Tenaga medis memiliki risiko besar tertular Covid-19 ketika menangani pasien. Apalagi, dengan ketersediaan alat pelindung diri yang terbatas, risiko tersebut semakin besar. Kehadiran robot mengatasi sebagian kendala itu.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·5 menit baca
Pandemi Covid-19 telah memberikan tekanan yang besar pada sistem layanan kesehatan di banyak negara. Dalam waktu singkat, ribuan pasien harus dirawat, termasuk di ruang perawatan intensif (ICU), sementara jumlah ruang perawatan, tenaga medis, dan alat pelindung diri (APD) terbatas.
Situasi seperti itu juga membutuhkan tenaga medis yang bekerja ekstrakeras dalam merawat pasien. Jam kerja 24 jam tanpa henti membuat banyak tenaga medis kelelahan. Daya tahan tubuh mereka menurun dan rentan tertular penyakit hingga akhirnya benar-benar tertular Covid-19 dan meninggal.
Kondisi seperti itu membuka peluang pemanfaatan teknologi untuk memudahkan dan meringankan beban tenaga medis. Sebenarnya ada banyak penerapan teknologi selama pandemi Covid-19. Sejumlah negara sudah menerapkan, misalnya aplikasi atau alat pelacak agar warganya patuh menjalani karantina diri, pemanfaatan mahadata untuk melacak kasus positif, ataupun penggunaan robot atau pesawat nirawak (drone) untuk menyemprotkan cairan disinfektan di tempat umum.
Namun, yang ada di Italia berbeda. Rumah Sakit Circolo di Varese, kota di wilayah Lombardy yang merupakan episentrum wabah Covid-19 di Italia, sejak akhir Maret, memiliki anggota staf baru yang merawat pasien di ICU, selain dokter dan tenaga medis lain.
Anggota staf itu bernama Tommy. Ia adalah satu dari enam robot yang membantu perawat dan dokter merawat pasien Covid-19 di RS Circolo. ”Dengan kemampuan saya, anggota staf medis bisa berhubungan dengan pasien tanpa harus kontak langsung,” kata Tommy, si robot perawat, kepada wartawan, akhir Maret.
Nama Tommy diambil dari nama anak dokter penanggung jawab ruang ICU, Francesco Dentali, yaitu Tommaso. Menurut Direktur RS Circolo Gianni Bonelli, para tenaga medis di rumah sakitnya harus bekerja tanpa henti menangani pasien Covid-19 sehingga mereka jarang sekali pulang ke rumah. Menamai robot yang membantu di rumah sakit dengan nama anak sendiri diharapkan bisa menjadi pengobat rindu Dentali kepada keluarga dan menjadikan rumah sakit seperti rumah sendiri.
Di laman Varesenoi.it dijelaskan bahwa Tommy memiliki tinggi seperti tinggi anak-anak, sekitar 1 meter, dengan kepala hampir berbentuk kotak dan mata bulat menyala. Tommy bersama lima robot lainnya membantu perawatan 12 pasien di ICU. Setiap robot menjaga dua pasien.
Sangat membantu
Tommy melaju di atas roda dan dikendalikan dari jauh. Melalui kamera yang disematkan di tubuhnya, tenaga medis dari ruangan lain memonitor indikator vital pasien dan melakukan interpretasi kondisi pasien.
”Pada dasarnya robot ini memiliki monitor, sebuah tablet lengkap dengan kamera dan mikrofon. Alat ini memungkinkan komunikasi secara visual antara pasien dan dokter atau perawat berlangsung,” kata Bonelli, seperti dikutip Public Radio International (PRI), Rabu (8/4/2020).
Pasien juga bisa menitipkan pesan yang akan disampaikan kepada tenaga medis dengan mengetikkannya pada layar sentuh di salah satu bagian tubuh Tommy.
Tommy juga bisa mengukur tekanan darah dan saturasi oksigen pasien di ICU, termasuk pasien yang terhubung dengan ventilator. Dalam wawancara dengan PRI, Bonelli menyampaikan, Tommy bisa mendeteksi gerakan pasien. Jika pasien terjatuh, Tommy memberikan sinyal kepada tenaga medis yang mengoperasikannya. Dengan begitu, tenaga medis bisa cepat datang.
