Pemangkasan Minyak Belum Cukup Atasi Tekanan Permintaan
Kesepakatan OPEC+ diproyeksikan belum cukup untuk mengatasi tekanan permintaan atas minyak dan energi global. Tekanan pada permintaan energi akibat pandemi Covid-19 masih besar.
Oleh
BENNY D KOESTANTO dan KRIS MADA
·4 menit baca
SINGAPURA, SENIN — Harga minyak kembali tertekan sekalipun negara-negara produsen minyak yang tergabung dalam Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya atau OPEC+ menyepakati pemangkasan produksi. Hal itu mengindikasikan kesepakatan itu diproyeksikan belum cukup untuk mengatasi tekanan permintaan atas minyak dan energi secara umum akibat pandemi Covid-19.
Minyak mentah berjangka Brent turun 52 sen atau 1,7 persen pada level 30,96 dollar AS per barel pada Senin (13/4/2020). Penurunan itu terjadi setelah harga minyak sempat mencapai level 33,39 dollar AS per barel pada pembukaan. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS juga turun harganya senilai 12 sen, atau 0,5 persen, ke level 22,64 dollar AS per barel.
Baik minyak Brent maupun WTI telah kehilangan lebih dari setengah harganya sepanjang tahun ini. Pemotongan produksi oleh negara-negara produsen kali ini tercatat empat kali lebih besar dibandingkan rekor pengurangan produksi pada saat krisis keuangan global 2008. Namun, sejumlah pengamat besaran itu belum cukup. Penurunan permintaan diperkirakan mencapai 30 juta barel per hari pada April ini. Tekanan itu menguat jika pemerintah di mayoritas negara di dunia memperluas langkah pembatasan perjalanan dan jaga jarak sosial untuk mencegah perluasan wabah Covid-19.
”Bahkan, jika pemotongan ini memberikan dasar pada harga, mereka tidak akan dapat mendorong harga mengingat skala inventaris yang sedang kita bahas,” kata analis Aspek Energi Virendra Chauhan, merujuk pada penyimpanan pengisian cepat di tengah penurunan permintaan dari pengguna akhir. ”Tidak adanya komitmen keras dari Amerika Serikat atau anggota G-20 lainnya adalah kekurangan dari kesepakatan.”
Seperti diberitakan, OPEC+ setuju memangkas produksi demi menaikkan harga. Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman menyebut pemangkasan efektif akan mencapai 12,5 juta barel per hari. Sebab, Arab Saudi, Kuwait, dan Uni Emirat Arab akan memangkas produksi secara bertahap. Selama April 2020, Riyadh memproduksi 12,3 juta barel minyak per hari.
Setelah kesepakatan OPEC+, Riyadh akan memangkas total 3,8 juta barel minyak per hari. Sementara Kuwait dan UEA juga disebut akan memangkas melebihi kesepakatan OPEC+. Pemangkasan Brasil, Kanada, Indonesia, dan Norwegia akan mengurangi pasokan hingga 5 juta barel per hari. Kanada dan Norwegia sudah menunjukkan tanda mau memangkas produksi mereka pula.
Amerika Serikat menolak berkomitmen pada pemangkasan produksi. Padahal, negara lain setuju memangkas produksi minyak setelah Washington bolak-balik menekannya. Menteri Energi AS Dan Brouillette menyatakan gembira atas kesepakatan pemangkasan produksi itu. Namun, dia menyatakan, AS tidak membuat komitmen apa pun untuk menurunkan produksi minyak.
Washington telah menunjukkan hal yang jelas, penurunan permintaan karena Covid-19 akan memangkas produksi minyak AS. American Petroleum Institute yang merupakan perkumpulan perusahaan penambang minyak AS menyatakan, kesepakatan OPEC+ terjadi karena produsen di AS telah lebih dulu menyesuaikan produksi di tengah penurunan permintaan.
Jika terbukti kesepakatan OPEC+ tidak dapat menstabilkan harga minyak, diharapkan pembicaraan serupa terus dilakukan. ”Kesepakatan itu gagal mencapai tingkat pengurangan yang diantisipasi oleh pasar sehingga harga minyak tetap stagnan,” kata Takashi Tsukioka, Presiden Asosiasi Perminyakan Jepang (PAJ), dalam sebuah pernyataan. ”Kami berharap OPEC+ akan melanjutkan pembicaraan mereka untuk menstabilkan pasar minyak.”
Fokus pada cadangan
Para analis selanjutnya mengamati cadangan minyak masing-masing negara. Diperkirakan cadangan minyak di negara-negara maju akan tumbuh pada triwulan II-2020 ke level yang terakhir terlihat pada tahun 1982. Fokus utama berikutnya para pelaku pasar adalah data cadangan strategis AS sebagaimana dicatat Departemen Energi AS.
Seorang pelaku pasar, yang menolak disebutkan namanya, mengatakan, cadangan minyak di perusahaannya akan terus tumbuh. Namun, pertumbuhan itu relatif lambat akibat kesepakatan pemotongan produksi oleh OPEC+. ”Sebagian besar cadangan minyak strategis (dipegang oleh negara-negara di seluruh dunia) sudah cukup penuh. Mungkin China masih memiliki beberapa ruang, tetapi sisanya saya ragu ada sesuatu yang signifikan,” tambahnya.
”China tidak mungkin membuat komitmen tegas, terutama karena konsumen Timur Jauh masih membayar premi untuk pasokan Timur Tengah versus konsumen barat,” kata seorang pejabat perusahaan minyak negara yang berbasis di Beijing dengan syarat anonim, mengutip kebijakan perusahaan. ”Di luar penimbunan cadangan pemerintah, yang merupakan informasi yang sangat dijaga, manajer cadangan komersial di perusahaan-perusahaan minyak nasional hanya akan melihat ekonomi dan ruang tangki yang tersedia untuk memutuskan pembelian.” (AP/AFP/REUTERS)