Tidak mudah menentukan kapan waktu yang tepat untuk melonggarkan kebijakan pembatasan jarak sosial atau penutupan wilayah. Apalagi jika sistem kesehatan tidak berjalan maksimal mengendalikan laju penyebaran Covid-19.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
Sejumlah negara yang memberlakukan kebijakan penutupan wilayah atau pembatasan jarak sosial dan fisik untuk menekan penyebaran Covid-19 mulai melonggarkan kebijakannya seiring dengan kasus baru yang menurun. Meski didorong oleh motif menggerakkan ekonomi, keputusan itu sebaiknya tidak justru menjadi bumerang.
Perbedaan cara, kapan, dan bagaimana negara-negara mencabut atau melonggarkan kebijakan penutupan wilayah (lockdown) pun terus mengemuka dalam beberapa minggu terakhir. Setiap negara harus bisa menetapkan level relaksasi tertentu yang, di satu sisi, bisa mulai menggerakkan ekonomi dan aktivitas sosial, tapi di sisi lain tetap menerapkan kebijakan kesehatan yang tegas untuk menekan penyebaran Covid-19.
Ketika kebijakan penutupan kota Wuhan dilonggarkan, misalnya, warga China khawatir orang positif tanpa gejala justru memicu gelombang kedua infeksi. Apalagi sistem pendataan pasien Covid-19 di sana dinilai kurang transparan oleh sebagian warga. Selain itu, gelombang kedua infeksi juga bisa muncul dari kasus impor seiring dengan dibukanya batas-batas negara.
Korea Selatan, yang melaporkan kasus baru pada Minggu (19/4/2020) sebanyak delapan kasus atau terendah sejak 18 Februari lalu, mengumumkan mulai melonggarkan kebijakan pembatasan jarak sosialnya. Kegiatan keagamaan dan olahraga boleh digelar kembali.
Mengutip pernyataan para pakar kesehatan di Korea Selatan, Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia Kim Chang-beom menyebutkan bahwa kebijakan pembatasan jarak sosial bisa direlaksasi jika kasus baru Covid-19 dalam sehari di bawah 50 kasus.
”Yang paling aman adalah tetap menjaga jarak sosial yang intensif, tetapi kenyataannya itu tidak mudah. Kita perlu mencari titik tengahnya,” kata Perdana Menteri Korea Selatan Chung Syek-yun dalam sebuah rapat yang disiarkan oleh stasiun televisi.
Eropa
Dalam beberapa hari terakhir, sejumlah negara Eropa juga mulai melonggarkan kebijakan penutupan wilayahnya. Jerman, misalnya, mulai kembali membuka toko-toko pada Senin (20/4/2020). Denmark, Norwegia, dan Swiss juga telah menempuh langkah yang sama.
Beberapa negara baru akan melonggarkan kebijakan penutupan wilayahnya dalam beberapa hari ke depan, seperti Selandia Baru dan Spanyol. Namun, ada juga yang masih memperpanjang kebijakan penutupan wilayah, seperti India dan Inggris.
Banyak orang mempertanyakan sampai kapan penutupan wilayah atau pembatasan jarak sosial diberlakukan. Agak sulit mengetahui kapan waktu yang tepat bagi suatu negara melonggarkan kebijakan penutupan wilayahnya. Kapasitas sistem kesehatan setiap negara berbeda. Begitu juga dengan kebijakan pengendalian pandeminya. Laju infeksi dan kematian akibat Covid-19 pun tidak sama.
Oleh karena itu, hanya pemerintah masing-masing yang bisa menentukan kapan waktu yang pas untuk merelaksasi kebijakan pembatasannya. Namun, tentu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Secara garis besar jika segala intervensi kesehatan sudah dilakukan dalam kapasitasnya yang maksimal dan laju infeksi dan kematian sudah melambat, bisa saja kebijakan penutupan wilayah mulai dilonggarkan secara bertahap sambil melihat bagaimana efek yang ditimbulkannya dari sisi kesehatan.
Sebenarnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memberikan rambu-rambu sekaligus panduan bagi negara yang ingin mulai merelaksasi kebijakan penutupan wilayahnya.
Dalam jumpa pers 13 April 2020 di Geneva, Swiss, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, keputusan apa pun yang diambil negara harus bertujuan untuk melindungi kesehatan warganya. Keputusan yang diambil harus berdasarkan bukti ilmiah tentang virus SARS-CoV-2 dan pandemi yang sudah diketahui saat ini.
Tedros menyampaikan, kita mengetahui bahwa Covid-19 bisa menular dengan mudah di lingkungan yang padat penduduk. Kita juga mengetahui bahwa penemuan kasus sejak dini, tes, isolasi, merawat mereka yang positif, melacak kontak mereka yang positif adalah langkah-langkah penting yang harus terus dilakukan.
Bertahap
Penyebaran kasus Covid-19 global memperlihatkan bahwa peningkatan kasus berjalan lebih cepat daripada penurunan kasus. Artinya, upaya merelaksasi kebijakan penutupan wilayah atau pembatasan jarak sosial harus dilakukan bertahap, tidak boleh sekaligus. Dua minggu setelah keputusan melonggarkan kebijakan diambil evaluasi harus dilakukan. Keputusan merelaksasi bisa dilakukan jika intervensi kesehatan yang benar tetap dijalankan termasuk penelusuran kontak dan tes.
Ada enam kriteria dari WHO yang harus dipenuhi oleh negara-negara yang ingin melonggarkan penutupan wilayah atau pembatasan jarak sosialnya. Pertama, penyebaran Covid-19 terkendali. Kedua, sistem kesehatan mampu mendeteksi, memeriksa, mengisolasi, dan merawat setiap kasus dan melacak riwayat kontaknya. Ketiga, risiko terjadinya lonjakan kasus di tempat-tempat tertentu seperti rumah sakit dan panti jompo bisa diminimalkan.
Keempat, tindakan pencegahan di tempat kerja, sekolah, dan tempat penting lainnya dilakukan dengan benar. Kelima, risiko kasus impor bisa dikelola dengan baik. Keenam, masyarakat sepenuhnya teredukasi, terlibat, dan berperan dalam menjalankan norma baru dalam kehidupan sosial untuk meminimalkan risiko penularan.
Enam kriteria di atas tidaklah mudah dipenuhi apalagi ada banyak informasi tentang virus korona baru ini yang belum para ahli ketahui. Namun, dari waktu ke waktu pengetahuan tentang virus ini terus bertambah.
Oleh karena itu, yang terpenting perlu diperhatikan oleh setiap negara adalah melibatkan pakar atau ahli terkait dalam pengambilan kebijakan sehingga setiap kebijakan memiliki dasar ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. (REUTERS)