Peneliti China Temukan Virus Korona dalam Sampel Udara 4 Meter dari Pasien
Rumah sakit memiliki risiko menjadi tempat menyebarnya penyakit, termasuk Covid-19. Untuk itu, tenaga medis yang menangani pasien di ruang perawatan intensif wajib menggunakan alat pelindung diri.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
ATLANTA, MINGGU — Penggunaan alat pelindung diri yang lengkap oleh tenaga kesehatan yang merawat pasien Covid-19 di ruang perawatan intensif merupakan sebuah keharusan. Sebab, kontaminasi lingkungan di ruang perawatan intensif lebih besar daripada kontaminasi di ruang perawatan biasa.
Demikian salah satu simpulan dari studi yang dilakukan oleh para peneliti dari Academy of Military Medical Sciences, Beijing, China, yang dimuat di jurnal Emerging Infectious Disease milik Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat, Jumat (10/4/2020).
Artikel yang dirilis awal itu bukan merupakan hasil akhir. Setiap kemungkinan perubahan akan terlihat pada versi daring saat artikel itu secara resmi dipublikasikan.
Dalam studi tersebut, para peneliti memeriksa sampel udara dan permukaan benda di ruang perawatan intensif (ICU) dan ruang perawatan biasa yang merawat pasien Covid-19 di Rumah Sakit Huoshenshan di kota Wuhan. Pada 9 Februari-2 Maret 2020, rumah sakit ini merawat 24 pasien Covid-19.
Mereka menemukan bahwa virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 banyak terkonsentrasi di lantai bangsal, ”mungkin karena faktor gravitasi dan aliran udara sehingga percikan dari pasien jatuh ke lantai.”
Konsentrasi virus SARS-CoV-2 juga banyak terdapat di permukaan benda-benda yang sering disentuh, seperti tetikus komputer, tong sampah, pegangan tempat tidur, dan kenop pintu.
Konsentrasi virus SARS-CoV-2 juga banyak terdapat di permukaan benda-benda yang sering disentuh, seperti tetikus komputer, tong sampah, pegangan tempat tidur, dan kenop pintu.
”Selain itu, separuh sampel dari sandal tenaga medis di ICU positif Covid-19,” tulis tim peneliti tersebut. “”Untuk itu, sandal tenaga medis di ruang ICU bisa jadi pembawa virus.”
Tim peneliti itu juga memeriksa apa yang disebut sebagai penularan aerosol, yaitu ketika percikan yang superkecil sehingga tetap melayang-layang di udara untuk beberapa jam. Hal ini tidak seperti bersin atau batuk yang percikannya bisa langsung jatuh ke bawah dalam beberapa detik.
Peneliti menemukan bahwa aerosol yang mengandung banyak virus terkonsentrasi di dekat atau di bawah pasien hingga berjarak 4 meter. Yang menggembirakan dari penelitian tersebut adalah tidak ada tenaga medis yang tertular Covid-19. Hal ini menandakan bahwa ”tindakan pencegahan yang baik bisa menghindari penularan.”
Selama ini, virus SARS-CoV-2 dalam aerosol menjadi perdebatan para ilmuwan. Tidak jelas seberapa menular virus ini dengan jumlah yang sedikit dan dalam kabut udara yang supertipis.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejauh ini tetap menyatakan bahwa Covid-19 menular melalui percikan dari batuk atau bersin orang yang positif Covid-19. WHO belum menyatakan bahwa Covid-19 menular melalui udara atau aerosol.
Sementara itu, otoritas kesehatan Amerika Serikat menerapkan langkah yang lebih hati-hati dengan merekomendasikan orang untuk menutup wajah mereka ketika berada di ruang publik guna mencegah penularan dari napas biasa dan berbicara.
Melihat potensi kontaminasi lingkungan dalam studi mereka, para peneliti merekomendasikan bahwa ”isolasi mandiri terduga Covid-19 mungkin bukan merupakan strategi pengendalian yang baik.”
Selain itu, yang perlu diketahui adalah para peneliti juga menyatakan terdapat dua keterbatasan dalam penelitian mereka. Pertama, hasil pemeriksaan asam nukleat tidak mengindikasikan jumlah virus yang ada. Kedua, dosis minimal infeksi dan jarak transmisi aerosol juga tidak bisa ditentukan. (AFP)