Meski tak perlu masker dan APD setiap masuk-keluar ruang isolasi, Tommy selalu melalui prosedur penyemprotan disinfektan untuk memastikan permukaan robot itu tidak menjadi perantara penularan.
Pemanfaatan robot untuk membantu perawat dan dokter ini mengurangi waktu tenaga medis berinteraksi langsung dengan pasien sehingga mengurangi juga risiko penularan.
Pemanfaatan robot untuk membantu perawat dan dokter ini mengurangi waktu tenaga medis berinteraksi langsung dengan pasien sehingga mengurangi juga risiko penularan. Selain itu, pelayanan bisa lebih cepat karena robot Tommy tidak membutuhkan waktu untuk memakai APD ketika akan memasuki ruang ICU. Ini juga berarti bisa menghemat APD.
”Robot-robot ini tidak menghilangkan kontak tenaga medis dengan pasien, tetapi hanya mengurangi aksesnya,” kata Francesco Dentali, pemimpin tim medis yang merawat 83 pasien di ICU.
Akibat kekurangan dokter jaga di ruang ICU, beberapa dokter dari departemen lain di rumah sakit diperbantukan di bagian ICU. Pemanfaatan robot untuk memantau kondisi pasien akan memberikan waktu lebih bagi dokter dalam menangani pasien dengan kondisi lebih parah.
Penggunaan robot untuk merawat pasien juga sangat membantu rumah sakit guna menghemat penggunaan APD. ”Di saat seperti sekarang, APD jadi barang langka,” kata Bonelli. Keterbatasan APD telah menjadi masalah tersendiri sejak Covid-19 mulai merebak, akhir Februari lalu, di Italia.
Teman baru
Kini, Tommy dan lima robot lain yang membantu merawat pasien Covid-19 mendapat teman baru bernama Ivo. Semula, Ivo yang didonasikan perusahaan lokal bertugas membantu anak-anak yang karena alasan kesehatan tidak bisa pergi belajar ke sekolah. Dalam situasi pandemi seperti sekarang ini, Ivo diperbantukan untuk merawat pasien Covid-19.
Ivo awalnya dikembangkan sebagai sebuah proyek di Amerika Serikat untuk menciptakan perangkat video konferensi. Sejak 1 April 2020, Ivo mulai ”bertugas” di Departemen Penyakit Infeksi RS Circolo di bawah pengawasan dokter Paolo Grossi.
Robot Ivo memiliki struktur yang sederhana. Bagian kepala Ivo merupakan sebuah tablet yang ditopang oleh tiang setinggi sekitar 1 meter dengan kaki berupa roda periskopik. Robot ini dikendalikan oleh tenaga medis melalui komputer atau telepon genggam. Dengan fungsi hampir sama dengan Tommy, Ivo menjadi perantara komunikasi antara dokter dan pasien melalui panggilan video.
Bersyukur ada robot ini, komunikasi dengan pasien di ruang isolasi lebih mudah dan lebih aman. Memonitor pasien juga lebih mudah.
”Bersyukur ada robot ini, komunikasi dengan pasien di ruang isolasi lebih mudah dan lebih aman. Memonitor pasien juga lebih mudah,” ujar Grossi.
Pada awalnya, tidak semua pasien menyambut baik keberadaan robot-robot itu. Butuh waktu bagi pasien untuk memahami bahwa besarnya tanggung jawab dan risiko yang dimiliki tenaga medis dalam menangani pasien Covid-19 membuat keberadaan robot bisa sedikit meringankan beban itu.
”Kami harus menjelaskan kepada pasien tentang tujuan dan fungsi robot itu,” ujar Dentali. ”Reaksi pertama tidak positif, terutama dari pasien lansia. Tetapi, setelah kami jelaskan tujuannya, pasien jadi senang karena mereka tetap bisa berbicara dengan dokter.”
Satu lagi kelebihan Tommy dan robot-robot perawat di Varese adalah mereka tak kenal lelah. Jika suplai tenaganya mulai menurun, baterainya tinggal dicas hingga penuh dan Tommy pun akan kembali bekerja. (REUTERS)