Abe dan Koike Meredam Perbedaan, Utamakan Keselamatan Rakyat
Pemerintah Tokyo akan memberikan subsidi bagi para pengusaha skala mikro, kecil, dan menengah yang terdampak pembatasan dan penutupan usaha.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
TOKYO, JUMAT — Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Gubernur Tokyo Yuriko Koike untuk sementara berhasil meredam perbedaan di antara mereka terkait dengan status negara dalam keadaan darurat yang telah ditetapkan oleh Abe, Selasa (7/4/2020). Keselamatan rakyat di atas segala-galanya.
Koike, seperti dirilis situs resmi televisi NHK, Jumat (10/4/2020), menyatakan bahwa Pemerintah Kota Tokyo Metropolitan memutuskan untuk menutup sejumlah kegiatan di kota itu selama satu bulan.
Tempat yang ditutup adalah tempat hiburan, sekolah, universitas, lembaga pendidikan luar sekolah, sarana olahraga dan rekreasi keluarga, bioskop dan teater, gedung pertemuan dan pameran, serta fasilitas komersial.
Pemerintah Tokyo juga meminta para pengusaha restoran dan pub, termasuk izakaya (pub bergaya Jepang), untuk membatasi jam operasinya, mulai dari pukul 05.00 hingga pukul 20.00. Mereka juga diminta untuk menghentikan penyediaan minuman beralkohol pada pukul 19.00.
”Kebijakan itu akan mulai dilaksanakan pada Sabtu (11/4/2020),” kata Koike.
Mereka yang melaksanakan kebijakan tersebut secara penuh akan mendapatkan subsidi senilai 500.000 yen atau sekitar 4.600 dollar Amerika Serikat. Jumlah itu akan bertambah dua kali lipat jika pemilik usaha memiliki cabang di lokasi yang lain di kota Tokyo.
Kebijakan itu tidak berlaku bagi rumah sakit dan fasilitas medis lain, termasuk apotek, dan pasar tradisional atau pasar swalayan yang menyediakan kebutuhan pokok warga.
Pemerintah juga meminta warga untuk tidak menimbun bahan pokok karena fasilitas perdagangan tetap buka dan kebutuhan pokok akan terus diupayakan untuk dipenuhi.
”Kebijakan ini mungkin akan menyulitkan bagi warga. Tetapi, jika kita bertindak cepat, penderitaan itu akan singkat dan wabah akan terkendali dengan lebih cepat,” kata Koike.
Koike dan Abe selama beberapa waktu terakhir bersitegang karena perbedaan pandangan menyangkut kondisi kedaruratan di Tokyo dan negara itu secara keseluruhan.
Koike ingin bertindak cepat untuk menutup banyak tempat usaha dan bisnis di Tokyo agar penyebarluasan virus SARS-CoV-2 bisa diperlambat. Hal ini juga terkait dengan jumlah kasus positif Covid-19 yang makin meningkat di kota itu dan menjadikan Tokyo sebagai pusat penyebaran di Jepang.
Sebaliknya, Abe menolak rencana itu karena dikhawatirkan tindakan Keiko untuk menutup kegiatan usaha dan bisnis akan menambah tekanan perekonomian Jepang. Upaya Abe ini dinilai banyak pihak hanyalah mementingkan sisi ekonomi dibandingkan keselamatan warga Jepang secara keseluruhan.
Keiko pun sempat melontarkan pernyataan keras terhadap penolakan Abe. ”Saya kira, jabatan gubernur itu akan memberikan kekuasaan seperti layaknya CEO. Tetapi, saya merasa lebih sebagai manajer menengah,” kata Keiko.
Pada saat yang sama, Pemerintah Kota Tokyo mengumumkan penambahan 189 kasus positif baru, Jumat (10/4/2020). Kini, jumlah kasus di Tokyo mencapai 1.708 kasus. Secara keseluruhan, di Jepang tercatat ada 5.530 kasus pasien positif Covid-19 dan korban meninggal berjumlah 108 orang.
Peringatan untuk turis
Memasuki Maret dan April, Jepang biasanya menjadi salah satu negara yang dikunjungi jutaan wisatawan. Wisatawan biasanya mengincar bulan ketiga pada kuartal pertama setiap tahun karena ingin menyaksikan bunga sakura mekar.
Namun, pandemi Covid-19 membuat pemerintah di kota-kota yang menjadi tujuan wisatawan asing memilih bersikap hati-hati untuk menerima kunjungan wisata pada tahun ini.
Pemerintah Kyoto, selain meminta pemerintah pusat agar diikutsertakan dalam status kedaruratan, seperti halnya Osaka dan Tokyo serta prefektur lain, juga meminta agar wisatawan berpikir ulang untuk mengunjungi lokasi wisata di sana.
”Saya meminta orang-orang yang mencintai Kyoto dan turis dari mancanegara untuk melindungi diri dan keluarganya terlebih dulu sampai situasi ini berakhir. Tolong tidak melakukan kunjungan ke Kyoto untuk saat ini,” kata Wali Kota Daisaku Kadokawa.
Katsuhiro Miyamoto, profesor bidang ekonomi dari Universitas Kansai, dikutip dari BBC, mengatakan, pandemi global ini membuat Jepang berpotensi kehilangan pendapatannya dari bidang pariwisata selama masa hanami (waktu mekarnya bunga sakura).
Menurut data, lebih dari 8 juta wisatawan asing datang ke Jepang selama periode Maret hingga Mei 2019, yang membuat negara ini memperoleh pemasukan sekitar 650 miliar yen atau sekitar 6 miliar dollar AS.
Kini, setelah Abe mengumumkan status negara dalam keadaan darurat, beberapa pemerintah provinsi mengajukan daerah mereka untuk dimasukkan dalam status yang sama. (REUTERS)