China Adili Warga Belize Terkait Demonstasi di Hong Kong
Pemerintah China memproses hukum warga Belize yang dituduh menyuplai dana aksi demonstrasi di Hong Kong dan beberapa kegiatan yang kontra-Beijing. Suplai dana itu dicap sebagai bukti keterlibatan asing.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
BEIJING, JUMAT – Pemerintah China, Jumat (24/4/2020), mengumumkan akan mengadili Lee Henley Hu Xian, warga Belize, dengan tuduhan telah mendanai sejumlah kegiatan yang menentang pemerintah dan membahayakan keamanan nasional. Lee dituding berkolaborasi dengan pihak-pihak anti-pemerintah China untuk menggalang dukungan tersebut.
Surat kabar The Guangzhou, media resmi Partai Komunis China di wilayah selatan negara tersebut, dalam beritanya menyebutkan pihak berwenang telah selesai melakukan penyelidikan dan telah menyimpulkan keterlibatan Lee Henley Hu Xiang dalam kegiatan yang merongrong keamanan negara.
Media tersebut mengatakan, hasil penyelidikan yang dilakukan oleh lembaga keamanan negara mengonfirmasi bahwa tersangka menyediakan dana yang besar bagi pihak-pihak yang bermusuhan dengan China di Amerika Serikat. Dia dilaporkan, "menjalin kerja sama dengan kekuatan asing antipemerintah China dalam urusan Hong Kong dan mendanai kegiatan kriminal yang membahayakan keamanan China,” tulis surat kabar tersebut.
Pihak berwenang di Guangzhou mengatakan, berkas kasus tersebut telah lengkap dan telah diserahkan kepada Kejaksaan Rakyat Guangzhou untuk dilakukan penuntutan dan diadili.
Lee Henley Hu Xian, pemegang paspor Belize, ditahan oleh Komisi Keamanan Nasional Guangzahou sejak 26 November 2019. Dikutip dari The Sout Morning China Post, Lee Henley merupakan seorang pebisnis Belize yang telah tinggal di China cukup lama.
Komisi Keamanan Nasional Guangzhou menyatakan Lee Henley sudah cukup lama berkolaborasi dengan berbagai pihak yang disebut pemerintah China sebagai kelompok kontra-China dan membiayai banyak kegiatan yang bertentangan serta membahayakan keamanan "Negara Tirai Bambu" itu. Setelah ditangkap, tidak ada satupun pihak yang mengetahui keberadaan Lee Henley.
South China Morning Post juga menyebutkan, selain Lee Henley, pihak keamanan China juga menahan warga negara asing dengan tuduhan yang sama, yaitu membiayai kelompok perlawanan terhadap pemerintah China.
Lee Men-chung, warga negara Taiwan, ditangkap oleh Komisi Keamanan Nasional Shenzen pada akhir Oktober 2019 dengan tuduhan melakukan kegiatan yang membahayakan pemerintah China.
Dia diketahui mengirimkan beberapa foto yang memperlihatkan aktivitas militer China tengah mempersiapkan peralatan di salah satu wilayah di dekat Hong Kong.
Sama seperti Lee Henley, keberadaan Lee Men-chung hingga saat ini tidak diketahui. Tidak ada informasi dari otoritas China tentang tuduhan yang dilayangkan kepada warga negara Taiwan ini hingga sekarang.
Pekan lalu, sebanyak 14 orang aktivis pro-demokrasi Hong Kong ditangkap kepolisian setempat dengan tuduhan telah melanggar aturan berbagai aturan, mulai dari soal pemberitaan hingga pelaksanaan demonstrasi yang tidak mendapatkan izin dari kepolisian.
Penangkapan tersebut diyakini oleh para aktivis sebagai bagian dari upaya pembungkaman yang dilakukan oleh Pemerintah China.
Kekuatan asing
Aksi demonstrasi yang diklaim diikuti secara konsisten oleh lebih dari satu juta warga Hong Kong sepanjang tahun lalu dipicu rencana pemerintah China untuk menerapkan undang-undang ekstradisi, sebuah peraturan yang memungkinkan warga Hong Kong yang diduga melakukan kejahatan dikirim ke China untuk diadili di sana.
Ketidakpercayaan terhadap sistem peradilan di China dan sikap pemerintah yang otoriter, membuat warga Hong Kong menolak rencana tersebut. Penolakan yang meluas dan membuat perekonomian Hong Kong memburuk membuat rancangan undang-undang itu dicabut.
Demonstrasi besar-besaran yang dilakukan secara konsisten oleh warga Hong Kong menimbulkan kecurigaan pemerintah China terhadap kemungkinan adanya campur tangan kekuatan asing.
Pada pertengahan November 2019, dikutip dari The South China Morning Post, perwakilan Kementerian Luar Negeri China d Hong Kong mengeluarkan laporan tentang dugaan adanya kekuatan dan campur tangan asing dalam aksi demonstrasi itu.
Menteri Luar Negeri China Wang Yi dan beberapa diplomat negara itu menggemakan tudingan itu. Termasuk ke beberapa negara barat, seperti Amerika Serikat dan Inggris. Kedua negara itu menyangkal keterlibatan mereka.
Aksi demonstrasi yang terus menerus terjadi dan merongrong wakil pemerintahan China di Hong Kong, membuat Kepala Kantor Penghubung China yang baru, Luo Huining, mendesakkan pemberlakuan undang-undang keamanan di wilayah itu.
Luo Huining, mantan Ketua Partai Komunis China di Provinsi Shanxi, China, dari The Guardian, menyatakan, gerakan dan aktivitas pro-demokrasi di Hong Kong adalah ancaman besar bagi supremasi hukum dan mengancam prinsip satu negara yang dikelola oleh Pemerintah China.
Pasal yang coba ingin diterapkan Luo di Hong Kong adalah pasal 23, yang intinya berbunyi melarang segala tindakan pengkhianatan, pemisahan diri, penghasutan, subversi terhadap Pemerintah Rakyat Pusat, atau pencurian rahasia negara”, dan melarang berbagai bentuk campur tangan politik asing. (AFP/REUTERS)