Amerika Serikat menjadi pemuncak dalam produksi dan penjualan senjata serta perlengkapan militer global pada 2019. Dua negara, yaitu China dan India, menjadi pembelanja terbesar dari kawasan Asia.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
STOCKHOLM, SENIN — Belanja militer global pada 2019 mengalami kenaikan yang signifikan dibandingkan pada 2018. Belanja militer selama tahun tersebut mengalami persentase kenaikan tertinggi dibandigkan pada belanja militer per tahun selama satu dekade terakhir.
Dua negara Asia, yaitu China dan India, mencatat kenaikan belanja militer terbesar.
Hasil penelitian Stockholm International Peace Research Institute yang dirilis pada hari Minggu (26/4/2020) menunjukkan belanja militer global pada 2019 mencapai 1,9 triliun dollar Amerika Serikat atau 1,78 triliun euro. Dibandingkan belanja militer pada tahun sebelumnya, angka ini naik sekitar 3,6 persen.
Peneliti SIPRI, Nan Tian, mengatakan, bila melihat lebih jauh lagi ke belakang, nilai belanja militer di 2019 merupakan nilai belanja militer terbesar sejak era Perang Dingin usai.
Amerika Serikat, berdasarkan penelitian SIPRI, menjadi negara dengan nilai belanja militer terbesar, yaitu sebesar 732 miliar dollar. Nilai tersebut mengalami kenaikan sebesar 5,3 persen dibandingkan sebelumnya. Dan, nilai belanja militer AS itu menjadi porsi belanja militer terbesar dunia sebesar 38 persen.
Berdasarkan hasil penelitian SIPRI, China dan India menjadi dua negara yang masuk dalam lima besar ”tukang belanja” peralatan militer sepanjang 2019. China membelanjakan sekitar 261 miliar dollar AS atau naik 5,1 persen, sedangkan India membelanjakan 71,1 miliar dollar AS atau naik 6,8 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya.
Tian menjelaskan, kenaikan nilai belanja militer China adalah refleksi dari upaya mereka untuk menjadi salah satu negara dengan kekuatan militer terbesar, bersaing dengan AS dan Rusia. Pada saat yang bersamaan India menaikkan nilai belanja militernya karena dia memiliki ketegangan militer dengan China.
”Yang membuat India terdorong menaikkan belanja militernya adalah karena persaingan dan ketegangan di kawasan dengan China dan Pakistan,” kata peneliti SIPRI, Siemon Wezeman.
Hal lain yang perlu diperhatikan dari studi ini, ada perkembangan menarik, yaitu nilai belanja militer Jerman yang mengalami kenaikan sebesar 10 persen, senilai 49,3 miliar dollar AS, yang menjadi kenaikan tertinggi dari 15 negara dengan nilai belanja tertinggi. Menurut studi tersebut, kenaikan belanja militer Jerman terkait dengan meningkatnya persepsi ancaman dari Rusia.
Untuk tahun 2020, SIPRI memperkirakan nilai belanja militer akan mengalami penurunan yang signifikan mengigat pemerintah harus mengutamakan anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19 di negaranya masing-masing. Belajar dari krisis ekonomi tahun 2008, penurunan belanja militer bisa terjadi selama tiga tahun pascakrisis. Setelah itu, meningkat kembali,” katanya.
Rusia
Berdasarkan hasil penelitian yang sama, Rusia kini menjadi negara produsen peralatan militer kedua terbesar setelah Amerika Serikat. Rusia mengambil alih posisi yang sebelumnya ditempati Inggris sejak 2002.
Peneliti senior SIPRI, Siemon Wezeman, mengatakan, perusahaan-perusahaan perlengkapan militer Rusia mengalami perkembangan yang pesat sejak 2011. Kondisi ini, menurut Wezeman, sejalan dengan kebijakan Pemerintah Rusia yang menaikkan nilai belanja militer mereka sebagai bagian dari rencana modernisasi peralatan militernya.
Di dalam catatan SIPRI, Rusia memiliki setidaknya 10 perusahaan yang masuk dalam 100 perusahaan pembuat senjata dan perlengkapan militer terbesar sejak 2017. Total nilai penjualannya sebesar 37,7 miliar dollar AS atau 33 miliar euro, setara dengan 10 persen nilai penjualan global.
Untuk pertama kali perusahaan Rusia, Almaz-Antez, masuk dalam 10 besar perusahaan dengan nilai penjualan peralatan militer tertinggi pada 2019, dengan nilai penjualan 8,6 miliar dollar atau mengalami kenaikan 17 persen.
AS masih menempati urutan teratas sebagai produsen perlengkapan militer dan persenjataan dunia. Nilai penjualan 42 produsen perlengkapan militer pada 2019 senilai 226,6 miliar dollar AS atau naik 2 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya. Total nilai penjualan perusahaan AS tersebut adalah 57 persen total nilai penjualan global.
Perusahaan AS, Lockheed Martin, menjadi perusahaan perlengkapan militer dengan nilai penjualan sebesar 44,9 miliar dollar AS. ”Perusahaan-perusahaan AS mendapatkan keuntungan langsung dari kebijakan Kementerian Pertahanan yang terus membutuhkan pasokan senjata dan perlengkapan militer lainnya,” kata Aude Fleurant, Direktur Program Militer dan Persenjataan SIPRI.
Inggris, produsen perlengkapan militer dan persenjataan terbesar di Eropa Barat, menempati posisi ketiga dengan total nilai penjualan sebesar 35,7 miliar dollar AS. Perusahaan Inggris, BAE System, masih masuk dalam daftar 10 perusahaan perlengkapan militer dan persenjataan terbesar dengan nilai penjualan 35,7 miliar dollar AS. (AFP)