Perjanjian damai Taliban-AS rawan runtuh sewaktu-waktu. Taliban menuduh Washington melanggar sejumlah kesepakatan antara kedua pihak.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
ISLAMABAD, SENIN — Kelompok Taliban mengatakan, perjanjian damai mereka dengan Amerika Serikat bisa runtuh sewaktu-waktu. Kesabaran Taliban hampir habis setelah Washington dituduh melanggar kesepakatan karena melakukan serangan udara terhadap warga sipil. Taliban juga berang dengan penundaan pembebasan 5.000 tahanan Taliban yang tercantum dalam perjanjian dengan Washington.
Pernyataan Taliban itu dikeluarkan pada Minggu (5/4/2020). Taliban mengingatkan, akan ada lebih banyak kekerasan jika AS dan Pemerintah Afghanistan terus melakukan pelanggaran. Taliban menyatakan, mereka sudah membatasi serangan terhadap pasukan keamanan Afghanistan di pos-pos perdesaan.
Taliban pun mengklaim tidak menyerang pasukan internasional ataupun pasukan Afghanistan di kota-kota atau instalasi militer. Menurut kubu Taliban, batas-batas serangan mereka itu belum secara khusus ditetapkan dalam perjanjian dengan AS yang ditandatangani pada Februari lalu.
Tentara Tentara Nasional Afghanistan (ANA) tiba di lokasi pertempuran antara pasukan Taliban dan Pemerintah Afghanistan di Kunduz, Afghanistan (4/3/2020). Juru bicara militer AS, Kolonel Sonny Leggett, melalui Twitter, membantah tuduhan Taliban itu. Ia mengatakan, pasukan AS di Afghanistan telah menjunjung tinggi dan terus menjunjung tinggi persyaratan militer dari perjanjian AS-Taliban. ”Pernyataan apa pun sebaliknya adalah pernyataan tidak berdasar,” kata Legget.
Dalam kicauannya, Leggett menyerukan agar Taliban mengurangi kekerasan. Ia pun mengatakan, militer AS akan terus hadir untuk membantu pasukan keamanan Afghanistan jika diserang.
Sebaliknya, Taliban mengatakan, mereka telah mengurangi serangan mereka dibandingkan tahun lalu. Menurut mereka, pelanggaran yang terus-menerus akan ”menciptakan ketidakpercayaan yang akan merusak perjanjian”. Situasi seperti itu akan ”menjebak” kedua pihak dalam pertikaian terus menerus karena kembali saling membalas.
Kubu Taliban menuduh Pemerintah Afghanistan menggunakan ”argumen yang tidak masuk akal dan sekaligus tidak dapat dipertahankan” terkait berulangnya penundaan pelepasan 5.000 tahanan Taliban. Dalam perjanjian yang ditandatangani, pelepasan itu merupakan pertukaran atas 1.000 personel Pemerintah Aghanistan. Kondisi itu sejatinya juga membuat Washington frustrasi.
Kabinet baru
Sementara itu, di ibu kota Afghanistan, Kabul, Presiden Ashraf Ghani mengumumkan kabinet baru. Pengumuman itu dilakukan di saat sejumlah mediator—termasuk mantan Presiden Hamid Karzai—berupaya menengahi konflik di tubuh Pemerintahan Afghanistan.
Sebagaimana diketahui, pemilu presiden di Afghanistan yang digelar beberapa waktu masih menyimpan kemelut. Salah satu kandidat, penantang utama Ghani, yaitu Abdullah Abdullah, menolak hasil pemilu yang dinilai penuh kecurangan. Ia pun mengklaim, dirinyalah pemenang pemilu itu. Karzai dikabarkan telah berbicara dengan Abdullah Abdullah, yang juga menyatakan dirinya sebagai presiden Afghanistan.
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, pergi setelah pertemuan di Jalalabad, Afghanistan (3/3/2020).
Komisi Pemilihan Independen negara itu telah menyatakan Ghani sebagai pemenang, tetapi Abdullah dan Komisi Pengawas Pemilu di negara itu telah mendakwa terjadinya penyimpangan yang meluas.
Kemelut politik itu telah membuat AS frustrasi, dan berpotensi membuat masa depan perdamaian di Afghanistan menjadi tidak jelas. Menyikapi situasi itu, Washington telah mengancam akan menahan bantuan 1 miliar dollar AS tahun ini jika Ghani dan Abdullah tidak dapat berkompromi.
Sementara itu, AS dan NATO mulai menarik pasukan mereka dari Afghanistan. Penarikan tersebut diharapkan rampung dalam 14 bulan. Penarikan itu terkait komitmen Taliban untuk memerangi kelompok teroris termasuk melawan Negara Islam di Irak dan Suriah yang saat ini tengah membangun basis baru di Afghanistan.
Bulan lalu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengunjungi Afghanistan dan bertemu dengan Ghani dan Abdullah. Maksud kedatangan itu adalah untuk memecah kebuntuan antara Ghani dan Abdullah, tetapi hasilnya kurang menggembirakan.
Namun, pekan lalu, berembus angin segar saat Pompeo menerima kabar Pemerintah Afghanistan telah membentuk tim negosiasi terkait pembebasan tahanan. (REUTERS)