertahankan kepentingan nasional, apa pun caranya,” Frydenberg kepada media the Australian Broadcasting Corp.
Sejauh ini jumlah kasus positif korona di Australia mencapai 6.600 kasus dan 74 orang di antaranya meninggal. (REUTERS/AFP)