Rahasia Sukses Taiwan, dari Penapisan Komprehensif hingga Manajemen Masker
Tak ada intervensi tunggal yang bisa mengendalikan pandemi Covid-19. Penyakit akibat virus korona baru ini bisa dikendalikan dengan kombinasi intervensi yang tepat yang diambil dalam waktu cepat.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
Taiwan. Jaraknya dari China hanya sekitar 130 kilometer. Dalam sehari 2.000 turis China mengunjungi wilayah ini. Menjelang Tahun Baru Imlek Januari 2020, ribuan warga Taiwan yang tinggal di China pun pulang kampung. Sangat wajar apabila pandemi Covid-19 muncul di China, maka kasus positif di Taiwan akan banyak.
Namun, kenyataannya justru mengejutkan. Data pada worldometers.info hingga Rabu (1/4/2020) pukul 15.00 WIB, jumlah kasus Covid-19 positif di Taiwan 329 dengan kasus meninggal 5 kasus. Kenyataan ini bak langit dengan bumi dengan apa yang terjadi di China daratan. Di periode yang sama, China melaporkan 81.554 kasus dengan jumlah kematian 3.312 kasus.
Dengan kata lain, di China daratan untuk setiap 1 juta penduduk terdapat 57 kasus, sedangkan di Taiwan setiap 1 juta penduduk ada 14 kasus.
Fakta itu jelas tidak terjadi karena kebetulan belaka. Belajar dari pengalaman menghadapi wabah sindrom pernapasan akut parah (SARS) tahun 2003, Taiwan saat ini lebih siap dalam menghadapi wabah penyakit Covid-19 yang muncul di Kota Wuhan, Provinsi Hubei.
Menurut Guru Besar Epidemiologi dari the University of Hong Kong, Benjamin J Cowling, dalam opininya di New York Times, 13 Maret 2020, setelah mengidentifikasi kasus pertamanya 20 Januari 2020, Taiwan langsung menerapkan kombinasi kebijakan untuk mengendalikan wabah. Kebijakan itu meliputi pembatasan perjalanan, isolasi, karantina mandiri, jaga jarak sosial, dan promosi higienitas diri, termasuk pemanfaatan mahadata untuk mengantisipasi kemungkinan kasus positif.
Saat itu empat maskapai penerbangan menghentikan penerbangan antara Taiwan dan Wuhan. Tiga minggu kemudian penerbangan dari Beijing, Shanghai, Xiamen, dan Chengdu juga ditutup.
Pada saat yang sama, Taiwan juga mencegah potensi penularan antarmanusia dengan menerapkan karantina diri. Untuk memastikan kebijakan ini dipatuhi, pemerintah akan memberikan hukuman, termasuk denda hingga 33.200 dollar AS, bagi yang melanggar.
Acara yang mengumpulkan banyak orang juga harus dibatalkan atau ditunda. Sekolah pun ditutup hingga 25 Februari 2020. Sejak SARS, Taiwan membentuk Pusat Komando Kesehatan Nasional yang dalam lima minggu setelah wabah terjadi sudah melakukan 124 kebijakan dari mengeluarkan peringatan perjalanan hingga produksi empat juga masker sehari. Pusat komando ini juga mengeluarkan berbagai panduan termasuk panduan bagi sekolah.
Majalah Time pada 18 Maret 2020 menyebutkan bahwa Taiwan juga memanfaatkan teknologi dengan menggabungkan data jaminan kesehatan dengan data imigrasi dan bea cukai. Dengan demikian, Taiwan bisa mengumpulkan informasi riwayat perjalanan setiap warganya dalam 14 hari terakhir. Mereka yang memiliki riwayat perjalanan dari daerah berisiko tinggi didorong untuk isolasi diri.
Telepon genggam mereka yang menjalani isolasi mandiri dilacak untuk memastikan isolasi mandiri dipatuhi. Mereka yang baru saja dari daerah dengan risiko rendah akan menerima pesan singkat yang memungkinkan proses imigrasi mereka bisa cepat.
Kebijakan yang ketat itu dilakukan dengan tingkat transparansi yang tinggi. Jumpa pers harian dilakukan untuk memberikan perkembangan informasi. Pesan sederhana soal mencuci tangan hingga penggunaan masker terus disebarkan melalui berbagai kanal media.
Manajemen masker
Satu hal yang tak luput jadi perhatian Taiwan adalah manajemen masker. Taiwan menyadari bahwa ketika SARS terjadi, masker menjadi barang yang banyak dicari warga. Padahal, produksi masker dalam negeri sangat terbatas. Itu sebabnya ketika wabah Covid-19 terjadi, Taiwan untuk sementara melarang ekspor masker.
Selain itu, otoritas Taiwan juga membeli seluruh masker yang ada di dalam negeri kemudian mendistribusikannya ke fasilitas kesehatan, apotek, dan minimarket untuk dijual dengan harga yang sama, Rp 2.000 per satu masker.
Taiwan juga menggelontorkan investasi Rp 95 miliar untuk memproduksi masker dalam waktu singkat. Produksi masker Taiwan yang kini mencapai 10 juta masker sehari akan bertambah lagi karena otoritas Taiwan akan mengeluarkan anggaran untuk menambah kapasitas produksi masker.
Untuk mencegah penimbunan, pembelian masker pun diatur. Warga hanya bisa membeli masker dengan menunjukkan kartu jaminan kesehatan mereka. Waktu dan kuota masker yang dibeli juga diatur berdasarkan nomor jaminan kesehatan masing-masing warga. Stok masker di setiap titik penjualan pun bisa dipantau oleh warga secara daring.