Indonesia Loloskan Resolusi PBB, Dorong Solidaritas Global Atasi Covid-19
Indonesia bersama sejumlah negara mitra, di antaranya Ghana, Singapura, dan Swiss, berhasil meloloskan resolusi PBB tentang solidaritas global untuk mengatasi Covid-19.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
PERWAKILAN TETAP RI DI PBB
Duta Besar Dian Triansyah Djani, Wakil Tetap RI untuk PBB, mengikuti secara virtual pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York, AS, Senin (30/3/2020) waktu setempat. Indonesia mendukung pengesahan empat resolusi DK PBB, salah satunya tentang keselamatan dan keamanan pasukan perdamaian.
NEW YORK, JUMAT — Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kamis (2/4/2020) waktu setempat, di New York, Amerika Serikat, menyetujui sebuah resolusi yang menyerukan solidaritas global, yakni kerja sama internasional dan multilateralisme, dalam memerangi pandemi Covid-19. Resolusi lolos atas dorongan Indonesia bekerja sama dengan Ghana, Liechtenstein, Norwegia, Singapura, dan Swiss.
Resolusi disepakati secara virtual dan tanpa dilakukan pertemuan secara fisik sebagai akibat dari kebijakan lockdown oleh Gubernur Negara Bagian New York. Resolusi bertajuk ”Global Solidarity to Fight Covid-19” itu dicapai melalui konsensus, diputuskan secara aklamasi, dengan menekankan perlunya penghormatan kepada hak asasi manusia.
Dalam menghadapi penyakit Covid-19 yang disebabkan virus korona baru atau SARS-CoV-2 itu resolusi juga menyerukan agar menghindari diskriminasi, rasisme, dan xenofobia.
Resolusi ini merupakan produk pertama yang dihasilkan oleh PBB terkait Covid-19 sejak diumumkannya status pandemi global oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 Maret 2020. Hingga kini, pandemi telah menjangkiti lebih dari 1 juta orang dan menyebabkan lebih dari 52.000 orang meninggal, namun ratusan ribu lainnya juga berhasil sembuh.
Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi mengatakan, resolusi tersebut menekankan pesan politis tentang pentingnya persatuan, solidaritas, dan kerja sama internasional dalam upaya mitigasi pandemi global Covid-19.
”Dalam situasi prihatin seperti ini sangat diperlukan kesatuan, solidaritas, dan kerja sama internasional untuk dapat merespons Covid-19 secara tepat dan kolektif,” tegas Retno.
DOKUMEN KEMENTERIAN LUAR NEGERI RI
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi saat pidato pertamanya sebagai anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB periode 2020-2022 di Markas Besar PBB di Geneva, Swiss, Senin (24/2/2020).
Peran sentral
Menurut Retno, resolusi ini menyampaikan pesan kepada dunia internasional bahwa PBB sebagai organisasi universal memiliki peran sentral untuk mengoordinasikan respons global.
Retno mengatakan, PBB juga harus dapat memberikan harapan kepada komunitas internasional bahwa dengan kerja sama, solidaritas, dan kebijakan yang tepat, setiap negara dapat mengatasi krisis ini.
Peran PBB tecermin dalam resolusi, seperti meminta kerja sama negara-negara untuk menahan laju penyebaran virus, mitigasi tampak melalui pertukaran informasi, kerja sama pengetahuan para ilmuwan, serta praktik baik dari tiap negara. Resolusi juga menegaskan peran sentral WHO di garda depan koordinasi dengan semua elemen masyarakat internasional.
Secara khusus resolusi juga memberikan apresiasi kepada seluruh pekerja di bidang kesehatan, profesi medis, dan peneliti yang terus bekerja di bawah kondisi sangat sulit.
Meskipun dalam situasi pandemik, diplomasi Indonesia di PBB masih tetap berjalan dan PBB tetap melakukan tugas atau mandatnya.
Duta Besar Dian Triansyah Djani, Wakil Tetap RI di PBB, menyebutkan, 188 negara dari 193 negara anggota menjadi co-sponsor resolusi, suatu jumlah yang signifikan dan pertama kali dalam sejarah PBB.
PERWAKILAN TETAP RI DI PBB
Duta Besar Dian Triansyah Djani, Wakil Tetap RI untuk PBB, mengikuti secara virtual pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York, AS, Senin (30/3/2020) waktu setempat. Indonesia mendukung pengesahan empat resolusi DK PBB, salah satunya tentang keselamatan dan keamanan pasukan perdamaian.
Hal ini menunjukkan, meskipun dalam situasi pandemik, diplomasi Indonesia di PBB masih tetap berjalan dan PBB tetap melakukan tugas atau mandatnya.
Indonesia merupakan salah satu negara anggota PBB yang cukup aktif di bidang diplomasi kesehatan. Indonesia saat ini adalah Ketua Foreign Policy and Global Health Initiative, suatu forum yang membahas dan memprakarsai isu kesehatan serta kebijakan politik multilateral yang beranggotakan Brasil, Norwegia, Perancis, Senegal, Thailand, dan Indonesia.
Selain itu, Indonesia saat ini juga menjadi anggota Executive Board WHO, yakni badan eksekutif WHO.
Krisis paling menantang
Tidak seperti Dewan Keamanan PBB, resolusi yang diadopsi Majelis Umum PBB tidak mengikat, tetapi memiliki nilai politik yang kuat. Menurut Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, virus korona baru adalah ”krisis paling menantang yang kita hadapi sejak Perang Dunia II”.
Minggu lalu, ketika pandemi menyebar ke seluruh dunia, Guterres memperingatkan, jika dunia tidak bersatu memerangi virus, jutaan orang bisa tewas. Hari ini, pandemi telah menginfeksi lebih dari 1 juta orang dan membunuh lebih dari 52.000 orang.
SALVATORE DI NOLFI/POOL VIA REUTERS
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus (kiri) dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres (tengah) saat tiba di kantor pusat WHO di Geneva, Swiss, 24 Februari 2020.
Pada 23 Maret 2020, Guterres juga menyerukan ”gencatan senjata global secara segera” untuk melindungi warga sipil yang rentan di zona konflik. Seruan dimaksud agar bantuan media bisa menembus daerah-daerah konflik. Namun, hanya beberapa negara yang mengindahkannya.
”Sayangnya, permusuhan belum juga mereda,” kata Laetitia Courtois, Perwakilan Komite Internasional Palang Merah (ICRC).
Di Dewan Keamanan PBB, yang telah ”hening” sejak awal pandemi, lima anggota tetap, yakni AS, Inggris, Rusia, China, dan Perancis, justru terbelah dalam mencapai resolusi untuk mendukung permohonan Guterres. Mereka belum menghasilkan solusi konkret.
AS dan China justru berselisih tentang asal-usul virus yang pertama kali muncul di Wuhan, China, akhir tahun lalu.
Sementara Beijing dan Moskwa, yang memiliki hak veto, juga enggan mendorong DK—yang bertanggung jawab atas perdamaian dan keamanan global—untuk lebih berperan mengatasi pandemi dan dampak ekonominya. (AFP/REUTERS)