Tidak Tutup Mulut Saat Batuk dan Bersin Akan Dikenai Denda
Warga China yang berperilaku buruk, tidak menjaga perilaku sehat di ruang publik, akan dikenai denda yang tinggi. Namun, belum disebutkan jumlah dendanya.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
Belajar dari pengalaman pandemi Covid-19 yang menginfeksi 82.816 warga China, Pemerintah China di Beijing, Minggu (26/4/2020), mengeluarkan larangan terkait perilaku ”tidak beradab”, yakni tidak menutup mulut dan hidung saat bersin atau batuk, serta tidak memakai masker di ruang publik. Larangan ini diharapkan akan dapat memperbaiki kualitas kesehatan masyarakat.
Mereka yang melanggar aturan baru itu akan dikenai denda yang tinggi. Namun, belum disebutkan jumlah dendanya. Ketentuan yang selama ini berlaku selama ini, membuang sampah sembarangan, meludah, dan buang air besar di tempat umum didenda maksimal 28 dollar AS.
Aturan baru itu juga mengharuskan tempat-tempat publik memasang marka-marka penanda jaga jarak berjarak masing-masing 1 meter.
Selain itu, warga juga harus berpakaian rapi di tempat publik dan tidak boleh memakai kaus yang digulung ke atas hingga terlihat bagian perut. Banyak warga terbiasa menggulung kaus ke atas karena kegerahan.
Harian Global Times menyebutkan, selama ini Beijing sudah melarang sejumlah perilaku ”tidak beradab” yang lain, seperti meludah di tempat umum, buang sampah sembarangan, mengajak anjing jalan-jalan tanpa tali pengendali, membuang apa pun dari bangunan yang tinggi, buang air besar di tempat umum, dan merokok di sembarang tempat.
Sebelum wabah korona, aturan larangan ini belum diberlakukan dengan tegas sehingga kebiasaan perilaku ”tidak beradab” itu tidak kunjung berubah. Harapannya, kali ini aturan ini akan lebih tegas dan warga akan lebih patuh agar wabah korona gelombang kedua tidak akan datang.
Komisi Kesehatan Nasional China melaporkan ada 12 kasus Covid-19 akibat virus korona baru pada 24 April 2020. Sebanyak 11 kasus merupakan kasus impor. Dari total kasus Covid-19, 4.632 orang di antaranya tewas.
Hewan liar
Selain memberlakukan denda untuk mengubah perilaku warga, Pemerintah China juga melarang jual beli dan konsumsi hewan liar, kebiasaan makan yang dianggap memicu pandemi virus korona baru (SARS-CoV-2).
Larangan serupa pernah dibuat ketika wabah severe acute respiratory syndrome (SARS) melanda China sehingga menewaskan ratusan warga China dan Hong Kong pada 2002-2003. Sumber persoalan SARS saat itu juga karena kebiasaan mengonsumsi hewan liar. Namun, aturan larangan itu hanya berlaku sebentar dan warga kembali mengonsumsi hewan liar untuk pengobatan tradisional.
Setelah pandemi virus korona baru kembali melanda, akhir bulan lalu China kembali mengeluarkan larangan sementara sampai pandemi berakhir saja. Namun, kalangan pemerhati lingkungan dan virologi menuntut larangan itu diberlakukan selamanya dengan sanksi hukuman yang berat.
Kalangan pemerhati kesehatan mengingatkan, mengangkut, menyembelih, dan mengonsumsi hewan liar dapat menimbulkan risiko kesehatan masyarakat dan membuat manusia terpapar patogen berbahaya yang ditularkan melalui hewan. Para pemerhati lingkungan menyatakan, China adalah negara yang paling banyak mengonsumsi hewan liar, langka, dan dilindungi.
Ketika wabah SARS melanda, ilmuwan menemukan virus itu datang dari kelelawar yang kemudian menular ke manusia melalui musang.
Berdasarkan daftar harga yang beredar di internet China, salah satu pedagang di pasar Wuhan, Provinsi Hubei, China, menyebutkan sejumlah hewan yang dijual bebas di pasar, yakni musang, tikus, ular, salamander raksasa, dan anak serigala hidup. (AFP)