Pemimpin UE Kritik Hongaria, Orban Dinilai Langgar Hak Warga
Uni Eropa menyatakan keprihatinan mereka terhadap risiko pelanggaran prinsip-prinsip supremasi hukum, demokrasi, dan hak mendasar yang ditimbulkan dari penerapan kebijakan darurat di Hongaria.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
BRUSSELS, KAMIS — Tiga belas pemimpin negara Uni Eropa, termasuk dua negara kuat, yaitu Jerman dan Perancis, mengkritik keras langkah Pemerintah Hongaria dalam menangani pandemi Covid-19 di negara itu. Mereka menilai, kebijakan darurat yang diumumkan Perdana Menteri Viktor Orban melanggar hak-hak dasar warga negara, prinsip yang dihormati UE.
Dalam pernyataanya, para pemimpin negara anggota UE tidak menyebutkan secara spesifik negara atau pimpinan negara yang mereka maksud. Namun, dalam pernyataannya jelas para pemimpin UE menargetkan langkah Orban yang mengambil alih kekuasaan dan disebut sebagai seorang diktator.
”Dalam situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya ini adalah sah bahwa negara-negara anggota mengambil tindakan luar biasa untuk melindungi warganya dan mengatasi krisis,” demikian pernyaaan para pemimpin negara UE.
Walau demikian, para pemimpin negara UE menyatakan keprihatinannya terhadap risiko pelanggaran prinsip-prinsip supremasi hukum, demokrasi, dan hak mendasar yang ditimbulkan dari penerapan kebijakan darurat itu.
”Namun, kami sangat prihatin tentang risiko pelanggaran prinsip-prinsip supremasi hukum, demokrasi, dan hak-hak mendasar yang timbul dari penerapan langkah-langkah darurat tertentu.
Pernyataan juga ditandatangani oleh pemimpin Belgia, Denmark, Finlandia, Yunani, Irlandia, Italia, Luksemburg, Belanda, Portugal, Spanyol, dan Swedia.
Juru Bicara Kanselir Jerman Angela Merkel, Ulrike Demmer, mengatakan, negara-negara anggota UE memiliki prinsip yang jelas soal penerapan hukum dan perundang-undangan. Penerapannya juga dimonitor semua anggota UE.
”Nilai-nilai yang sama yang diterapkan oleh semua negara adalah penghargaan terhadap manusia dan semua hak dasarnya, kebebasan, persamaan hak di hadapan undang-undang, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia,” kata Demmer.
Kritik UE dikeluarkan setelah Hongaria mengeluarkan ”Undang-undang Pertahanan Antvirus Korona”, Senin (30/3/2020). UU itu memberikan kekuasaan tidak terbatas kepada Orban untuk memperkuat posisinya sebagai penguasa dibandingkan dengan memerangi pandemi Covid-19 di negara itu.
Orban mendapatkan kekuatan ekstra untuk memperpanjang keadaan darurat untuk memerangi virus korona baru setelah parlemen mengeluarkan UU yang diajukan oleh pemerintahan Orban. UU tersebut juga memberikan Orban kewenangan untuk memerintah tanpa batas sampai pemerintahannya memutuskan keadaan darurat telah berakhir.
Juru bicara pemerintah Hongaria, Zoltan Kovacs, mengatakan, peraturan perundangan yang dibuat oleh pemerintahan Orban memiliki prinsip yang sama dan sebangun dengan prinsip-prinsip UE, seperti yang disampaikan Demmer. Dia mengatakan, UU tersebut diperuntukkan hanya berlaku selama masa kedaruratan untuk berperang membasmi Covid-19.
”Undang-undang ini memiliki nilai yang sama dengan nilai-nilai UE, menghormati peraturan perundangan lain dan juga menghormati kebebasan pers,” kata Kovacs melalui media sosial Twitter.
Wakil Menteri pada kantor Kabinet Orban, Csaba Domotor, mengatakan, batasan waktu tidak bisa disebutkan dan dicantumkan di dalam undang-undang tersebut karena pemerintah tidak tahu kapan pandemi itu akan berakhir.
”Dalam kondisi yang luar biasa seperti sekarang ini, semua tindakan yang terkait dengan pencegahan pandemi, konsekuensinya, dan juga terkait dengan gangguan terhadap perekonomian negara. Itu sebabnya, batasan waktu tidak bisa ditentukan karena tidak ada yang tahu berapa bulan kita akan berhadapan dengan pandemi ini,” kata Domotor.
Pemerintah Hongaria menetapkan status kedaruratan nasional sejak 11 Maret. Pada akhir pekan lalu, pemerintah menetapkan status isolasi nasional (lockdown) selama dua pekan hingga pertengahan April. Hingga saat ini terdapat 545 kasus warga Hongaria yang positif terpapar Covid-19 dan 21 orang di antaranya meninggal dunia.
UU tersebut mendapat dukungan dari parlemen, yang mayoritas dikuasai partai pimpinan Orban, Partai Fidesz. Pemungutan suara yang dilakukan memenangkan pendukung UU ini dengan 137 suara dukungan. Hanya 53 anggota parlemen yang menolak.
Membungkam kritik
UU Pertahanan Antivirus Korona itu telah memicu kritik dari oposisi Hongaria, kelompok hak asasi manusia, Dewan Eropa, dan forum hak asasi utama Eropa. Itu karena tidak ada batas waktu yang jelas terkait dengan masa keadaan darurat.
Selain itu, UU ini sangat berbahaya karena salah satu aturannya membolehkan pemerintah menindak para pengkritik kerja pemerintah selama masa darurat.
Para pengkritik akan didakwa dengan dakwaan memberikan informasi yang salah atau menyebarkan berita bohong, sebuah hal yang tidak lazim pada sebuah negara yang menjunjung tinggi prinsip demokrasi.
Tamaz Harangozo, anggota oposisi dari Partai Sosialis, menilai, Orban mendapat kekuasaan yang berlebihan dengan adanya peraturan perundangan itu. Partai Sosialis mendesak agar peraturan perundangan diubah dan ada jangka waktu tertentu yang ditetapkan pemerintah dalam menangani kondisi kedaruratan pandemi Covid-19.
Ingibjorg Gisdalottir, Direktur Eksekutif pada kantor Organisasi Kerja Sama dan Keamanan di Eropa yang membidangi Kelembagaan Demokrasi dan HAM, mengatakan, meskipun dalam kondisi kedaruratan nasional, peraturan perundangan harus mendeklarasikan kerangka waktu tertentu.
”Undang-undang itu juga harus proporsional sesuai dengan maksud dan tujuannya,” katanya.
Perisiwa ini bukan pertama kali Hongaria berhadapan dengan anggota UE. Pada 2018, Orban juga mendapatkan kritik keras dan harus berhadapan dengan Parlemen Eropa setelah mendapat mosi karena kebijakannya dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar demokrasi yang diterapkan Uni Eropa. (AP/AFP/REUTERS)